vendredi 7 août 2020

Sastra, Sains, dan Spirit Jaman

Imam Nawawi *

Minggu Pagi, 8 April 2011

Sastra diasumsikan ruang luas bagi permainan imajinasi kreatif, hamparan tak bertepi bagi loncatan-loncatan kreatifitas yang bersemangat. Sastra selalu bebas dari batasan-batasan rasionalitas dan kebenaran logis, selain logikanya sendiri.

Berkebalikan dengan sastra adalah sains. Sains sangat kaku dan terkekang dalam garis rasionalitas dan kebenaran ilmiah. Imajinasi tidak menemukan tempat nyaman dalam dunia sains. Imajinasi berada satu jengkal di depan rasionalitas, dan sekaligus pemicu semangat bagi sains untuk mengembangkan dirinya sendiri.

Hubungan sastra dan sains adalah hubungan yang simbiosis, magnetis, dan satu sama lain saling mendorong kepada bentuk yang revolutif. Sastra menawarkan segala harapan dan cita-cita, menyuguhkan satu paket kemungkinan-kemungkinan, dan kemudian adalah tugas sains untuk merealisasikan semua itu.

Sastra yang acuh tak acuh pada hasil kerja sains sama halnya dengan seseorang yang tak mau berguru dalam mencari ilmu; sama halnya dengan siswa SD yang berdebat dengan seorang profesor. Dengan pengertian lain, sastra akan bergerak dan hidup dalam sebuah dunia yang lebih rendah nilainya dibanding kebenaran dunia ilmiah yang dikandung sains.

Begitu halnya dengan sains yang tak mau melirik sastra—sastra yang sudah melampaui sains. Sains akan menjadi satu paket konsep dan wujud konkrinya yang beku, stagnan, dan tak bergerak progresif. Penemuan dan pengembangan baru dalam dunia sains tidak akan pernah terwujud tanpa didahului oleh harapan-harapan akan kemungkinan-kemungkinan baru untuk mewujudkan efisiensi hidup manusia. Harapan akan kemungkinan seperti itulah yang mesti dilirik sains dalam kado persembahan sastra. Albert Einstein (1879-1955) mengatakan, Imagination is more important than knowledge.

Xiao Feng, seorang ilmuan China dalam bukunya The Scientific Spirit And Humanistic Spirit', The Chinese People's, 1994, mengatakan, spirit sains dapat berkolaborasi dengan ilmu-ilmu sosial-humaniora, dan sastra termasuk di dalamnya.

Mengapa harus merujuk pada sains? Inilah yang perlu ditangkap oleh sastra, bahwa spirit jaman kontemporer adalah semangat sains dan teknologi. Ruh sains dan teknologi merasuk dalam setiap peradaban dunia maju. Kemajuan suatu bangsa diukur dari penguasaannya terhadap sains dan teknologi. Sebaliknya, keterbelakangan suatu bangsa ditandai minimnya pengetahuan dan penguasaan akan sains dan teknologi.

Sepanjang sejarah manusia sains dan teknologi adalah alat utama dan terutama dalam pengembangan peradaban. Satu emperium besar, kekaisaran, kekhalifahan, dan sejenisnya mampu membangun peradaban dunia tidak lepas dari penguasaannya atas sains teknologi yang kokoh dan mapan, misalnya, dalam kasus pengembagan alat-alat militer. Peradaban Babilonia, Sungai Nil, Romawi, Persia, dan semacamnya tidak lepas dari penguasaan mereka atas sains teknologi yang lebih maju dibanding bangsa-bangsa lain.

Spirit jaman tidak selalu konstan dari satu generasi ke genarasi berikutnya. Ia bisa tampil dalam ragam wajah dan varian. Akan tetapi, spirit jaman selalu ditandai dengan kontribusinya untuk pengembangan peradaban dan kebudayaan. Spirit jaman menurut Hegel adalah roh absolut yang mengerakkan dunia dan kehidupan.

Sastra dan sains hanyalah sebatas instrumen dan bukan tujuan akhir dari eksistensi dirinya sendiri. Sekalipun sering muncul wacana art for art namun ia sama halnya membunuh sastra secara pelan-pelan dan halus. “Seni untuk seni” tiada lain sebuah upaya menjauhkan sastra dari realitas dan spirit jaman, dimana keduanya adalah kehidupan riil manusia itu sendiri.

Mengingat eksistensi dan tugasnya sebagai istrument, maka sastra dan sains harus bekerjasama dan saling melengkapi satu sama lain untuk menjaring spirit jaman. Sains berperan sebagai ibu yang melahirkan dan menjawab setiap kebutuhan manusia, dan sastra sebagai bapak yang menanamkan benih harapan dan cita-cita yang melampaui hasil kerja sains selama ini. Sains bertugas di ranah konkrit dan sastra berjuang di wilayah yang abstrak penuh kemungkinan-kemungkinan.

Wacara korelasi sastra, sains, dan spirit jaman adalah wacana baru yang lahir dari renungan mendalam atas kemajuan Dunia Barat; dunia pertama, dunia maju. Setidaknya dua tahun terakhir (2010-2011) buku-buku sastra adalah buku-buku bestseller yang menempati ranking pertama. Ini sebuah pertanda Dunia Barat telah lebih dahulu memperoleh pencerahan dan kesadaran bahwa sastra merupakan barang berharga yang tinggi nilainya.

Film-film produk hollywood adalah bukti lain persenyawaan dan hubungan intim antara imajinasi sastra dan kemajuan sains dan teknologi Barat. Sangat sulit bahkan jarang kita temukan nuansa cengeng dan konyol dari seluruh film produk hollywood, berbeda apabila kita kritis menganalisis film-film produk nasional. Hubungan intim yang begitu mesra antara sastra dan sains-teknologi sangat jarang ditemukan dalam film-film produksi dunia ketiga; dunia berkembang, mungkin Indonesia masuk di dalam kategorinya.

Karena itulah, wacana korelasi sastra, sains dan spirit jaman harus menjadi pertimbangan mendasar bagi produksi karya-karya sastra ke depan, dan dibantu oleh kepedulian kalangan ilmuan untuk mengapresiasi karya sastra yang memenuhi standard layak “pakai.” Hemat penulis, tidak ada salahnya kita memulai gerakan baru yang betul-betul revolutif dari spirit lokal menuju spirit global, dari sastra yang mengusung interpretasi personal menuju interpretasi masyarakat dunia. Yaitu, spirit jaman yang mengutamakan kemajuan sains dan teknologi.

***

*) Imam Nawawi, lahir di Sumenep 1989. Sempat belajar di beberapa pondok pesantren seperti PP. Assubki Mandala Sumenep, PP. Nasyatul Muta'allimin Gapura Timur Sumenep, PP. Annuqayah Guluk-guluk Sumenep, PP. Hasyim Asy'ari Bantul Yogyakarta, PK. Baitul Kilmah Bantul Yogyakarta, PP. Kaliopak Bantul Yogyakarta, dan PP. Al-Qodir Sleman Yogyakarta. Kini sedang menempuh pendidikan jenjang S2 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

http://sastra-indonesia.com/2011/04/sastra-sains-dan-spirit-jaman/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria