lundi 14 juin 2021

KEKUASAAN, DIALOG, KECANTIKAN

Taufiq Wr. Hidayat *
 
Penguasaan mencengkeram sampai pada yang privat. Kecantikan yang privat, pada wilayah yang publik dikontrol kekuasaan. Tetapi kecantikan---bagi Maxim Gorky, bukan sebagaimana ajaran iklan kosmetik. Bukan tubuh yang diciptakan sabun, sampo, pemutih ketiak, lulur, bedak, obat pelangsing dan penyubur payudara. Bukan busana yang dibentuk modal kapital sebagai "mode-mode tahayul" guna mengontrol kaum hawa dalam menentukan kecantikan dirinya. Namun ke-bunda-an. Kehidupan tak dapat tumbuh, lantaran nilai-nilai kebundaan tak menyifati tubuh yang memelihara. Tatkala kecantikan ditawan sudut pandang tubuh belaka, ia kehilangan daya bebas dan membangun kesadaran pembebasan.
 
Itulah Pelagea dalam novel Gorky. Ia tak cuma ibu bagi anak laki-lakinya, tapi ia membangun kesadaran sebagai perempuan—yang dengan segala keterbatasan fisik—menjadi ibu bagi semua anak manusia. Nilai-nilai keibuan itu setidaknya memegang fungsi vital bagi peradaban manusia. Namun kekuasaan seringkali membolehkan segalanya, menciptakan kecantikan yang tak ditegakkan dari nilai suci keibuan. Dan nasib kekuasaan---pada akhirnya, meratapi dirinya sendiri.
 
Dalam prosa Marquez, penguasa jatuh dalam kesepian. Mati dalam hampa. Kolonel Aureliano Buendia dalam "Seratus Tahun Kesunyian” menderita dalam keterasingan. Kekuasaan dicopot dari hidupnya!
 
Tatkala orang berada pada puncak kekuasaan, yang ia temui hanya sunyi. Tak ada yang sanggup lagi menyetarai. Ia memutuskan segalanya dengan dirinya sendiri beserta kekuasaan yang melekat padanya. Keputusan seringkali diputuskan dalam kegentingan. Alangkah rapuh manusia pada puncak kekuasaan, ketika segala otoritas mutlak berada dalam genggamannya. Pada posisi itu, ia perlu dialog, perbandingan, dan ruang untuk meletakkan kekuasaan guna mendengar. Jika tidak, maka ia sendirian! Bagai Harry S. Truman bersama Winston Churchill dan Stalin yang memutuskan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Tak ada dialog. Setiap usul ditolak. Segenap protes dibungkam. Dan manusia mengambil keputusan dengan keangkuhan.
 
Ketika segala pembicaraan hanya monolog, ia menutup rapat kemungkinan dikoreksi, dikritik, dipertimbangkan. Jurgen Habermas tidak percaya kebenaran lahir dari monolog. Benturan tak terhindarkan, sebab tiap orang dan kelompok menyimpan kehendak menguasai. Ada tujuan atau kepentingan yang tak mau dipecahkan dalam medan dialog, percakapan yang meniscayakan komunikasi, di mana setiap kehendak dan pandangan dipertimbangkan dalam perundingan, dalam aksi saling memahami. Dalam dialog, ada hubungan timbal-balik percakapan, saling mendengarkan, mengemukakan penawaran dan pertimbangan. Tercapainya konsensus dari setiap aksi komunikasi---bagi Habermas, adalah keberhasilan sebuah hubungan, baik di ranah publik maupun antar individu. Dialog yang berdiri di atas keterbukaan---bukan prasangka dan keangkuhan, manjur menutup peluang benturan fisik atau kepentingan yang merugikan masing-masing pihak. Dalam dialog, kalah-menang untung-rugi bukan tujuan. Melainkan upaya menemukan kesepakatan, pengertian, penjagaan tiap-tiap kepentingan dalam perbedaan. Ada konsekuensi-konsekuensi logis yang ditegakkan terhadap pelanggaran. Namun dalam monolog, tersemai benih totaliter, absolut, dan kecongkakan. Tanpa percakapan, segalanya bergerak sebagai fisik.
 
Perang terjadi lantaran dialog tak terselenggara. Masing-masing pihak telah bicara sendiri. Tatkala Basudewa menawarkan perdamaian dengan dialog, Kurawa menolak. Dialog tak terjadi. Kegagalan dialog karena salah satu pihak memasang prasangka sebagai pandangan dalam menyambut ajakan damai. Tak ada dialog. Tak ada keinsafan. Tak ada yang perlu lagi dipertimbangkan. Ketika seseorang menolak dialog, sesungguhnya ia telah mengurung dirinya sendiri dalam kesunyian yang mengerikan. Ia tertipu oleh prasangka. Ia menyiksa dirinya sendiri dengan kecemasan-kecemasan ganjil yang tak dimengerti. Lalu menemui kehancuran yang tak terhindarkan.
 
Tapi dunia selalu gagal berdialog. Apa yang mengemuka hanyalah diri yang berbicara sendiri-sendiri, ramai hasutan, dan peristiwa tiba sebagai potongan-potongan yang tak lengkap. Orang datang dengan prasangka, bahwa dirinya yang paling tak bersalah. Dan di sudut-sudut, kecantikan sangat profan, jadi tontonan yang dipenuhi sorak-sorai, riuh, gemuruh. Bukan keberhikmatan pada jiwa agung seorang ibu.
 
Tembokrejo, 2021

*) Taufiq Wr. Hidayat dilahirkan di Dusun Sempi, Desa Rogojampi, Kab. Banyuwangi. Taufiq dibesarkan di Desa Wongsorejo Banyuwangi. Menempuh pendidikan di UNEJ pada fakultas Sastra Indonesia. Karya-karyanya yang telah terbit adalah kumpulan puisi “Suluk Rindu” (YMAB, 2003), “Muncar Senjakala” [PSBB (Pusat Studi Budaya Banyuwangi), 2009], kumpulan cerita “Kisah-kisah dari Timur” (PSBB, 2010), “Catatan” (PSBB, 2013), “Sepotong Senja, Sepotong Malam, Sepotong Roti” (PSBB, 2014), “Dan Badut Pun Pasti Berlalu” (PSBB, 2017), “Serat Kiai Sutara” (PSBB, 2018). “Kitab Iblis” (PSBB, 2018), “Agama Para Bajingan” (PSBB, 2019), dan Buku terbarunya “Kitab Kelamin” (PSBB, 2019). Tinggal di Banyuwangi, Sekarang Sebagai Ketua Lesbumi PCNU Banyuwangi. http://sastra-indonesia.com/2021/06/kekuasaan-dialog-kecantikan/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria