Arie MP Tamba
jurnas.com
Pada masa awal ‘terbentuknya‘ Indonesia, banyak karya sastra Indonesia yang
bisa menjadi saksi bagaimana proses indonesiasi berlangsung. Dengan penuh
semangat, dalam segala keterbatasan, para sastrawan masa itu menghasilkan karya
mereka berupa buku sederhana, terbitan terbatas, yang kadang beredar dari
tangan ke tangan. Dan setelah kemerdekaan tercapai, sebagian besar penulis itu
kesulitan menyelamatkan naskah mereka.
Beruntunglah Indonesia memiliki seorang HB Jassin. Berkat ketekunan dan
kerja kerasnya, karya-karya imajinatif dan cerdas dari para penulis Indonesia
awal itu, sebagian berhasil diselamatkan HB Jassin dengan cara mengoleksi dan
mengulasnya. Hingga apa yang dikumpulkan HB Jassin ini kelak tercatat jadi
‘pemula‘ sastra Indonesia modern.
Hans Bague Jassin, atau lebih sering disingkat menjadi HB Jassin (lahir di
Gorontalo, 13 Juli 1917 — meninggal di Jakarta, 11 Maret 2000 pada umur 82
tahun) — adalah seorang pengarang, penerjemah, penyunting, dosen, dan kritikus
sastra ternama Indonesia. Ia mendapat banyak penghargaan nasional dan
internasional. Ramon Magsasay Award adalah salah satu penghargaan internasional
yang disematkan padanya.
HB Jassin menyelesaikan pendidikan dasar di HIS Balikpapan, lalu ikut
ayahnya pindah ke Pangkalan Brandan, Sumatera Utara. Di sana ia menyelesaikan
pendidikan menengah (HBS). Dan pada saat itu ia sudah mulai rajin menulis, dan
karya-karyanya dimuat di beberapa majalah.
Dari Medan, ia sempat bekerja sukarela di kota kelahirannya, di kantor
Asisten Residen Gorontalo. Kemudian ia menerima tawaran Sutan Takdir
Alisjahbana untuk bekerja di badan penerbitan pemerintahan Belanda, Balai
Pustaka, Jakarta, pada 1940.
Bergabung dengan Balai Pustaka, perjalanan HB Jassin semakin terfokus ke
dunia sastra. Di Balai Pustaka ia berada di pusat kehidupan sastra Indonesia
yang menggeliat dengan semangat “sastra nasional”. Para penulis generasi baru
Indonesia menjadi teman-temannya. HB Jassin mempromosikan dan menyebarkan
karya-karya mereka, yang berisi pemikiran “keindonesiaan”.
Mulai dari Balai Pustaka, selanjutnya HB Jassin menjadi redaktur dan
kritikus sastra di berbagai majalah. Seperti tak ada habisnya, setiap
penerbitan yang menjadi tolok ukur perkembangan sastra Indonesia menyertakan HB
Jassin sebagai redaktur. Antara lain Pandji Poestaka, Mimbar Indonesia, Zenith,
Sastra, Bahasa dan Budaya, Horison, dan lain-lain.
Dalam masa paling produktifnya, ulasan-ulasan HB Jassin “berpengaruh”
menentukan standar sastra. Meski kritik yang dikembangkannya dianggap bersifat
edukatif dan apresiatif, lebih mementingkan kepekaan daripada teori ilmiah ‘“
banyak sastrawan merasa ‘tidak lengkap‘ bila karyanya belum mendapatkan ulasan
HB Jassin. Sebuah “acc” HB Jassin seperti pengakuan sah tidaknya mereka jadi
sastrawan.
Karena begitu besarnya “pengaruh” HB Jassin, pengarang dan penerjemah Gayus
Siagian (almarhum) menjulukinya Paus Sastra Indonesia. HB Jassin diandaikan
memiliki kapasitas untuk menentukan “benar” dan “salah” dalam sastra Indonesia.
Tentu saja hal ini berlebihan, tapi begitulah adanya.
Pada 1970-an misalnya, ada beberapa penulis senior yang berada di
“lingkaran luar” HB Jassin, sebelum akhirnya diakui ke “lingkaran dalam”. Di
antaranya Motinggo Busye dan beberapa penulis yang aktif menulis novel populer.
Meskipun karya-karya mereka laris di pasar, mereka di “lingkaran luar” karena
“kepausan” HB Jassin belum memperhitungkan karya mereka sebagai sastra serius.
Saat itu istilah ‘sastra populer‘ mengemuka dan menimbulkan polemik.
Hasilnya beberapa penulis sastra populer, di antaranya Motinggo Busye sendiri,
kemudian menulis novelet serius di majalah Horison. Sementara beberapa penulis
populer, dengan ‘sadar‘ membentuk kelompok sendiri di luar hiruk-pikuk sastra
serius.
HB Jassin kerap jadi pusat kontroversi. Pada 1956, ia membela Chairil Anwar
yang dituduh sebagai plagiat, melalui bukunya yang terkenal, Chairil Anwar
Penyair Angkatan 45. HB Jassin sekaligus menobatkan Chairil Anwar sebagai
pelopor angkatan sastra baru setelah Pujangga Baru, yakni Angkatan 45.
Pro-kontra berlangsung. HB Jassin dianggap ‘memaksakan‘ penamaan angkatan
sastra dengan peristiwa politik.
Ia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan (Manikebu) pada 1963, yang
membuatnya dikecam sebagai anti-Soekarno oleh Lekra. Namun ia juga memuat
cerpen Langit Makin Mendung karya Ki Panji Kusmin yang dianggap ‘menghina
Tuhan‘ di majalah Sastra pada 1971. Karena menolak mengungkapkan nama asli si
pengarang, HB Jassin dijatuhi hukuman penjara satu tahun dengan masa percobaan
dua tahun. Tindakannya jadi bukti nyata adanya “perlindungan” atas kebebasan
berekspresi di Indonesia. Sampai kini, siapa Ki Panji Kusmin tetap jadi
‘rahasia‘ HB Jassin dan penulisnya.
Hasil jerih-payah HB Jassin mengoleksi karya sastra, saat ini bisa
ditemukan di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, Taman Ismail Marzuki,
Jakarta. Berdiri sejak 1977, fasilitas itu diberikan oleh Gubernur DKI Ali
Sadikin, untuk mendukung perkembangan sastra Indonesia. Masa itu rumah HB
Jassin memang sudah tak sanggup lagi memuat timbunan buku-buku, kliping,
majalah, dan berbagai surat pengarang yang dikumpulkannya sejak tahun 1940-an.
Dengan adanya PDS HB Jassin, Indonesia telah memiliki pusat dokumentasi
sastra Indonesia terlengkap. Dari sana banyak skripsi, tesis dan disertasi
ditulis, yang kemudian ikut pula didokumentasikan. Labih dari 50 ribu buku dan
majalah sastra, kliping koran, dan catatan pribadi para penulis menanti
peneliti. Ruangan PDS HB Jassin juga terbuka untuk forum diskusi dan kunjungan
sastra dari sekolah dan kampus.
HB Jassin rajin menulis. Kumpulan esai aslinya sekitar 20 buku, dan
terjemahan karya asing sebanyak 10 buku. Buku-bukunya yang paling terkenal
adalah Gema Tanah Air, Tifa Penyair dan Daerahnya, Sastra Indonesia Modern
dalam Kritik dan Esai (empat jilid, 1954-1967) dan interpretasi membaca
Alquran, Alquran Bacaan Mulia. Di dalam buku HB Jassin, Surat-surat 1943-1983,
dikumpulkan sekitar 100 surat dari 100 penulis dan seniman Indonesia.
HB Jassin mendapat gelar sarjana pada 1957 dan Doktor Honoris Causa delapan
belas tahun kemudian di kampus yang sama, Universitas Indonesia. Ia
berkesempatan melakukan studi sastra perbandingan ke Universitas Yale, Amerika
Serikat. Ia menguasai bahasa Inggris, Belanda, Prancis, dan Jerman.
Banyak mahasiswa dan kenalannya mengenang kisah unik HB Jassin di UI. Pada
saat itu ia merangkap sebagai mahasiswa dan pengajar. Selama kelas sastra,
terutama mata pelajaran Jawa kuno, Sansekerta, HB Jassin jadi seorang mahasiswa
yang rajin dan duduk penuh perhatian seperti mahasiswa lainnya.
Tapi ketika mata kuliah Sastra Modern Indonesia, HB Jassin akan berdiri dan
maju ke depan. Memberikan kuliah dengan serius, sebagai seorang Doktor Sastra
Indonesia Modern.
Arie MP Tamba/dari berbagai sumber /16 Nov 2011 http://sastra-indonesia.com/2012/02/memupuk-kebangsaan-dengan-sastra/
S'abonner à :
Publier des commentaires (Atom)
A. Anzieb
A. Muttaqin
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
A.S. Laksana
Abdurrahman Wahid
Acep Zamzam Noor
Adhie M Massardi
Adin
Adrizas
Afrilia
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahmad Faishal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Jauhari
Ahmadun Yosi Herfanda
Aik R Hakim
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Albert Camus
Alex R. Nainggolan
Amanche Franck
Amien Kamil
Aming Aminoedhin
Ana Mustamin
Andra Nur Oktaviani
Andrenaline Katarsis
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Annisa Febiola
Anton Wahyudi
Aprinus Salam
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arif Yulianto
Arifi Saiman
Arswendo Atmowiloto
Arung Wardhana Ellhafifie
Aryo Bhawono
AS Dharta
Asarpin
Atok Witono
Awalludin GD Mualif
Ayesha
B Kunto Wibisono
Badaruddin Amir
Balada
Bambang Bujono
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bantar Sastra Bengawan
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Berita Foto
Bernadette Aderi
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Boy Mihaballo
Budaya
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
D. Zawawi Imron
Daisy Priyanti
Dareen Tatour
Daru Pamungkas
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dharmadi
Dhenok Kristianti
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dina Oktaviani
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
E. M. Cioran
Ebiet G. Ade
Eddi Koben
Edi AH Iyubenu
Edy A Effendi
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Permadi
Eko Prasetyo
Enda Menzies
Ernest Hemingway
Erwin Setia
Esai
Evan Gunanzar
F. Rahardi
Fadllu Ainul Izzi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fairuzul Mumtaz
Fajar Alayubi
Farah Noersativa
Faris Al Faisal
Fatah Yasin Noor
Fathoni Mahsun
Fathurrozak
Fauz Noor
Fauzi Sukri
Fazar Muhardi
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Franz Kafka
FX Rudy Gunawan
Gesang
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Guntur Budiawan
Gus Noy
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hamka
Hari Purwiati
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hasan Gauk
Hasnan Bachtiar
Henriette Marianne Katoppo
Herry Lamongan
HM. Nasruddin Anshoriy Ch
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S. Chudori
I Nyoman Darma Putra
Ida Fitri
Idrus
Ignas Kleden
Ilung S. Enha
Imam Muhayat
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indonesia O’Galelano
Indra Tjahyadi
Indria Pamuhapsari
Irwan Apriansyah Segara
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Zulkarnain
J Anto
Jadid Al Farisy
Jakob Oetama
Jalaluddin Rakhmat
Jamal T. Suryanata
James Joyce
Januardi Husin
Jemi Batin Tikal
Jo Batara Surya
Johan Fabricius
John H. McGlynn
John Halmahera
Jordaidan Rizsyah
Juan Kromen
Judyane Koz
Junaidi Khab
Jurnal Kebudayaan The Sandour
Jusuf AN
K.H. M. Najib Muhammad
Kadjie Mudzakir
Kahfie Nazaruddin
Kamran Dikarma
Kedung Darma Romansha
KH. Ahmad Musthofa Bisri
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anam
Khulda Rahmatia
Kiki Sulistyo
Komunitas Sastra Mangkubumen
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Kuswaidi Syafi’ie
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Leo Tolstoy
Linda Christanty
Linda Sarmili
Lutfi Mardiansyah
M Zaid Wahyudi
M. Adnan Amal
M’Shoe
Maghfur Munif
Mahamuda
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S. Mahayana
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Martin Aleida
Mashdar Zainal
Mashuri
Mbah Kalbakal
Melani Budianta
Mochtar Lubis
Moh. Dzunnurrain
Mohammad Bakir
Mohammad Kasim
Mohammad Tabrani
Muhammad Ali
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Mukhsin Amar
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Musafir Isfanhari
Mustain
Myra Sidharta
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naim
Nanda Alifya Rahmah
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Naufal Ridhwan Aly
Nawangsari
Nezar Patria
Niduparas Erlang
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nur Wahida Idris
Nurel Javissyarqi
Observasi
Ocehan
Pameran Lukisan
Panggung Teater
Pentigraf
Performance Art
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringgo HR
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Puthut EA
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prambudhi Dikimara
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Reko Alum
Remy Sylado
Resensi
Reza Aulia Fahmi
Ribut Wijoto
Rikardo Padlika Gumelar
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riska Nur Fitriyani
Rofiqi Hasan
Rokhim Sarkadek
Roland Barthes
Rony Agustinus
Rosdiansyah
Rozi Kembara
Rx King Motor
S Yoga
S. Arimba
S. Jai
Sabda Armandio
Sabine Mueller
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Samir Amin
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Selendang Sulaiman
Seno Gumira Ajidarma
Shinta Maharani
Sholihul Huda
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Sri Pudyastuti Baumeister
Sugito Ha Es
Sumani
Sumargono SN
Sunan Bonang
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Suripno
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Sutrisno Buyil
Syarif Hidayat Santoso
T Agus Khaidir
T.N Angkasa
T.S. Eliot
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater ESKA
Teater Pendopo nDalem Mangkubumen
Teater Tawon
Tedy Kartyadi
Teguh Winarsho AS
Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo
Tirto Suwondo
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toeti Heraty
Toto Sudarto Bachtiar
Tujuh Bukit Kapur
Udin Badruddin
Umbu Landu Paranggi
Undri
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Vitalia Tata
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Hidayat
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Jengki Sunarta
Welly Kuswanto
Wulansary
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yonathan Rahardjo
Yudha Kristiawan
Yudhistira ANM Massardi
Yukio Mishima
Yusri Fajar
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Zuhkhriyan Zakaria
Aucun commentaire:
Publier un commentaire