mardi 20 juillet 2021

Bangsa

Arie MP Tamba
jurnalnasional.com
 
Ben Anderson, sarjana Amerika yang pernah meneliti fenomena kebangsaan itu, sampai pada perumusan – bahwa bangsa adalah suatu komunitas politik yang dibayangkan – sekaligus terbatas maupun berdaulat. Segenap anggotanya memang tidak akan pernah saling mengenal satu sama lain, namun dalam benak, hidup suatu bayangan akan keterkaitan mereka.
 
Keterkaitan inilah yang terus dipelihara, melalui institusi kebudayaan: sosial, politik, agama, kesenian, dll. Di bidang kesenian khususnya, bagaimana lekatnya karya sastra dengan tegaknya nilai kebangsaan atau bangsa (baca: Indonesia), dapat disimak melalui beberapa karya Pramudya Ananta Toer. A Teeuw (1997) menguraikan secara detail, di antaranya, melalui kupasan atas novel Perburuan (1949).
 
Struktur novel (dengan tokoh-tokoh cerita: Karmin, Hardo, Ningsih, Dipo, dll), menunjukkan ciri-ciri sebuah lakon. Dalam tiga bab pertama urutan adegan terdiri dari dialog-dialog tipikal. Bab akhir menunjukkan kemiripan dengan goro-goro, adegan wayang yang dicirikan oleh “geger” hebat di tengah alam; terjadinya segala macam peristiwa yang gawat dan berbahaya sekaligus.
 
Pada saat Karmin, sekuat tenaga mencoba membantu sahabatnya dan menyelamatkan Ningsih, sedangkan Hardo dan Dipo dibocorkan penyamarannya, kemudian ditahan dan diantar ke kantor lurah, maka dari arah lain muncul sebuah truk dengan orang Indonesia yang berseru lewat pengeras suara bahwa Indonesia telah merdeka. Jepang menyerah pada Sekutu, dan Soekarno dan Hatta memproklamasikan Republik Indonesia.
 
Ini menyebabkan kekacauan besar di kalangan orang-orang Jepang. Sebelum mereka menyerah, terjadi tembak-menembak dengan pihak Indonesia. Dan akhir cerita Perburuan pun cukup tragis, khususnya bagi Hardo; sebab, peluru terakhir membunuh tunangannya, Ningsih.
 
Demikianlah novel yang dipretensikan pengarangnya sebagai “cerita bersemangat anti-Jepang, patriotik, dan ditutup dengan proklamasi kemerdekaan” itu, berakhir tragis. Setelah memperlihatkan, bagaimana kesewewenangan Jepang menghasilkan tirani kekuasaan yang sangat nyata. Khususnya di dalam bab akhir: kepicikan dan kebengisan Jepang, dikisahkan Pram secara gamblang.
 
Tentu saja, dari sisi penceritaan novel, Perburuan akan lebih berhasil sebagai novel patriotik, heroik, bila melukiskan suasana dan kisah perlawanan bawah tanah – ketimbang menyuguhkan dialog-dialog panjang-lebar – antara seorang kere setengah telanjang dengan beberapa orang karibnya. Proklamasi itu juga akan lebih terasa hidup lewat berbagai peristiwa, daripada merenungkannya dari kesedihan Hardo yang kehilangan kekasihnya.
 
Tapi novel Perburuan memang bukan novel aksi, melainkan sebuah kisah kontemplatif, dengan dialog-dialog panjang bahkan bertele-tele sebagai bahan. Namun, dengan kekurangan ini, Pram tetap berhasil memperlihatkan – bahwa menulis sebuah karya sastra – adalah memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan, serta mencoba memahaminya melalui pengalaman eksistensial para tokoh cerita.
 
Novel pun jadi sebuah evokasi, pencitraan kenyataan Indonesia atau ke-Indonesiaan, yang coba dikonkretkan melalui teks sastra. Dengan sengaja menghadirkan sebuah momen kritis – penegakan sebuah bangsa melawan kolonialisme, pengedepanan nilai-nilai kemerdekaan, kebebasan – berhadapan dengan penjajahan oleh bangsa lain.
 
Pram tampak juga mengidentifikasikan dirinya, atau memperlihatkan idealisasinya tentang figur manusia Indonesia melalui tokoh Hardo. Menggarisbawahi kenyataan, bahwa sastrawan tak pernah lepas dari ikatan nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme, sekalipun ia mencoba menafikannya.
 
Dengan cara lain, penyosokan kebangsaan ini terlihat juga dari kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (SCB), yang menerjemahkan kebangsaan dengan menghidupkan inspirasi budaya lokal, mantra, sebagai medan eksplorasi kepenyairannya. Dalam mantra itu, kata-kata bisa hadir sebagai imaji pembentuk suasana magis dan surealis, yang meluluhkan pikiran ke dalam kabut ketidakpahaman.
 
Tapi meski kata-kata di dalam mantra sering tampak tanpa makna, tapi kata-kata itu memiliki kekuatan memukau yang luar biasa. Dunia mantra sepenuhnya tidak rasional. Sebagai ragam tutur estetik, mantra memiliki logika sendirinya. Mantra dicipta dengan tujuan memengaruhi bukan saja jiwa manusia, tetapi juga hewan, tetumbuhan, bahkan makhluk-makhluk halus yang dipercaya bertebaran di sekeliling kita (Abdul Hadi WM, 2007).
 
Ini menjelaskan, karya seni mempunyai kaitan erat dengan konteks ruang dan waktu, nilai-nilai sosial dan pemikiran yang hidup di tengah masyarakatnya. SCB muncul setelah lebih dari 20 tahun wafatnya Chairil Anwar. Dengan kredo kembali ke mantra, SCB tampak melakukan antitesa terhadap kepenyairan (dan cara berbahasa) Chairil. Secara keseluruhan, SCB telah meneguhkan perlunya pengembangan bahasa puisi – bagi seorang penyair – sebagai anak bangsa.
***

http://sastra-indonesia.com/2008/11/bangsa/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria