mercredi 22 juillet 2020

Kau Tidak Menulis Pram, Kau Berak

Nara Ahirullah *

Radar Madura, 9 Feb 2011


Sastrawan, penulis yang juga seorang jurnalis Pramoedya Ananta Toer punya idola penulis juga bernama Idrus (Abdullah Idrus 1921-1979). Saat itu Pramoedya masih sangat muda, bertemu dengan penulis idolanya adalah impiannya. Dia selalu berharap bisa belajar pada Idrus.


Hingga suatu hari Pramoedya bersama seorang kawannya bisa bertemu dengan Idrus. Kata yang keluar dari mulut Idrus pada Pramoedya ternyata kurang enak didengarnya. "Oh ini Pram, Kau Tidak Menulis Pram, Kau Berak" kata Pramoedya menirukan kata-kata idolanya itu dalam sebuah film dokumenter di saat-saat terakhir hidupnya. Pramoedya tak berkata apa-apa, dia diam dan tak pernah lagi bicara pada Idrus meski masih mengidolakannya.


Sepotong cerita sarkastik dan vulgar dari Pramoedya itu bisa menjadi literasi menarik berkaitan dengan Hari Pers Nasional (HPN) ke-65  yang jatuh pada 9 Februari 2011 kemarin. Jika dikaji lebih dalam, cerita Pramoedya itu seakan menampar wajah pers dan produknya. Jangan-jangan sekarang banyak orang yang ingin bicara seperti itu pada jurnalis! Sebab, penyetaraan semacam itu mengingatkan bahwa produk jurnalisme sebaik apapun selalu mengandung kekurangan bagi orang lain.


Idrus  mungkin punya ukuran sendiri tentang bagus atau jeleknya tulisan atau hasil penelusuran jurnalistik Pramoedya. Tapi yang jelas, hari ini semua jurnalis sudah dibatasi dengan kode etik jurnalisme. Dengan kode etik itu tidak ada lagi tulisan bagus atau tidak jelek. Produk jurnalisme sudah bergeser pada penilaian subjektif atau objektif.


Tumbuhkembangnya media massa pascareformasi seperti jamur di musim hujan membuat pergeseran nilai itu menjadi rumit. Sebab, media massa tidak hanya berebut informasi dan akurasi berita, tapi juga berebut kecepatan dan perhatian di hati pembacanya. Itu berkaitan juga dengan perebutan "kue" lainnya untuk menghidupi media-media yang bersaing itu.


Persaingan itu membawa jurnalisme dan media pada kehidupan pasar. Tapi, monopoli tidak akan tercipta sampai kapan pun di ranah media, meskipun selalu ada yang terbaik di antara yang banyak itu. Nah, untuk menjadi yang terbaik jelas bukan hal yang mudah. Bahkan, untuk mencapai itu pagar api integritas dan profesionalisme ditabrak, kode etik jurnalisme dilanggar. Sehingga, produk jurnalisme tak ubahnya seperti kotoran, tidak penting dan dibuang.


Di dunia jurnalisme dan media massa, kepercayaan masyarakat merupakan segala-galanya. Tanpa itu jurnalisme dan media massa tidak akan hidup apalagi tumbuh dan berkembang Sedangkan masyarakat saat ini begitu banyak kehilangan kepercayaan pada pilar demokrasi lainnya. Jadi jangan heran kalau jurnalis Mesir tetap bekerja di saat hampir semua warga di Mesir mogok kerja dan berunjuk rasa untuk menurunkan Hosni Mubarak. Itu semua untuk menjaga kepercayaan publik pada media.


Karena itu, peringatan HPN sebaiknya dimaknai dengan cara yang lebih inklusif dengan mengenal lebih dalam lagi profesi jurnalis. Cara mengenal diri sendiri itu akan menjadi dasar karya seorang jurnalis. Penilaian terhadap karya jurnalis menjadi mutlak menentukan nasib jurnalis dan media yang menaunginya. Kode etik jurnalisme harus dibaca lagi, dipahami dan dimanifestasikan dengan baik agar kepercayaan masyarakat terus tercipta. Sehingga, tulisan jurnalis, berita dan produk media massa tidak menjadi "berak", melainkan menjadi literasi yang objektif dan patut dihargai.


Buah dari penghargaan itu merupakan hal yang luar biasa bagi khalayak banyak. Karena menghargai jurnalis dan media berarti mengakui dan menghargai juga keberadaan publik yang berhak tahu kebenaran. Untuk tahu kebenaran maka memerlukan kekebasan informasi. Dengan catatan tidak menabrak pagar  api integritas, profesionalisme dan melanggar kode etik jurnalis.

***

*) Nara Ahirullah, Ketua Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Surabaya, Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo). Catatan ini diambil dari 'Kompasiana' penulisnya.

http://sastra-indonesia.com/2020/07/kau-bukan-menulis-kau-berak/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria