vendredi 6 novembre 2020

ESTETIKA KAKAWIN SUTASOMA

 
Djoko Saryono *
 
Sejak dahulu naratif atau cerita Sutasoma tergolong sangat penting, terkemuka, dan populer di kalangan masyarakat Jawa sehingga cerita Sutasoma digubah dalam rupa (lukis dan relief candi, misalnya), seni pertunjukan, dan susastra (baik puisi maupun prosa). Penggubah cerita Sutasoma ke dalam bentuk puisi Jawa Kuno yang sangat terkemuka dan terabadikan di dalam ingatan kita adalah Mpu Tantular.
 
Sebagaimana kita ketahui, Mpu Tantular adalah seorang kawi-kawya (penyair) yang telah menggubah Kakawin Sutasoma pada masa pemerintahan Hayam Wuruk di Majapahit. Selain kakawin-kakawin penting lainnya, Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular merupakan salah satu karya sastra Jawa Kuno yang amat penting, ternama, dan populer dalam khazanah sastra Jawa, bahkan dalam bingkai bangsa Indonesia karena mengandung keunikan-keunikan yang memperkaya khazanah praksis sastra Jawa Kuno sekaligus mampu menginspirasi berbagai pihak termasuk menginspirasi bangsa Indonesia.
 
Pada dasarnya Kakawin Sutasoma merupakan puisi didaktis, yaitu puisi yang mengedepankan fungsi mendidik meskipun tidak meninggalkan fungsi memberi keindahan. Seturut dalil lama tentang fungsi dasar susastra, dapat dikatakan bahwa Kakawin Sutasoma menampilkan fungsi dulce et utile, menghibur dan mendidik, secara serempak (simultan). Kendati fungsi mendidik tampak sekali dikedepankan dalam Kakawin Sutasoma, namun fungsi menghibur dalam arti memberi keindahan juga tampak kuat di dalamnya, tanpa harus terjatuh menjadi kitab moral atau kitab kotbah.
 
Dapat dikatakan di sini bahwa Kakawin Sutasoma berhasil menyeimbangkan atau memadukan secara selaras-setimbang fungsi mendidik dan memberi keindahan. Dinyatakan oleh Zoetmulder, “Perpaduan antara permenungan metafisiknya yang mendalam, yang terutama didapati dalam ajaran Sutasoma kepada murid-muridnya serta pelukisan naratif yang beraneka warna tentang manifestasi Budha di dunia dan usahanya untuk menyelamatkan dunia, tak pernah kehilangan daya tariknya” (Kalangwan, Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang, 1985:437).
 
Dalam istilah sekarang bisa dinyatakan bahwa Kakawin Sutasoma memadukan dengan bagus anasir edukatif sekaligus anasir naratif-puitis. Kita bisa bertanya: anasir edukasi apakah yang ditampilkan dalam Kakawin Sutasoma?; anasir naratif-puitis apakah yang membangun atau membentuk Kakawin Sutasoma? Bilamana kita baca secara menyeluruh dan utuh Kakawin Sutasoma, niscaya kita dapat bersepakat atau minimal sepaham dengan Zoetmulder yang menyatakan bahwa ...”Sutasoma merupakan kisah Buddhis dan oleh karena itu sungguh unik dalam sastra kakawin epis dari aman Jawa” (1985:434); “...kakawin ini ... menambah pengetahuan kita tentang ide-ide religiositas pada zaman itu khususnya mengenai bentuk Buddhisme Mahayana seperti berlaku di keraton Majapahit beserta hubungannya dengan Siwaisme...” (1985:435).
 
Masuk akal bila ditegaskan di sini bahwa Kakawin Sutasoma merupakan perwujudan (manifestasi atau representasi) estetika yang dapat disebut sebagai estetika keterpaduan, keseimbangan, dan keselarasan, bukanlah estetika keterpisahan, kenjomplangan, dan ketakserasian (atau bisa disebut estetika fragmentatif, asimetris, dan pertentangan). Tak heran, Kakawin Sutasoma berusaha memadukan-menyeimbangkan-menyelaraskan fungsi edukasi religius (spiritual-filosofis-etis) Buddhisme-Siwaisme dengan fungsi estetis-puitis kakawin. Dari sinilah kita bisa melihat keterpaduan timbal-balik dimensi spiritual, filosofis, etis, dan estetis-puitis dalam Kakawin Sutasoma, bahkan tampak dimensi estetis-puitis justru diabdikan pada dimensi spiritual, filosofis, dan etis.
 
Di situ norma-norma estetis-puitis kakawin disetimbangkan dan diserasikan dengan norma-norma spiritual, filosofis, dan etis kakawin sehingga teks Kakawin Sutasoma, seperti halnya kakawin-kakawin lainnya, tidak otonom. Berbeda dengan estetika atau puitika sastra pada umumnya yang menuntut licientia poetica, yaitu pelanggaran bahasa demi puitika, Kakawin Sutasoma bisa dibilang tidak mengandung licientia poetica. Penyair atau kawi harus tunduk sepenuhnya pada kakawin yang digubahnya sebagai manifestasi spriritualitas-filosofi-etika Buddhisme dan Siwaisme, bukan menampilkan diri (persona) secara otonom.
 
Berkenaan dengan itu, kita bisa menduga bahwa Mpu Tantular bukan nama sebenarnya penggubah Kakawin Sutasoma, melainkan hanya sebutan atau nama alias belaka. Kita tidak mengetahui siapa sebenarnya Mpu Tantular, kita hanya mengetahui bahwa ada (eksis) Kakawin Sutasoma. Di samping itu, Mpu Tantular niscaya seorang yogi, orang yang sudah menjalani laku rohani atau yoga dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, persona penggubah kakawin menyatukan diri, menghilangkan diri, melindapkan diri, atau bahkan mungkin menyirnakan diri di dalam kakawin.
 
Mengapa demikian? Kata Zoetmulder, “Dalam visi puisi Jawa Kuno bagi penyair atau kawi, puisilah yang menjadi sarana untuk mencapai tujuan terakhir: puisi adalah agamanya, Sang Dewa yang ingin ditemukannya menjelma selaku Dewa Keindahan, dan Keindahan (Kalangwan, dalam bahasa Jawa Kuno) menjadi tarekat, jalan untuk mencapai tujuan tersebut.... Bagi penyair persatuan dengan Dewa Keindahan sekaligus menjadi sarana dan sasaran: sarana untuk mencipta karya yang indah, kakawinnya...dan sasaran sebab dengan praktik terus-menerus dia akan mencapai moksa, kelepasan akhir dalam persatuan itu”. Persona sang penyair atau kawi yang menggunakan nama Mpu Tantular sudah menyirnakan diri atau menyatukan diri dengan Kakawin Sutasoma; kita hanya mengetahui sebutan Mpu Tantular, bukan orangnya. Kini kita berhadapan dengan Kakawin Sutasoma semata sebagai manifestasi atau representasi Keindahan Tuhan.
***
 
Catatan:
Sebagai wujud apresiasi dan pengakuan, Balai Bahasa Jawa Timur memberikan Anugerah Sutasoma 2020 kepada para "pejuang bahasa dan sastra Indonesia dan Daerah di Jawa Timur" pada Kamis, 15 Oktober 2020.
______________

*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd adalah Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional.

http://sastra-indonesia.com/2020/11/estetika-kakawin-sutasoma/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria