vendredi 25 juin 2021

Sajak-Sajak A. Muttaqin

jurnalnasional.com
 
Sepuluh Lanturan Tentang Hutan
 
i
Malam adalah telur yang menetas,
dan aku ingin kau tak menetaskanku.
 
Begitu berwarni perangai mimpi,
sedang pagi tinggal kuning tai
 
dan kau tak akan kembali.
Tapi, aku tetap memimpikanmu,
 
keluar dari kuntum bunga dan
berkata, larilah, kejarlah?
 
ii
Darahku membeku.
Sepasang kakiku jadi batu.
Dan, jika ada yang terbang dari ubunku,
itulah yang menumbuhi malam-
malamku.
 
Kau tahu?
 
Duh, bagaimana aku tanya itu padamu,
sementara tak ada angin puyuh
yang sanggup menerbangkan kunang-
kunang dari matamu?
 
iii
Rusukku pun berbulu.
Malam bergemuruh.
dan aku ingin angan jadi ungu,
setenang subuh.
 
Biar kuda-kuda merah meringkik.
Biar langit yang masih punya banyak kerdip itu
memekik.
 
Aku tak ingin seperti kumbang
dan singgah dari kembang ke tembang.
Aku tak ingin jadi jalang dan mengerang
di padang panjang.
 
Sayangku, datanglah kau bagai subuh.
Beri aku pagi dan kupu-kupu
 
iv
Aku sebut namamu,
tapi separuh lidahku jadi batu.
 
Menyebut namamu dengan batu?
Ah, bukankah dengan lidah dan seluruh pun
aku hanya gagu?
 
v
Rambutku mengeras
dan mataku terlepas,
seperti kelereng menggelindingi sepi.
 
Sepinya basah. Oh,
apa mataku sedang menangis sendiri?
Seperti dulu, ketika ia sering
kupakai mencuci bajuku.
 
Ketika
tanganku masih bisa
rasakan air dan dingin.
Ketika
masih ada ledakan-ledakan kecil
di balik dadaku.
Ketika
kuku belum merambat
ke sekujur dagingku
 
vi
Kau tak usah jadi ibu dan mengutukku.
Kini, aku telah sempurna jadi batu,
lebih hening dari spinx
menghikmati sepasang mawar
yang memekari dagingmu.
 
Dan aku pun tak mungkin lagi menikammu,
seperti bayi ranum yang mengasah
segenap taring dan purbaku?
 
Tubuhmu lebih luas timbang waktu.
Dadamu lebih bebas timbang kupu-kupu.
Dan farjimu seganas giras sungai
yang menabrak dan melemparku
ke gunung,
ke kembaranku yang setia
menunggu terjun
 
vii
Kau tahu,
sungai dan batu tak pernah bersekutu?
 
Maksudku, aku tak mungkin
mencumbumu. Aku selalu gagal
mencecap getah perdumu, seperti dulu,
ketika mula belajar tidur.
 
Sebagaimana keinginan kembali
ke gua gaib, di mana tuhan pernah mengintip,
 
membisikkan tiga suku kata
yang memekarkan jantungku:
 
tiga suku kata yang mirip panggilanmu.
 
Hingga,
rusukku yang berbulu itu terbang,
layaknya kupu-kupu lugu yang hinggap
di lengkung alismu,
di kelopak matamu
yang dungu
 
viii
Tapi dungu bukanlah milikmu.
Kau lebih beku dari batu.
Kau lebih ungu timbang masa lalu.
Kau juga melebihi keruh ibuku.
 
Hingga,
aku tak bisa menemukan perutmu.
menyusup ke rahim,
atau mengalir
di arus nadimu.
Menjadi terumbu di laut darahmu,
dan bukan jadi batu yang sendiri,
 
di sini,
di bugil pagi yang menggigil
di bawah kuntum matahari
 
ix
Ini tentu sudah ngelantur, bukan?
tapi tidak. Tidak, Sayangku.
Prihal cinta memang sering tampak ganjil.
Dan mungkin, 1001 pangkur,
1001 mazmur tak akan manjur bertutur.
 
Sebelum kita benar tidur,
baiklah, kulengkapkan cerita ini:
 
Kamu tahu, apa yang diminta Hawa
ketika Adam mulai tergoda?
 
Waktu itu, sorga serupa bunga raksasa
dengan bulu dan sepasang-pasang
penuh warna.
 
Dia meminta itu. Maksudku,
lubang itu. Dan seperti Adam yang merajuk
ceruk hitam, aku terkenang
lubang batang kayu yang
persis milikmu.
Milikmu.
Dan milikmu.
 
Di lubang itu, bersembunyi
ular bermahkota mawar yang membuat
jantung keduanya jadi nanar.
Hingga tanpa sadar
mereka bareng berujar,
 
ajari kami, ajari kami terbang
menuju hulu dan kupu-kupu?
 
Dan mereka pun diajar.
Mula-mula mereka dianjur menjuluri tidur.
Dan tidur mereka jadi ular yang saling membelit,
seperti sepasang kutuk yang melingkari pohon.
 
Pohon yang di tengahnya,
lubang yang tak pernah habis terbakar itu,
tiba-tiba menyala dan menjatuhkan mereka
ke kedalaman panas dan bergetah.
 
Sebutir apel pun pecah.
Sepuluh kupu di pucuk tangan adam terbang,
seperti luput pertama yang berteriak dan meminta:
Bapa! Bapa!
 
:sejak itu, manusia punya kuku
untuk mencakar dan berdoa.
 
x
Pagi jadi bangka.
Waktu seperti lelaki tua
yang diam tak bersuara.
 
Dan, seperti Adam yang kembali terjaga,
aku hanya duka yang menatapmu,
 
menatap dedaun yang tumbuh dan gugur
di wajahmu, seperti jari-jari gaib, melambai
hari-hari yang pucat pergi, tanpa berahi…
 
(2008)
 
 
 
Bunga Batu
 
Duh, bunga batu yang tumbuh di badanku,
aku ingin mencucupmu sekeras batu:
batu yang melahir dan mengutukku.
Lalu, kita sama pergi,
seperti mimpimu,
seperti mimpi batu yang tak mati-mati
dan berkedipan
sepanjang pantai.
Aku tahu,
(seperti yang juga kau tahu),
pantai hanya pantai.
Pantai bukan ibu yang membuat kau dan aku
lebih batu.
Dan aku juga tak mencintaimu seperti cinta batu.
Ketahuilah,
cintaku bukan gelang atau cincin,
cintaku hanya pasang saat aku bimbang
dan tuhan menghilang.
Jangan katakan cintaku bulan, sebab
cintaku hanya bunga api yang menyala pergi.
Jamur-jamur di tubuhku meninggi,
lebih tinggi dari mulutmu,
mulut batu
juga mulut nujum
yang tak pandai
menyebut mati.
Lalu,
aku pun mencucupmu
seperti menciumi selingkar batu
dalam kitaran pantai,
seperti mengitari hari-hari
yang pulang-
pergi
dengan ciuman batu
yang membunuh sang ibu
dan melubangi perahuku?
 
(2008)
 
A Muttaqin lahir di Gresik, Jawa Timur, 11 Maret 1983. Lulus dari Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Surabaya. Ia tinggal dan bekerja di Surabaya, giat di Komunitas Rabo Sore. http://sastra-indonesia.com/2009/03/sajak-sajak-a-muttaqin/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria