Wahyu Hidayat *
/Ulang Tahun/
Aku menatap wajah ibu yang dibingkai album penuh debu
wajahnya lebih terang dari nyala lilin dan blitz kamera
tangan ibu menggenggam tanganku dari belakang
aku meniup lilin dan api padam setelah tiga kali tiupan
Wajahku celingukan dan wajah ibu kini cahaya bulan
bibir ibu tersenyum seperti rambai
dan diam-diam air matanya jatuh dan mengristal
di atas bulat roti yang hendak kami makan
/Kursi Tua/
Pada potret lain dalam album yang sama
ibu sendirian di atas kursi tua
rambutnya tergerai dan dalam matanya
sebanyak cerita tenggelam dan rahasia
/Pesawat/
Ibu membisikkan pesan mataku
ke seorang pramugari
tanganku gemetar dan dingin
menatap sayap pesawat dari jendela
Pada jeda yang singkat,
dua pramugari mengajakku berfoto
dan wajah ibu
adalah pohon-pohon yang menjaga bumi
/Kapal/
Aku hendak tidur
sebab ketakutan membikin mataku mengantuk
tapi ibu meraih jemariku dan menawarkan ketenangan
seperti ikan-ikan dalam bening kolam
"Ayo ke dek kapal," ajaknya
dan kami menatap seluas laut dan awan putih
para angin mengacau rambut ibu
dan tak ada pulau-pulau di mataku
/Teluk Jagung/
Di seluas laut dalam ceruk mataku
ada tongkang yang mengapung
dalam mata ibu ada selapang kenangan
yang menjaga seluruh usiaku
Saat mata kami saling bertemu
ombak menabrak karang dan menuju ke tepian
angin berlari, awan-awan membiak, para daun tersibak
dan sebanyak trinil pergi melawan arah angin
/Album Kenangan/
Saat telah dewasa kami jarang berfoto berdua
aku lebih sering mencuri foto ibu saat menjahit atau mendongeng
ibu tak mengetahui apapun
tentang foto-fotonya dalam album
Tapi aku dan ibu saling mengerti:
bahwa kami senantiasa abadi--lebih kekal dari album kenangan
lebih limpah dari batu bara yang dibawa tongkang
: sebab dalam tubuhku, mengalir darah ibu.
Jember, 2019
*) Wahyu Hidayat, lahir di Banyuwangi 28 Oktober 1995. Pendiri Komunitas Tulis Graps, dan bergiat di Komunitas Tobong Karya. Beberapa kali mendapat penghargaan, di antaranya: Juara 2 Radar News Competition, Juara 3 lomba cipta puisi Dewan Kesenian Blambangan, masuk 20 besar sayembara manuskrip puisi Dewan Kesenian Jawa Timur, dan Juara 2 lomba cipta puisi 7 kota (Banyuwangi, Jember, Situbondo, Bondowoso, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan) yang diadakan Universitas Jember (UNEJ). Puisi-puisinya termuat di koran, majalah dan antologi: Banyuwangi dalam Langgam, Merangkai Damai, Sastrawan Jilid III, Merupa Tanah di Ujung Timur Jawa, Puisi Sakkarepmu, Balada Tanah Takat. Kumpulan puisi pertamanya, Kesaksian Musim (2016). Santri Darussalam Blokagung. Dapat berkomunikasi melalui Facebook: Wahyu Lebaran atau Instagram: @wahyulebaran.
http://sastra-indonesia.com/2020/06/album-kenangan/
/Ulang Tahun/
Aku menatap wajah ibu yang dibingkai album penuh debu
wajahnya lebih terang dari nyala lilin dan blitz kamera
tangan ibu menggenggam tanganku dari belakang
aku meniup lilin dan api padam setelah tiga kali tiupan
Wajahku celingukan dan wajah ibu kini cahaya bulan
bibir ibu tersenyum seperti rambai
dan diam-diam air matanya jatuh dan mengristal
di atas bulat roti yang hendak kami makan
/Kursi Tua/
Pada potret lain dalam album yang sama
ibu sendirian di atas kursi tua
rambutnya tergerai dan dalam matanya
sebanyak cerita tenggelam dan rahasia
/Pesawat/
Ibu membisikkan pesan mataku
ke seorang pramugari
tanganku gemetar dan dingin
menatap sayap pesawat dari jendela
Pada jeda yang singkat,
dua pramugari mengajakku berfoto
dan wajah ibu
adalah pohon-pohon yang menjaga bumi
/Kapal/
Aku hendak tidur
sebab ketakutan membikin mataku mengantuk
tapi ibu meraih jemariku dan menawarkan ketenangan
seperti ikan-ikan dalam bening kolam
"Ayo ke dek kapal," ajaknya
dan kami menatap seluas laut dan awan putih
para angin mengacau rambut ibu
dan tak ada pulau-pulau di mataku
/Teluk Jagung/
Di seluas laut dalam ceruk mataku
ada tongkang yang mengapung
dalam mata ibu ada selapang kenangan
yang menjaga seluruh usiaku
Saat mata kami saling bertemu
ombak menabrak karang dan menuju ke tepian
angin berlari, awan-awan membiak, para daun tersibak
dan sebanyak trinil pergi melawan arah angin
/Album Kenangan/
Saat telah dewasa kami jarang berfoto berdua
aku lebih sering mencuri foto ibu saat menjahit atau mendongeng
ibu tak mengetahui apapun
tentang foto-fotonya dalam album
Tapi aku dan ibu saling mengerti:
bahwa kami senantiasa abadi--lebih kekal dari album kenangan
lebih limpah dari batu bara yang dibawa tongkang
: sebab dalam tubuhku, mengalir darah ibu.
Jember, 2019
*) Wahyu Hidayat, lahir di Banyuwangi 28 Oktober 1995. Pendiri Komunitas Tulis Graps, dan bergiat di Komunitas Tobong Karya. Beberapa kali mendapat penghargaan, di antaranya: Juara 2 Radar News Competition, Juara 3 lomba cipta puisi Dewan Kesenian Blambangan, masuk 20 besar sayembara manuskrip puisi Dewan Kesenian Jawa Timur, dan Juara 2 lomba cipta puisi 7 kota (Banyuwangi, Jember, Situbondo, Bondowoso, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan) yang diadakan Universitas Jember (UNEJ). Puisi-puisinya termuat di koran, majalah dan antologi: Banyuwangi dalam Langgam, Merangkai Damai, Sastrawan Jilid III, Merupa Tanah di Ujung Timur Jawa, Puisi Sakkarepmu, Balada Tanah Takat. Kumpulan puisi pertamanya, Kesaksian Musim (2016). Santri Darussalam Blokagung. Dapat berkomunikasi melalui Facebook: Wahyu Lebaran atau Instagram: @wahyulebaran.
http://sastra-indonesia.com/2020/06/album-kenangan/
Aucun commentaire:
Publier un commentaire