(SELEPAS BATU)
SINOPSIS
Risalah Tujuh Bukit, risalah tanda, risalah peristiwa dan
risalah rasi bintang. Risalah tujuh bukit adalah fase perjalanan
manusia-manusia menemu diri dalam ruang tingkat dan berjenjang. Manusia yang
lahir, tumbuh berkembang sampai ia meninggalkan alam fana.
Tujuh bukit juga perjalanan spiritualitas, mulai dari
“ngelmu alif tumeko samudraning rasa”
sebagai ilmu (bakal menempuh perjalanan mengarungi samudera kehidupan). Pun
prosesimenggali air kehidupan (tirta kamandanu) dari pribadi manusia untuk
menyatukan mikro-kosmos dan makro-kosmos. Kemudian wadak tubuh bergolak
terpukau dan melewati pergolakan batin sampai menanjak menuju puncak bukit (tajalli).
Lalu pribadi dalam gelombang batin, pertarungan material dan imaterial. Pribadi
itu lantas berserah pasrah di haribaan tuhannya “nyawijining rasa tumindak’e
budi bekerti” disela perjalanan itu, sang pencari menemui dan menuang sajak:
“bukit-bukit itu sasmita
Risalah rasi bintang
Kemana arah pulang
Sedang mercusuar itu tumbang”
Sebuah pertunjukan dengan pola tujuh titik. Semacam
diorama hidup bertutur perjalanan menemui diri untuk sampai pada semesta
keabadian.
“Tata terus salira gusti
beninge rasa, pambuka kamulyan...”
OPENING:
Sosok-sosok berjalan menempuh awal perjalanan, mereka
menuju bahtera perjalanan laku spiritual dengan serempak melantunkan “ngelmu
alif tumeka samudraning rasa”. Dalam perjalanan mereka dihaturkan sebuah penggalan
sajak:
“Alifmu
pedang di tanganku
Susuk di dagingku
Kompas di hatiku”
Mereka masih bersama-sama melantunkan “ngelmu alif tumeka
samuderaning rasa” lalu berikrar bersama-sama:
Alifmu pataka”
Pataka dibelah tujuh
Menembus lapis petala langit
Alifmu pataka
Rambut dibelah tujuh
Menembus lapis magma bumi”
Mereka menuju perjalanan untuk sampai pada titik
persinggahan pertama, di sebuah bekas bukit yang sudah ditambang. Di titik
pertama, mereka menempuh bahtera qudrah.
PERSINGGAHAN PERTAMA: BAHTERA QUDRAH
Di sebuah bahtera mereka menempuh berbagai peristiwa, di
atas kapal mereka menjadi awak kapal yang menempuh perjalanan, ada yang jadi
nahkoda, kelasi kapal dan ada yang memegang lampu badai, sampai mereka
menyaksikan dari atas kapal, di mana saat itu juga mereka terombang-ambing oleh
badai dan gelombang, suasana mencekam, mereka ingin singgah akan tetapi,
mercusuar yang mereka cari sudah hampir tumbang, lalu salah seorang dari mereka
mengucapkan potongan sajak:
“Bukit-bukit itu sasmita
Risalah rasi bintang
kandungan ibu, paku bumi
dihempas badai”
seluruh awak kapal hamper terombang-ambing, ada yang
bergulung-gulung, ada yang terjungkal, akan tetapi mereka tetap berusaha teguh
dalam menempuh perjalanan.
PERSINGGAHAN KEDUA: MENGGALI AIR NURANI
Selepas mengarungi samudera, sosok-sosok mulai
menggali-gali sumber air kehidupan. Mereka menggali tanah, udara, api dan
logam, di bekas sebuah tambang batu yang kedua, mereka menerka-nerka bahwa
sumber mata air ada di luar dirinya, akan tetapi mereka tertipu, ternyata
sumber itu berada di dalam dirinya sendiri. Mereka mengeksplorasi gentong
dengan bergumam di dalam gentong, menabuh-nabuh dimulai dari kesunyian diri
sampai bergolak , di sekililing mereka dipagari dengan bebatuan kecil dan
lampu-lampu kecil di atas cobek sejumlah Sembilan. Kemudian berusaha keluar
dari lingkaran yang mengepung dirinya. Lalu mereka menempuh perjalanan pada
persinggahan ketiga, menuju pertemuan jagat alit dan jagat gedhe.
PERSINGGAHAN KETIGA: ASMARAGAMA (MANUNGGAL JAGAT ALIT LAN
JAGAT GEDHE)
Lokasinya di sebuah lereng bukit ketiga, diawali dengan
dengan sesosok yang menyuarakan penggalan tembang:
“Aduh Gusti pakertining ngelmu
ingkang tumrap ning ngalam dunyo
Agomo ageming aji.
Sopo entuk wahyuning Allah
Gyo dumilah mangulah ngelmu bangkit
Bangkit mikat reh mangukut”
Kemudian tembang itu lagukan, tembang pangkur, suasana
tepatnya di bawah pohon yang di gantungi dengan kukusan yang berisi air. Di
bawahnya ada sosok yang sedang mencangkul tanah harapan unruk ditanami
biji-biji kearifan,, yang kelak tumbuh dan berkembang. Hingga bisa buat
bernaung dan buahnya kelak menjadi bekal menuju keabadian. Saat melalukan ini
didiringi ritus tarian-tarian eksploratis dan magis.
PERSINGGAHAN KEEMPAT: AKAR KENANGAN
Selepas menumpuh perjalanan penyatuan diri dan semesta,
sosok itu kemudian menguarai beberapa kenangan akan dirinya. Kepala dia
digelantungi dengan akar-akaran yang di sambungkan dengan bebatuan atau
orang-orangan yang membawa, bara (abu), es batu balok (dingin), kering
(dedauanan dan ranting kering), serta batu-batu yang tidak beraturan. Lalu
sosok itu mencoba terlepas darinya. Dan perlahan-lahan melepaskan akar kenangan
dan menempuh perjalanan selanjutnya. Lalu berujar: kucari semesta, kupilih
semesta, jadilah semesta!
PERSINGGAHAN KELIMA: PIRAMIDA TAJALI
Muncul dari balik gelapan, suara remang-remang, lalu
sosok-sosok itu memasuki area sisa tambang batu yang dibangun sebuah piramida
alam semesta (benda-benda, mahluk dan pengejawantahan yang Esa). Mereka menuju
tempat itu dengan riang dan melantukan nyanyian yang riang:
Preng reketek
gunung gampimg ambrol
Susu mentek-mentek
bokong gedhe megal-begol.
Lalu mereka naik piramid dari batang bamboo itu secara
perlahan-lahan sambil membacakan “cinta adalah hembusan angin”. Sampai salah
satunya di atas, lalu melihat ke bawah, dan menyuarakan suara bebukit:
Bukit satu persatu gugur
Terpencar acak-acakan
Berhamburan bagai kapas
Diterbangkan kebringasan
Diterjang angkara murka
Tandon hayat pun jadi mayat
Lalu bergerak-gerak lagi dan kembali mengutarakan kondisi
alam yang telah hina dina, dengan menyuarakan:
Tujuh bukit tercerai berai
Ke mana arah pulang
Jika mencusuar itu tumbang!
Lalu mereka turun perlahan-lahan dengan tenang dan
setelah sampai di bawah mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih bersahaja,
dengan melantunkan:
pring reketeg gunung gamping ambrol
ati kudu teteg ja nganti urip kagol
pring reketeg gunung gamping ambrol,
uripa sing jejeg nek ra eling jebol
sampaikan mereka menuju pada persinggahan yang ke enam.
PERSINGGAHAN KEENAM: SALIK SUNGSANG (PERTARUNGAN MATERI
DAN IMATERI)
Di kaki bukit sisa tambang. Sosok ini selepas dari
perjalanan tajali, ia mengalami ujian dalam kehidupan yang telah dikusai oleh
segala bentuk atribut dan benda-benda yang dimuliakan, disanjung dan
dikeramatkan, ia mencoba keluar dari dunia materi dengan cara mati ing njeroni
urip, ia dalam kondisi sakau, menimbang kesaksian akan ke-Esa-an dengan
manusia-manusia yang telah diperbudak pangkat dan benda-benda. Dalam
pertaruhanya ia berusaha kokoh, tetapi selalu dihinggapi oleh mimpi-mimpi yang
menjelma anatomi kematian yang terbaca secara terbata-bata. Akan tetapi dengan
keteguhan dalam menempu ujian ia mencoba berserah pasrah pada yang kuasa
segala. Dengan yakin dalam diri dan mengutarakan:
Alif jisim latif.
naqdu
jauhar sejati,
ialah syahadat jati.
darah hidup.
rasa sejati
Dzat Sukma
PERSINGGAHAN KETUJUH: PERENUNGAN
Lalu sampai pada persinggahan yang ketujuh, di mana ia
melakukan perenungan dan membaca sebuah pengetahuan yang ia peroleh dan
berujar:
adakah cinta yang bersumpah pada langit dan bumi?
suatu saat nanti langit runtuh, bumi terbang bagai kapas
keagungan cinta siapa yang kau bicarakan,
perjalanan panjang mana untuk sampai?
sebab keagungan cinta adalah milik Maryam kepada isa
dan perjalanan panjang adalah ketika musa membelah
dan melewati laut merah.
adakah yang lebih berat dari bumi?
Ada, beban ibu ketika mengandung dan melahirkan
adakah yang lebih tinggi dari langit?
ada, harapan ayah ketika mendidik dan membesarkan anaknya
cinta adalah hembusan angin
diiringi dengan beberapa sosok yang mendengarkan, lantas
perlahan-perlahan bangun dan menebarkan dedaunan kering dan diiringi dengan
tembang.
CLOSING
Seluruh pemain duduk melingkar di tengah-tengah ada tumpeng dan dibacakan doa, kidung rumekso
ing wengi:
Ana kidung rumekso ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
niwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirno
Sakehing lara pan samya bali
Sakeh ngama pan sami mirunda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning
Wong lemah miring
Myang pakiponing merak
Pagupakaning warak sakalir
Nadyan arca myang segara asat
Temahan rahayu kabeh
Apan sarira ayu
Ingideran kang widadari
Rineksa malaekat
Lan sagung pra rasul
Pinayungan ing Hyang Suksma
Ati Adam utekku baginda Esis
Pangucapku ya Musa
Napasku nabi Ngisa linuwih
Nabi Yakup pamiryarsaningwang
Dawud suwaraku mangke
Nabi brahim nyawaku
Nabi Sleman kasekten mami
Nabi Yusuf rupeng wang
Edris ing rambutku
Baginda Ngali kuliting wang
Abubakar getih daging Ngumar singgih
Balung baginda ngusman
Sumsumingsun Patimah linuwih
Siti aminah bayuning angga
Ayup ing ususku mangke
Nabi Nuh ing jejantung
Nabi Yunus ing otot mami
Netraku ya Muhammad
Pamuluku Rasul
Pinayungan Adam Kawa
Sampun pepak sakathahe para nabi
Dadya sarira tunggal
SELESAI
(diramu kembali pada Februari 2019).
________________
*) Rakai Lukman, lelaki kelahiran Desa Sekapuk Ujung
Pangkah Gresik, RT. 04 RW.03. Nama Aslinya: Luqmanul Hakim. Semasa kecilnya
menikmati bangku sekolah di TK dan MI Bahrul Ulum Sekapuk. Remajanya di sekolah
Mts. Dan MAK Assa’adah Bungah Gresik, sempat dalam asuhan PonPes Qomaruddin
Sampurnan Bungah selama kurang lebih enam tahun. Di bangku Aliyah mulai
berkenalan dengan teater dan puisi. Sejak saat itu ia tergabung dalam kelompok
teater pelajar, Teater Havara MA Assa’adah Bungah. Juga diberi kesempatan
sebagai Ketua EXIST (Extra Ordinary of Islamic Student).
Selanjutnya pada jenjang perguruan tinggi negeri, ia
singgah di IAIN Sunan Kalijaga, berkenalan dengan Teater ESKA IAIN SUKA. Selama
setahun ngangsuh kaweruh di situ. Selanjutnya dengan beberapa teman mendirikan
Sanggar Jepit di Yogyakarta. Lalu nimbrung di Roemah Poetika, ikut ngaji puisi.
Juga diberi kesempatan jadi Ketua IMAGE (Ikatan Mahasiswa Gresik di
Yogyakarta).
Tahun 2010, pulang ke kampung Halaman, kembali
bersinggungan dengan dunia teater dan pernik-pernik kesenian. Ikut ngopi dan
nongkrong di KOTASEGER (Komunitas Teater Sekolah Sekab. Gresik). Pun diberi
kesempatan bertegur sapa dengan DKG (Dewan Kesenian Gresik), sebagai ketua Biro
Sastra 2016-2021. Ia sempat sebagai Pembina Ekstra Teater di SMKN 1 Sidayu,
Teater Cakrawala SMK Ihyaul Ulum Dukun. Juga menjadi Guru tiban SBK di SMK
Ihyaul Ulum Dukun Gresik.
Dari tahun 2000 sampai sekarang, beberapa karyanya ikut
nampang di alam kesusastraan, di antaranya: 1). Antologi bersama dalam “Kitab
Puisi I Sanggar Jepit” tahun 2007, “Burung Gagak dan Kupu-kupu” tahun 2012, dan
“Lebih Baik Putih Tulang Dari pada Putih Mata” Seratus Penyair Nusantara,
Festival Puisi Bangkalan II, tahun 2017. 2). Beberapa essai dalam “Seratus Buku
Sastra Indonesia Yang Patut Dibaca Sebelum Dikuburkan” Iboekoe tahun 2007. 3).
Cerpen “Gadis Kebaya Ungu” menjadi cerpen pilihan terbaik, pada Lomba Ukiran
Karya Hati (LUKH) tahun 2010. 4). Puisi dan cerpennya dipublikasikan di Arena,
Advokasia, Balipost, Majalah Sabili, buletin sastra Pawon Solo, Buletin
Gerawasi. 5.) Naskah Teater (Para Pejalan lelah, Fatrah, Merah Putih Tak
Bertuah, Laskar Bersarung, Ratapan lelaki Senja, Tuffah dan Delima Separuh).
6). Puisi “Santri Bengawan”, menjadi puisi terbaik pada lomba SMP (santri
menulis puisi) tahun 2017.
Dari tahun 2000 sampai 2017, diberi kesempatan ikut dalam
beberapa proses pertunjukan, di antaranya: 1). Pementasan “Petang di Taman”
Karya Iwan Simatupang (T. Havara) di AULA SMAN I Gresik, tahun 2001. 2).
Pementasan Teaterikalisasi Puisi “Isyarat Jibril” (T. ESKA) di AULA UIN Sunan
Kalijaga, tahun 2003. 3). Pementasan “Yang Paling Tidak Sopan” (Sanggar Jepit)
dipentaskan di 4 kota (Yogyakarta, Kudus, Pemalang dan Surabaya) tahun 2004.
4). Sutradara “Para Pejalan Lelah” (S. Jepit) tahun 2007 di Café PUB
Yogyakarta. 5). Pementaskan Naskah “Tiang Debu” (Gresik Teater) di Gedung Cak
Durasim pada acara KTI tahun 2010. 6). Penulis Naskah dan Sutradara “Merah
Putih Tak Bertuah” (T. Paser)
dipentaskan di Lap. STAI Qomaruddin tahun 2011. 7). Pementasan Performance
Art “Air Mata Tanah” (Gresik Teater) pada teater ruang publik Festival Seni
Surabaya 2010 di Monkasel Surabaya. 8).
Penulis Naskah dan Sutradara “Ratapan Lelaki Senja” dipentaskan di AULA IAIN
Sunan Ampel Surabaya tahun 2012. 9). Pembaca Puisi pada “Penyair Muda Baca
Puisi” di Taman Budaya Yogyakarta tahun 2006. 10). Penulis Naskah dan Sutradara
Drama kolosal “Laskar Bersarung”, produksi bersama MA Ihyaul Ulum dan KORAMIL
Dukun tahun 2015, dipentaskan di lapangan Sambo Dukun Gresik. 11). Mementaskan
monolog puisi “Mega Bukit” pada acara Sadu II Teater Akeq IAI Qomaruddin Bungah
Gresik dan Terminal Budaya Lintas Jatim XI Teater Ndrinding SMAHITS Lowayu
Dukun Gresik, tahun 2017.
Dalam beberapa tahun terakhir diberi amanat untuk menjadi
pemateri Diklat di beberapa sekolah di kabupaten Gresik, diantaranya: T. Cepak
(SMAN I Gresik), T. Pendopo (MAN Bungah), T. Havara (MA Assa’adah), T. Lampu
(SMAN I Sidayu), T. SAQ (SMA Assa’adah), T. Sakalentang (SMA Al-Karimi
Tebuwung) T. Pager MA Ihyaul Ulum Canga’an. Juga menjadi Juri di berbagai
perlombaan, diantaranya: Pantomim TK tingkat kecamatan (Bungah dan Panceng),
lomba teater di SMK NU Trate se Kab Gresik, Lomba Baca Puisi dan teater di MAN
Bungah, Juri puisi Aksioma di desa Wotan sekecamatan Panceng. Kini bercita-cita
membentuk komunitas dengan nama JANPOET (Jam’iyah Art ‘N Poetika), sekaligus
pengen punya Langgar Baca. Semoga tercapai. Amin. No Kontak: 08563229239 E-mail
: ulyadzirwa@gmail.com/sastradkg2017@gmail.com
http://sastra-indonesia.com/2019/08/risalah-tujuh-bukit/
Keterangan Foto: Pemain dari Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (Kota Seger) mementaskan pertunjukan teater berjudul Risalah 7 Bukit (Selepas Batu) di Gedung Kesenian Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (25/4/2019) malam. Pertunjukan yang dimainkan 15 pemain itu merupakan salah satu acara Apresiasi Seniman Jawa Timur. ANTARA FOTO/DidikSuhartono/aww.
Keterangan Foto: Pemain dari Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (Kota Seger) mementaskan pertunjukan teater berjudul Risalah 7 Bukit (Selepas Batu) di Gedung Kesenian Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (25/4/2019) malam. Pertunjukan yang dimainkan 15 pemain itu merupakan salah satu acara Apresiasi Seniman Jawa Timur. ANTARA FOTO/DidikSuhartono/aww.
Aucun commentaire:
Publier un commentaire