mardi 5 janvier 2021

FRAGMEN-FRAGMEN YANG GANJIL, CERITA YANG MAIN-MAIN

Erwin Setia *
 
Bagian paling menyenangkan dalam membaca cerita-cerita Budi Darma adalah ketika kita menemukan fragmen-fragmen yang ganjil. Dalam Olenka ada adegan di mana Olenka meloncat-loncat ke sana kemari bagai tupai. Dalam Ny. Talis (Kisah mengenai Madras) banyak pula adegan tokoh-tokoh yang melompat; ada yang melompat dari pohon ke pohon, dari dinding ke dinding, meniti tali, salto, dan sebagainya. Bahkan Madras dan kedua orang anaknya—Wiwini dan Sidrat (Madrasi Kwadrat)—serta menantu Madras yang bernama Leni punya kebiasaan melompat-lompat. Sampai-sampai sewaktu kecil Leni—istri dari Sidrat—dijuluki Tarzan Betina karena dia hobi loncat-loncat sambil hanya mengenakan kutang dan cawat.
 
Apa hanya soal lompat-lompat? Tentu tidak. Tersebut pula Ny. Talis, seorang perias pengantin cantik nan anggun yang meyakini bahwa tembong (tanda lahir) di badannya adalah pertanda sial. Ia memiliki kemampuan istimewa (atau aneh?), yaitu sanggup merias puluhan pengantin dalam waktu sehari semalam. Tentu saja itu ganjil. Kalau dalam kehidupan sehari-hari ada orang mengaku dapat merias puluhan pengantin dalam sehari, tentu kita akan menganggapnya sedang berbual belaka. Tetapi dalam semesta Budi Darma, hal-hal semacam itu menjadi tampak masuk akal dan dapat diterima.
 
Ada pula riwayat Nur Ainun Kusbandiyah. Dia adalah ibu Madras. Mulanya dia mengaku kepada Madras bahwa ayah Madras adalah seorang saudagar kain bernama Abdul Murod Markasan. Namun menjelang kematiannya Nur Ainun Kusbandiyah membuka rahasia yang selama ini ia sembunyikan dari Madras. Rupanya orang yang telah menghamilinya hingga ia melahirkan Madras bukanlah Abdul Murod Markasan, melainkan seorang lelaki yang kebetulan lewat di jalan depan rumah saat Nur Ainun Kusbandiyah sedang membuka jendela rumah. Lelaki itu meloncat pagar, melesat ke pekarangan, menerobos jendela, memasuki kamar, dan begitulah, sembilan bulan sembilan hari kemudian Madras lahir.
 
Setelah pertemuan sekejap dalam kamar, lelaki itu keluar melalui jendela, melesat ke pekarangan, melompati pagar, mendarat di jalan, dan tiba-tiba ada sebuah mobil melesat cepat, menabrak lelaki itu, dan begitulah, dia pun mati. Nur Ainun Kusbandiyah diusir dari rumah oleh orang tuanya setelah menceritakan soal lelaki itu. Dia pun mengurus Madras seorang diri sampai mati. Tetapi seperti Maryam yang dikaruniai anugerah Tuhan, apa yang diusahakan oleh Nur Ainun Kusbandiyah berjalan lancar dan sukses. Namanya harum dan dia bisa merawat Madras dengan baik.
 
Apa itu cukup? Tentu belum. Terkisahkan pula riwayat suami Ny. Talis. Suami Ny. Talis memiliki darah orang gila, darah iblis. Ada satu fragmen di mana tiba-tiba seekor burung aneh mencaplok dua bola mata suami Ny. Talis sampai lepas (saat membaca bagian ini saya teringat serbuan burung-burung dalam film The Birds garapan Alfred Hitchcock). Suami Ny. Talis dirawat di rumah sakit. Sewaktu di rumah sakit, ada fragmen ganjil lagi, yaitu saat leher suami Ny. Talis mendadak bernanah, lalu kepalanya lepas dan menggelinding sambil menjulur-julurkan lidah, menghebohkan rumah sakit, hingga akhirnya kepala itu berhenti menggelinding tepat di hadapan kaki Ny. Talis. Dan suami Ny. Talis dinyatakan meninggal dunia.
 
Novel yang Budi Darma tulis selama dua bulan ini (9 November 1990-8 Januari 1991) disusun dalam bab-bab pendek. Ceritanya terkesan meloncat ke sana kemari seolah tidak memiliki arah yang jelas. Di sana-sini terselip percakapan-percakapan lucu, unik, dan menyenangkan. Saya membayangkan Budi Darma menulis novel ini tanpa memikul beban-beban muluk di pundaknya. Tidak ada beban untuk menjadikan novel ini bercorak realisme sosialis supaya disanjung sebagai novel yang pro-rakyat kelas bawah. Tidak pula ada kesan untuk menunjukkan bahwa novel ini membawa nilai-nilai luhur yang dapat membasmi perang dan segala penindasan. Tidak ada tendensi muluk-muluk seperti itu—setidaknya yang saya lihat. Yang ada hanya cerita yang terkesan main-main, meloncat-loncat lincah, tapi menyenangkan. Seandainya Budi Darma adalah seorang pesepakbola, pasti dia Ronaldinho atau setidaknya Neymar Da Silva. Tapi, apakah main-main itu bukan sesuatu yang penting? Bukankah manusia adalah homo ludens? Bukankah dunia adalah tempat bermain-main dan bersenda gurau?
 
Lagi pula main-main tidak berarti “tak berguna” dan “tak berfaedah”. Meskipun terkesan main-main, toh novel ini sebetulnya penuh permenungan. Coba saja baca bagian pertama dan akhirnya. Di situ Budi Darma menyebut tentang debu beterbangan. Tentang hakikat manusia. Tentang kehidupan dan kematian. Manusia bermula dari debu dan akan kembali ke debu. Tidak ada sesuatu yang berasal dari sesuatu yang tidak ada. Ex nihilo nihil fit.
 
[Keterlaluan, saya tidak membahas Wiwin si pelukis dan Santi Wedanti si penyanyi dan pemilik Rumah Kopi Galena (sekaligus istri Madras). Tapi biarlah. Begini saja cukup.]
 
Judul: Ny. Talis (Kisah mengenai Madras)
Penulis: Budi Darma
Penerbit: Grasindo
Tahun: Cetakan Pertama, 1996
Tebal: 280 halaman

*) Erwin Setia lahir tahun 1998. Penikmat puisi dan prosa. Kini menempuh pendidikan di Prodi Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di berbagai media seperti Koran Tempo, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Minggu Pagi, Solopos, Haluan, Koran Merapi, Padang Ekspres, dan Detik.com. Cerpennya terhimpun dalam Dosa di Hutan Terlarang (2018). Bisa dihubungi di Instagram @erwinsetia14. Blognya: setelahmembaca.wordpress.com http://sastra-indonesia.com/2021/01/fragmen-fragmen-yang-ganjil-cerita-yang-main-main/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria