Sungai-sungai luber, sawah-rumah tergenang. Nyanyi tangis pengungsi. Langit memeras keringat saban sore hingga pagi. Dibibir sungai tanggul tak lekas berdiri.
Negeri air. Banjir ajang wisata bencana. Meraup untung ribuan derita. Sumbangan menggunung di lumbung serupa sampah. Dompet peduli bengkak tak terbendung. Meringkuk sepi di bunker saja.
Negeri air. Sarat limbah campur ingkar janji. Rintihan jadi racikan bencana. Longsoran nurani menimpun hati batu. Birokrat picik bermain comberan yang direguk beramai-ramai.
Ngeriku tersapu badai malam gagu. Geletar petir menyapu pandang sayu. Negeri air air mata petani, padi dan jagung dilahap air. Bantar sungai menjelma waduk pun danau keruh. Berkali kali air mata dicambuk dasi dan mikrofon tanpa bunyi.
Sembungan kidul, Desember 2020
DOYAN BERTIKAI
Kita bertikai
Mereka sorak-sorai
Sambil menjarah
Berbagi jatah
Kita bertengkar
Mereka kelakar
Menilap upah
Berbagi rata
Kita bermusuh
Mereka gurau
Melahap mimpi
Beramai-ramai
Dicuri berkali
Masih sibuk
Bertikai!
Gresik, 2020
ASMARA LIMA WINDU
Lima windu cahaya menyala di kening
Lika-liku awal mula sampai helai uban tak susutkan gelombang cipta
Menembus rongga dada yang gigih
Kau tampung seribu ramuan
Teracik di kantong budimu, menjelma rindu, pun relief pada dinding jantung
Pahatan setia mendayu perahu nasib
Arungi bahtera sampai tawa anak-cucu menoreh rongga sejarah, tangis bahagia melukis lengkung langit kota.
Lima windu cahaya mekar, melempar getir mencecap kenyataan, menemani kerut wajah polesan usia, buah budimu langgeng dalam catatan harian anak-cucu
kemarilah! Biar cemas berlarian di bibir jalan, kita sulam lagi perjalanan sampai singgah
Lima windu adalah cahaya rindu, kemesraan menetas, mengalir di kalbu anak-cucu, karsamu menuang di buku-buku, pun sahabat, kubersaksi dalam tidur-jaga, kau rawat ingatan, meruwat kalut sepi, tembang pun ramah-tamah mengalun lirih
Januari 2020
Rakai Lukman ialah nama pena Lukmanul Hakim, kelahiran Gresik 1983. Ikut berkecimpung di dunia kesenian semenjak SMA, berlanjut di Yogyakarta, lantas pulang ke kampung halaman. Di tanah kelahiran, masih ikut nimbrung di perhelatan alam estetika. Sempat nongkrong di Sanggar Jepit, Teater Eska, Roemah Poetika, Teater Havara, KOTASEGER (Komunitas Teater Sekolah Gresik), Gresik Teater, DKG (Dewan Kesenian Gresik), Lesbumi PCNU Gresik, dan Sanggar Pasir. Menjadi Guru SB di SMK Ihyaul Ulum, dan Guru BI di SMK al-Ihlas. Antalogi tunggal “Banjir Bantaran Bengawan.” Antalogi bersama, Kitab Puisi I Sanggar Jepit (2007), Burung Gagak dan Kupu-kupu (2012), dan Seratus Penyair Nusantara, Festival Puisi Bangkalan II, 2017. Juga terlibat riset dalam program pendampingan teater DKJT 2018, dan pengkajian sejarah lokal Desa Canga’an, Ujung Pangkah, Gresik 2019. Kini sedang mempersiapkan antalogi kedua, “Curhatan Bengawan” 2020. http://sastra-indonesia.com/2020/12/tiga-puisi-rakai-lukman-2/
Aucun commentaire:
Publier un commentaire