samedi 19 décembre 2020

Mohammad Kasim, Bapak Cerpen Indonesia

Latief S. Nugraha *
Republika.co.id, 4 Mei 2015
 
Biasanya orang yang bertengkar tak dapat tidak akan melepaskan sekuat-kuatnya suaranya dan berkata berebut-rebut dengan tidak memedulikan koma titik. Dalam cerita ini, suatu pertengkaran, yang disudahi dengan perkelahian yang hebat, telah berlaku dengan berbisik saja...
 
Kutipan itu merupakan pembuka sebuah cerita pendek (lucu) karya Muhammad Kasim Dalimunte atau yang lebih dikenal dengan nama pena M Kasim berjudul "Bertengkar Berbisik." Penulis cerpen dan novel pada zaman Balai Pustaka ini lahir di Muara Sipongi, Sumatra Utara, 1886.
 
Menyebut nama M Kasim, tidak bisa tidak, harus menyebut nama Melayu tatkala membicarakan peta cerpen karena ia besar dan kemudian meninggal di tanah Melayu. Selain itu, ia juga fasih menggunakan akar tunggang bahasa Indonesia: bahasa Melayu, sebagai "bahan baku" karya-karya sastranya, termasuk cerpen-cerpennya di kawasan induk tempat bersemai dan berseminya bahasa Melayu sebagai lingua franca yang kelak menjadi bahasa Indonesia.
 
M Kasim dianggap sebagai salah seorang pemula cerita pendek di Indonesia dan disebut-sebut sebagai Bapak Cerpen Indonesia. Sebab, diakui atau tidak, M Kasim telah menulis cerita pendek dari 1910 yang diterbitkan dalam bentuk buku, tiga tahun sebelum Perang Dunia II dimulai.
 
Sesuai dengan kekhasan yang dimiliki, cerita pendek buah pena M Kasim berisi cerita-cerita jenaka akibat dari kekentalan sastra lisan di nusantara. Keadaan pada saat itu mengilhami M Kasim untuk menulis cerita pendek jenaka untuk majalah Panji Pustaka yang kemudian diterbitkan Balai Pustaka dengan judul Teman Duduk terbit 1936 sebagai kumpulan cerita pendek yang pertama dalam sastra Indonesia.
 
Karyanya yang lain, novel berjudul Si Samin berhasil meraih hadiah Sayembara Buku Anak-Anak Balai Pustaka 1924. Buku ini kemudian terbit pada 1928 dengan judul Pemandangan dalam Dunia Kanak-Kanak. Selain Si Samin, M Kasim juga menulis novel Muda Taruna (1922). Kumpulan cerita pendeknya selain Teman Duduk adalah Bertengkar Berbisik, Bual di Kedai Kopi, dan Dja Binuang Pergi Berburu. Selain itu, ia juga menulis naskah terjemahan, seperti Niki Bahtera (karya CJ Kieviet, 1920) dan Pangeran Hindi (karya Lewis Wallace, 1931).
 
Cerita-cerita M Kasim dianggap sebagai titian penghubung antara dongeng bertema humor dan karya sastra yang berbentuk cerita pendek. Cerita-cerita M Kasim merupakan langkah pertama dalam sejarah penulisan cerita pendek, mengingat pada zaman itu banyak sastrawan yang menulis roman dan hanya penulis romanlah yang dianggap sebagai sastrawan.
 
Tidak salah kiranya apabila Ajip Rosidi mengatakan bahwa M Kasim adalah pembuka jalan dalam penulisan cerita pendek Indonesia. Selain itu, M Kasim oleh pengamat, peneliti, dan analis sastra ditempatkan sebagai salah seorang peletak dasar lahirnya kesusastraan Indonesia modern, khususnya genre cerita pendek. Selain M Kasim, ada Soeman HS dengan karyanya Kawan bergelut, HAMKA dengan karyanya Di Dalam Lembah Kehidupan, dan Saadah Aim dengan karyanya Taman Penghibur Hati.
 
Sebagian besar cerita pendek Angkatan Balai Pustaka muncul sesudah 1930, sebagai cermin kehidupan masyarakat dengan suka dukanya yang bersifat jenaka dan sering berupa kritik. Sebagian besar dari cerita-cerita pendek itu mula-mula dimuat dalam majalah, seperti Panji Pustaka dan Pedoman Masyarakat, kemudian banyak yang dikumpulkan menjadi buku.
 
Kegemaran sastrawan Indonesia menuliskan cerita pendek semakin meningkat setelah Perang Dunia II atau setelah tahun 1945. Alasannya, bentuk karya sastra yang pendek dirasa lebih menguntungkan penulis dan pembaca karena tidak membutuhkan banyak waktu untuk membuat, apalagi membacanya. Hingga akhirnya cerita pendek memiliki ketenaran melebihi roman.
 
Sesungguhnya, di penghujung abad ke-19 atau awal abad ke-20, jauh sebelum M Kasim dan Soeman HS menulis cerpen-cerpennya, sudah muncul sejumlah kisah-kisah yang ditulis amat pendek oleh pengarang-pengarang Cina, menyerupai sketsa dan hikayat yang dipublikasikan di koran-koran dan majalah yang terbit di Surabaya, Solo, Bandung, dan Batavia, namun tidak mendapat "pengakuan."
 
Di samping itu, media-media massa tersebut cenderung tidak diakui dan dianggap sebagai media massa sempalan karena tidak membawa misi penguasa dan cenderung pula menggunakan bahasa Melayu rendah. Para penulisnya, selain cenderung NN (nomen nescio) atau anonim, mereka juga sering menggunakan nama pena (samaran) daripada nama asli. Inilah beberapa ciri utama karya cerita-cerita pra-M Kasim.
 
Memang, jika dilihat secara struktur penulisan cerpen, pola dan gaya cerita-cerita M Kasim  belumlah jelas. Tema-tema yang diangkat pun ringan-ringan, dengan gaya bahasa yang mudah dicerna, sangat realistis dalam pengungkapan, dan bernada humor. Selain bentuknya mini short stories atau yang lebih dikenal dengan "cerita-cerita telapak tangan" karena terlalu pendek, jenis sastra ini benar-benar hanya sebagai teman duduk. Meskipun demikian, keberhasilan M Kasim  terutama adalah mampu menembus sensor penerbit Balai Pustaka dan kumpulan cerita-cerita lucunya itu merupakan buku kumpulan cerita pertama di antara banyaknya roman yang terbit.
 
Jika dipahami secara mendalam, akan terlihat bahwa karya-karya M Kasim bukanlah sekadar karya lelucon picisan semata, melainkan peristiwa-peristiwa dalam cerpennya merupakan sisi lain dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat. Ada sikap dan semangat untuk tidak ditertawakan atau menertawakan diri sendiri di dalamnya. Hal ini yang terkadang tidak disadari oleh masyarakat sehingga menganggap cerpen-cerpen M Kasim hanya sebagai anekdot belaka.
 
Cerpen-cerpen jenaka tersebut menjadi bukti kesadaran kebangsaan Indonesia seorang M Kasim bahwa bangsa ini adalah bangsa yang plural. Lelucon dalam cerita-ceritanya menjadi sebuah senjata untuk menyatukan perbedaan-perbedaan di masyarakat karena dengan tertawa ia menyadarkan bahwa posisi semua rakyat Indonesia ini adalah sama: sama-sama membutuhkan kebebasan untuk mengekspresikan "kebahagiannya."
 
Setidaknya begitulah pesan M Kasim lewat ceritanya yang sangat jenaka dan kritis berjudul "Bertengkar Berbisik" itu. Agaknya cerpen tersebut masih sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia sekarang ini, yang terus-menerus terjadi pertengkaran politik dengan pekik, namun sejatinya hanya berbisik.
***
 
*) Latief S. Nugraha, lahir Rabu Pahing 6 September 1989 di Gebang, Sidoharjo, Samigaluh, Kulon Progo. Tahun 2007 hijrah ke Yogyakarta, menempuh pendidikan di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UAD. Tahun 2012, melanjutkan pendidikan di Program Pascasarjana Ilmu Sastra UGM. Sejak akhir 2010, bergabung di Studio Pertunjukan Sastra, yang rutin setiap bulan menggelar Bincang-Bincang Sastra. Mengelola acara sastra yang diselenggarakan beberapa komunitas dan lembaga; Teater JAB, PKKH UGM, Balai Bahasa DIY, Rumah Maiyah, Taman Budaya Yogyakarta, dan Dinas Kebudayaan DIY. Bersama beberapa sastrawan, tahun 2015 menggagas sekaligus merintis berdirinya Himpunan Sastrawan dan Komunitas Sastra DIY.
Tulisan-tulisannya dipublikasikan di beberapa media massa cetak, daring, diikutsertakan lomba, dan terhimpun di sejumlah buku antologi bersama. Buku-bukunya: Menoreh Rumah Terpendam (kumpulan puisi, Interlude, 2016), Sepotong Dunia Emha (hasil penelitian, Octopus, 2018), dan Pada Suatu Hari yang Mungkin Tak Sebenarnya Terjadi (kumpulan puisi, Interlude, 2020).
Menyusun dan menyunting sejumlah buku sastra dan kebudayaan: Antologi Puisi 99 Penyair Yogyakarta, Lintang Panjer Wengi di Langit Yogya (Iman Budhi Santosa dan Mustofa W. Hasyim, ed.), Antologi Geguritan 33 Penggurit Yogya, Sesotya Prabangkara ing Langit Ngayogya (Iman Budhi Santosa dan Mustofa W. Hasyim, ed.), Tiga Belas: Catatan Perjalanan Studio Pertunjukan Sastra, Astana Kastawa (I dan II), Antologi Karya Sastra Leluhur Sastrawan Indonesia di Yogyakarta, Metiyem: Pisungsung Adiluhung untuk Umbu Landu Paranggi (Latief S. Nugraha, ed.), Ngelmu Iku Kalakone Kanthi Laku: Antologi Proses Kreatif Sastrawan Yogyakarta (Iman Budhi Santosa, Herry Mardianto, Latief S. Nugraha, ed.), Mata Khatulistiwa: Antologi Puisi Penyair Nusantara, Direktori Seni Budaya Yogyakarta, dll.

Terlibat di keredaksian majalah sastra maiyah Sabana, kalawarti basa Jawa Pagagan Balai Bahasa DIY, dan majalah budaya Mata Jendela Taman Budaya Yogyakarta. Nomor ponsel: 085292588555, e-mail: snugrahalatief@gmail.com, @latiefsnugraha (Instagram), Latief S. Nugraha (Facebook/YouTube). http://sastra-indonesia.com/2020/12/muhammad-kasim-bapak-cerpen-indonesia/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria