dimanche 4 juillet 2021

MODAL ORANG AWAM

Aprinus Salam *
 
Dalam persepektif teori yang dikembangkan oleh Bourdieu, seseorang dalam hidupnya tidak lain mencoba mengakumulasi modal. Kemudian, dia membagi modal itu ke dalam modal sosial, modal budaya, modal ekonomi, dan modal simbolik. Persoalannya, tidak semua orang sukses menabung modal-modal tersebut. Banyak sebab mengapa seseorang gagal mengakumulasi modal-modal dalam hidupnya.
 
Tulisan ini tidak barmakasud menjelaskan mengapa banyak orang gagal dalam mengakumulasi modal-modal dalam hidupnya. Hal itu membutuhkan penjelasan tersendiri yang cukup panjang. Jika sedikit boleh diringkas, selain kepercayaan terhadap takdir, antara lain adanya kekuasaan struktur yang “mengatur” hidup seseorang untuk tidak berkembang kelasnya. Kelas terkait dengan pemilikan modal.
 
Dalam pemahaman lama, struktur kuasa itu menyebabkan yang miskin tetap miskin, yang kaya bertambah kaya. Berbagai sistem yang dibangun tidak cukup membuka peluang bagi yang miskin naik kelasnya. Tentu terdapat di antaranya beberapa pengecualian. Namun, jumlah orang yang miskin dan tidak memiliki modal-modal, sangat banyak.
 
Kegagalan mengatasi kuasa struktur tersebut, dan dalam keadaan miskin modal, menyebabkan seseorang biasanya dimasukkan ke dalam kategori orang awam. Memang, batas dan pengertian orang awam cukup kompleks. Dalam konteks ini adalah mereka yang secara relatif tidak memiliki modal-modal yang cukup sebagai syarat untuk mendapatkan posisi sesuai dengan perbandingan hierakis dalam struktur masyarakatnya.
 
Dengan demikian, dalam konteks ekonomi, orang awam adalah mereka yang hidup serba pas-pasan. Dalam konteks pendidikan adalah mereka yang kurang terdidik atau tidak memiliki pengetahuan memadai. Dalam konteks sosial mereka yang tidak cukup memiliki jaringan teman. Dalam konteks politik adalah mereka yang tidak mengerti atau tidak terlibat dalam politik, dan sebagainya.
 
Dalam struktur yang hierarkis tersebut, sebagai orang awam, mereka harus menghormati, menyegani, atau bahkan mematuhi kepada mereka yang memiliki modal lebih besar, kepada mereka yang kedudukannya lebih tinggi. Kalau tidak patuh, orang awam bisa tidak kebagian rejeki, tidak kebagian kerjaan.
 
Lantas, modal apa yang masih tersisa, walau tidak diakui secara formal dan etik, agar orang awam tersebut bisa mendapatkan posisi sosial dalam masyarakatnya.
 
Pada sebuah pasar kecil, terdapat dua orang pemuda yang kerja sehari-hari sebagai tukang parkir. Sebagai tukang parkir, tidak ada orang yang menghargai mereka. Seseorang kemudian mengambil keputusan sering membawa pentungan ketika sedang bekerja. Sejak itu, orang tersebut sedikit dihargai dan ditakuti.
 
Ketika seorang pejabat lokal bertanya mengapa orang tersebut belakangan suka membawa pentungan, dengan santai orang tersebut menjawab. “Lah Bapak enak. Begitu bertemu dengan Bapak, banyak orang segan dan menghormati Bapak. Bahkan sebagian takut dengan Bapak. Lah saya, dengan membawa pentungan baru orang takut ke saya.”
 
Di desa saya waktu kecil, ada seorang bernama Sampah (Kebetulan panggilannya Sampah, bisa ditanyakan kepada teman-teman saya yang kebetulan tinggal di Airmolek, Riau). Sampah tidak berpendidikan, bodoh, dan pemabuk. Tapi, dia orang yang berani berkelahi. Banyak orang Airmolek yang segan dan hormat padanya.
 
Fakta lain, ada seseorang yang diremehkan karena penampilannya demikian sederhana. Bukan karena orangnya sederhana, tapi karena orang tersebut tidak mampu membeli barang-barang cukup bagus dan berharga. Belakangan, dia membeli beberapa barang palsu bermerek untuk dijadikan sandang atau asesoris. Semenjak itu, mulai ada yang melirik orang tersebut.
 
Di lain kisah, ada seorang pemuda gelandangan yang mencoba menghapal beberapa ayat suci. Dalam beberapa pembicaraan terbuka, orang tersebut mulai faseh melafazkan ayat-ayat suci. Ayat-ayat tersebut kadang dipakai untuk menjelaskan hal-hal untuk menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat. Semenjak itu, beberapa orang mulai memanggilnya ustad. Bahkan masyarakat di lingkungannya mulai menghormatinya.
 
Ada juga kisah seseorang yang dulunya cukup pendiam dan kurang percaya diri karena dia merasa tidak memiliki apa-apa yang bisa diandalkan dalam hidupnya. Belakangan, orang itu menjadi tahu bawah berkat sosmed, ada orang tiba-tiba terkenal karena sering marah-marah dan maki-maki di media sosial.
 
Orang tersebut berkesimpulan, marah-marah dan maki-maki itu penting. Ia pun sekarang sering marah-marah dan memaki. Hanya karena hal-hal yang dia tidak suka dan merasa diremehkan, dia marah-marah. Tidak jarang bahkan memaki-maki dan siap berkelahi. Sejak itu, orang tesebut mulai ditakuti dan disegani.
 
Apa arti, paling tidak, dari lima contoh cerita tersebut. Bahwa orang awam masih memiliki modal untuk berusaha mendapatkan posisi dalam masyarakatnya. Modal tersebut antara lain modal kekerasan dan keberanian di satu sisi dan modal menyamar penampilan atau pengetahuan di sisi yang lain.
 
Teori tersebut perlu diklarifikasi lebih jauh karena terdapat perbedaan penting antara kekerasan, keberanian, dan penyamaran. Hal yang perlu diklarifikasi terutama soal kekerasan. Siapapun tentu tidak boleh menggunakan kekerasan. Hal yang dimaksud dengan kekerasan, keberanian, dan penyamaran di sini terutama terkait dengan pemberdayaan emosi yang mengarah pada simbol-simbol justru untuk mengatasi atau menembus batas hierarki.
 
Artinya, boleh-boleh saja dong masyarakat awam memperlihatkan dirinya bahwa mereka masih memiliki marah, keberanian, dan tipuan penampilan/pengetahuan, agar kehadiran mereka di dalam masyarakatnya juga diperhitungkan. Banyak hal dalam kehidupan ini perlu dilihat dari sisi mereka yang direndahkan atau mereka yang dalam strukturnya ada di bawah dan relatif diremehkan.
 
Yang mengherankan, ada orang yang memiliki modal segalanya, tetapi dia masih suka main kekerasan, marah-marah, dan memaki-maki. Ini sungguh orang yang menghina dirinya sendiri, orang yang tidak bersyukur, orang yang tidak mau berterimakasih pada Semesta. Padahal, kalau dia mau bertindak santun, berkata sopan dan indah, banyak orang yang dengan sukarela akan mengikuti dan menghormatinya.
***

*) Dr. Aprinus Salam, M. Hum., Sastrawan kelahiran Riau, 7 April 1965. Dosen FIB UGM, Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM sejak 2013, Anggota Senat Akademik UGM 2012-2016, Konsultan Ahli Dinas Kebudayaan DIY (2013-2016). Pendidikan S1, Bahasa dan Sastra Indonesia FIB UGM (Lulus 1992), S2 Program Studi Sastra Pasca Sarjana UGM (Lulus 2002, salah satu wisudawan terbaik), S3 Program Studi Sastra (Program Studi Ilmu-Ilmu Humaniora, Pascasarjana FIB UGM, lulus 2010). Alamat website https://aprinussalam.com/ http://sastra-indonesia.com/2021/07/modal-orang-awam/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria