lundi 23 août 2021

KERAGAMAN PENGAPRESIASI SASTRA (15)

Djoko Saryono *
 
/1/
Secara mental psikologis, keragaman pengapresiasi sastra dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu (i) pengapresiasi sastra yang intuitif-afektif, dan (ii) pengapresiasi sastra yang intelektualistis-kognitif. Yang pertama menekankan dan mengutamakan penggunaan unsur-unsur intuitif-afektif dalam melakukan kegiatan apresiasi sastra, sedangkan yang kedua menekankan dan mengutamakan unsur-unsur intelektualistis-kognitif dalam melakukan kegiatan apresiasi sastra. Sebagai contoh, dalam batas-batas tertentu, H.B. Jassin dan Sapardi Djoko Damono merupakan dua pengapresiasi sastra yang condong intuitif-afektif, sedangkan Umar Junus dan Rahmad Djoko Pradopo merupakan dua orang pengapresiasi yang condong intelektualistis-kognitif meskipun keempat orang tersebut berlatar Pendidikan-tinggi sastra dan ahli sastra serta dikenal sebagai kritikus sastra Indonesia papan atas.
 
Perlu diingat di sini bahwa kedua ragam pengapresiasi ini semata-mata mencerminkan jenis, bukan merupakan tingkat kemampuan pengapresiasi sastra. Tak ada jaminan pasti bahwa pengapresiasi sastra yang intuitif-afektif tingkat kemampuannya lebih rendah daripada pengapresiasi sastra yang intelektualistis-kognitif. Misalnya, tak ada jaminan bahwa kualitas H.B. Jassin lebih rendah atau sebaliknya lebih tinggi daripada Umar Junus. Demikian juga tidak ada bukti bahwa pengapresiasi sastra yang intuitif-afektif lebih mudah dan ringan kerjanya dibandingkan pengapresiasi sastra yang intelektualistis-kognitif. Kalau kita menilik kerja Sapardi Djoko Damono dan Rahmat akan terlihat bahwa keduanya bekerja dengan sungguh-sungguh dan sama-sama berat meskipun menempuh jalan dan cara berbeda.
 
/2/
Yang dimaksud dengan pengapresiasi sastra yang intuitif-afektif ialah seseorang yang melakukan kegiatan apresiasi sastra dengan menggunakan unsur-unsur intuitif-afektifnya secara menonjol, tinggi, dan kuat daripada unsur intelektualistis-kognitifnya. Unsur rasa, emosi, kepercayaan, keyakinan, empati, simpati, dan sejenisnya digunakan secara menonjol, dominan, dan kuat dibandingkan unsur-unsur nalar, pikiran, persepsi, dan logika. Hal ini mengimplikasikan bahwa unsur-unsur intelektualistis-kognitif tetap ada dalam kadar tertentu, hanya perannya kalah menonjol, dominan, dan kuat dibandingkan dengan unsur intuitif-afektif. 
 
Pengapresiasi sastra yang cenderung intuitif-afektif melakukan kegiatan apresiasi sastra untuk memperoleh kenikmatan-kenikmatan dari sastra, suatu keterhiburan sastra (literary enjoyment). Dia menghanyutkan dan menenggelamkan diri, tanpa menjaga jarak dan kesadaran, ke dalam karya sastra yang diapresiasinya. Itulah sebabnya, dia akan memperoleh banyak pengalaman dan hiburan, tapi mungkin tidak akan memperoleh pengetahuan dan kesadaran. Dikatakan demikian karena pengetahuan dan kesadaran pada umumnya dapat diperoleh dengan proses pemikiran dan penalaran yang dipandu oleh daya intelektual dan kognisi, sedang pengalaman dan hiburan dapat diperoleh dengan intensitas rasa dan selera yang dipandu oleh emosi dan afeksi.
 
/3/
Pengapresiasi sastra yang intelektualistis-kognitif ialah seseorang yang melakukan kegiatan apresiasi sastra dengan menggunakan unsur-unsur intelektualistis-kognitif secara menonjol, dominan, dan kuat dibandingkan dengan unsur-unsur intuitif-afektif. Unsur logika, persepsi, nalar, pikiran, dan sejenisnya digunakan secara menonjol, dominan, dan kuat dibandingkan unsur-unsur rasa, emosi, empati, dan kepercayaan diri. Hal ini mengimplikasikan bahwa unsur intuitif-afektif tetap ada, hanya perannya kalah menonjol dan kuat dibandingkan dengan unsur intelektualistis-kognitif.    
 
Pengapresiasi sastra yang condong intelektualistis-kognitif melakukan kegiatan apresiasi sastra bukan untuk literary enjoyment semata-mata, melainkan setingkat lebih tinggi daripada itu, yaitu sesuatu yang bermakna dan berguna bagi dirinya. Dia menceburkan dan memasrahkan diri, tetapi tidak menghanyutkan dan menenggelamkan diri, ke dalam karya sastra. Karena itu, jarak dengan karya sastra dijaga adanya dan kesadaran digunakan sesuai keperluannya. Itulah sebabnya, dia akan banyak memperoleh pengetahuan dan kesadaran, dan mungkin juga pengalaman dan hiburan. Dikatakan demikian karena pengetahuan dan kesadaran dapat diperoleh dengan pemikiran dan penalaran yang dipandu oleh intelektual dan kognisi, sedangkan pengalaman dan hiburan di samping dapat diperoleh dengan intensitas rasa dan selera juga bisa diperoleh melalui proses pemikiran dan penalaran.
 
/4/
Di atas sudah disinggung bahwa pengapresiasi sastra yang intuitif-afektif secara menonjol, dominan, dan kuat menggunakan intuisi dan afeksi daripada intelektual dan kognisi; dan pengapresiasi sastra yang intelektual-kognitif secara menonjol dan kuat menggunakan intelektual dan kognisi daripada intuisi dan afeksi. Ini menunjukkan bahwa dalam masing-masing ragam pengapresiasi sastra selalu ada unsur-unsur tersebut di atas, hanya kadar penggunaannya tidak sama. Lebih jauh hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengapresiasi sastra yang semata-mata dan murni intuitif-afektif atau intelektualistis-kognitif; dalam kadar tertentu pengapresiasi sastra yang intuitif-afektif menggunakan intelektual dan kognisi; sebaliknya, dalam kadar tertentu juga pengapresiasi sastra yang intelektualistis-kognitif menggunakan intuisi dan afeksi.
 
Hal tersebut mengimplikasikan bahwa keragaman pengapresiasi sastra sebenarnya merupakan suatu kontinum yang bertitik ekstrem pada dua ragam yang telah dijelaskan di atas. Di antara rentangan garis kontinum yang bertitik ekstrem pada ragam pengapresiasi yang intuitif-afektif dan intelektualistis-kognitif terdapat berbagai ragam pengapresiasi sastra yang lain. Di tengah garis kontinum kita bisa menemukan ragam pengapresiasi sastra yang intuitif-afektif sekaligus intelektualistis-kognitif, yaitu pengapresiasi sastra yang menggunakan intuisi-afeksinya dan intelektual-kognisinya secara berimbang dan padu dalam melakukan kegiatan apresiasi sastra.
 
Pengapresiasi sastra yang intuitif-afektif sekaligus intelektualistis-kognitifmampu mengatur dirinya sendiri pada saat melakukan kegiatan apresiasi sastra. Dia dapat mengatur kapan harus menggunakan nurani dan rasanya dan kapan menggunakan nurani dan budinya, kapan harus menghanyutkan dan menenggelamkan diri ke dalam karya sastra yang diapresiasi dan kapan harus menjaga jarak agar bisa memahami karya sastra yang diapresiasi, kapan harus menggunakan kesadarannya dan kapan menggunakan ketidaksadaran dan kebawahsadarannya. Dengan kata lain, dia mampu menguasai dan mengendalikan dirinya sendiri, dan bukan hanya dikuasai dan dikendalikan, dalam melakukan kegiatan apresiasi sastra. Karena itu, dia mampu melukiskan sekaligus menjelaskan, menceritakan sekaligus menerangkan apa yang diapresiasinya. Di samping itu, dia mampu memperoleh pengalaman, pengetahuan, kesadaran, dan hiburan sekaligus dalam apresiasi sastra. Pengapresiasi sastra semacam ini bisa dikatakan merupakan ragam pengapresiasi yang ideal.
 
Bersambung 16

*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional. http://sastra-indonesia.com/2021/08/keragaman-pengapresiasi-sastra-15/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria