mardi 26 janvier 2021

Jalan Sunyi Kritik(us) Sastra

Ahmad Fatoni *
 
Bicara tentang sastra, khususnya di Jawa Timur, tentu tak semua orang mampu memahaminya. Terlebih jika sampai berani melontarkan kritik tajam pada sejumlah karya sastra yang ada. Akibatnya, diakui atau tidak, perkembangan sastra di Jatim mengalami kemandegan.
 
Adalah fakta bahwa Jatim memiliki ratusan bahkan ribuan sarjana di bidang sastra. Akan tetapi, amat sedikit yang mendalami dan mengagendakan kritik sastra. Sekalipun ada, itu tidak lebih dari sikap ekspresif, subjektif, dan sebatas luar-luarnya saja, atau sangat boleh jadi, terlalu bersifat akademis dan teoretis. Maka tak heran bila dunia kesusastraan di Jatim, seolah benar-benar rigid.
 
Memang benar, belakangan muncul sejumlah karya sastra sastrawan Jatim yang bisa dibilang bermutu. Hal ini ditandai maraknya media massa Jatim yang menyediakan ruang khusus bagi kreativitas sastra-budaya, selain juga menyediakan ruang kritik demi memantik perdebatan kesusastraan, yang dari perdebatan itu diharapkan bisa melahirkan sastrawan-sastrawan baru yang tangguh. Sayangnya, hemat saya, media-media tersebut belum berhasil menampilkan sosok kritikus andal yang berkonsentrasi penuh untuk mengawal kesusastraan di Jatim.
 
Kendati tidak harus bertitel sarjana atau bergelar doktor di bidang kesusastraan, menjadi kritikus sastra tidaklah mudah. Tugas kritikus sastra, seperti disinggung Budi Darma dalam Harmonium (1995), adalah menemukan yang tidak sanggup terungkap oleh siapa pun, termasuk mungkin oleh pengarangnya sendiri. Jadi setiap pembaca pun bisa menjadi kritikus jika ia mampu melakukan interaksi antara dirinya dan karya sastra. Pembaca jenis ini mempunyai peluang besar untuk menemukan rahasia makna di balik kata-kata.
 
Sementara pembaca biasa, masih menurut Budi Darma, tak akan berhasil melacak rahasia  yang tersembunyi di balik kata-kata. Pembaca dalam kategori ini sebatas memiliki persepsi sedang-sedang saja. Kalau pun dia memaksakan diri untuk menyelami rahasia tersebut, yang terungkap hanyalah kata-kata itu belaka. Dalam dunia kritik sastra, barangkali dia lebih baik menjadi penikmat sastra tanpa harus bersusah payah menjadi kritkus sastra.
 
Hampir dipastikan, jika pembaca biasa berlagak menjadi kritikus sastra, maka kritiknya akan disibukkan oleh hal-hal yang dangkal. Dengan agak nyinyir Budi Darma mengingatkan, bahwa lalu lintas kritik sastra dapat menjadi dagang sapi. Agar mendapat pasaran, para kritikus-kritikusan menobatkan sastrawan-sastrawan cacing menjadi ular naga, tentu saja ular-ularan belaka. Dengan banyaknya cacing menjadi ular-ularan, kritikus-kritikus ini kemudian bergaya seperti kritikus betulan (Harmonium, hlm.9).
 
Meskipun demikian, pencarian lorong-lorong rahasia di balik kata-kata merupakan sebuah proses bertahap. Dalam membaca mungkin kritikus menemukan sesuatu. Lalu dia menulis kritik. Kemudian membaca kembali karya yang sama, dia mungkin akan menemukan sesuatu yang lain lagi. Maka beragam kritik dapat ditulisnya mengenai karya yang sama. Penemuan demi penemuan pun terus terkuak, sehingga lahirlah berbagai kritik atas sebuah karya dengan aneka persepsi dan pendekatan yang berlainan.
 
Kritik(us) Sastra
 
Seperti halnya karya sastra, kritik sastra juga merupakan karya seni. Sebagai seni, kritik sastra pada gilirannya akan memantik kritik sastra lain, teori sastra. Karena itu, kritik apa pun dengan berbagai pendekatan tidak dianggap sebagai kritik sastra (bermutu) jika kritik itu tidak mampu membongkar makna terdalam dari suatu karya. Maka menjadi kritikus senyatanya adalah orang yang benar-benar menulis apa yang dikuasainya dengan cara yang juga dikuasainya.
 
Adapun perbedaan karya sastra dan kritik sastra, antara lain, bisa dilihat dari sisi objek fungsionalnya. Kalau karya sastra memberikan pengalaman dan mengarahkan dirinya kepada perasaan, sedangkan kritik sastra lebih ke masalah fikiran. Dengan kata lain, karya sastra mengajak manusia untuk merasa, sedang kritik sastra lebih mengajak manusia untuk berfikir, berfikir mengenai apa saja yang seharusnya ada atau tidak ada pada suatu karya.
 
Berbekal pisau analisa yang tajam, seorang kritikus sastra dimungkinkan dapat membedah suatu karya serta membandingkan dengan kenyataan lain yang semestinya dilakukan oleh seorang sastrawan. Si kritikus lalu membandingkan sesuatu yang ada dengan sesuatu yang mungkin ada. Sikap pembandingan semacam itu merupakan aspek penting dalam kritik sastra.
 
Itulah sebabnya kenapa hanya segelintir orang yang layak disebut kritikus sastra. Dalam kritiknya kritikus wajib mengerti sebuah karya seharusnya begini dan tidak begitu. Misalnya, sebuah cerpen semestinya menggunakan alur cerita begini, sebuah puisi seyogiyanya tidak memakai bahasa begitu, dan seterusnya. Seorang kritikus akan membandingkan suatu karya dengan karya lain yang dinilainya lebih sempurna atau memenuhi norma-norma tertentu.
 
Namun, bagaimanapun, sebuah nilai sulit dibuktikan kebenarannya. Ia lebih merupakan sesuatu yang boleh disepakati atau tidak. Sementara norma ialah ukuran-ukuran tertentu yang mengatur cara mencapai nilai. Tanpa norma dan nilai, kritik tidak dapat dilakukan. Seorang kritikus dari awal sudah mengetahui nilai suatu karya dikatakan bermutu apabila memenuhi norma-norma tertentu.
 
Sebelum melancarkan kritik, kritikus terlebih dahulu perlu memahami maksud yang terkandung dalam suatu karya. Dia meneliti sehalus mungkin setiap aspek, bahasa, dan teknik sebuah karya untuk menyelami keterkaitan antara bentuk dan isinya. Sebab hal penting dalam kesusastraan ialah bagaimana isi memengaruhi bentuk dan bagaimana bentuk menyampaikan isi. Baru kemudian kritik dapat dilakukan dengan teknik atau metode tertentu guna menafsir karya tersebut.
 
Persoalannya, di zaman kehidupan yang kian kompleks ini, tidak gampang untuk memastikan norma-norma dan nilai-nilai sebagai sebuah kritik bersama. Yang pasti, kita menolak kritik sastra secara liar, subjektif, dan kacau. Toh kritik sastra yang objektif masih bisa dicapai, selama sang kritikus berpegang teguh pada kriteria-kriteria yang mutlak bagi suatu karya yang relatif, menguasai teknik-teknik yang digunakan, memahami apa yang dilakukan, dan—yang terpenting—bertanggung jawab—atas kritiknya.
***
 
*) Ahmad Fatoni, Penyair dan Kaprodi Pendidikan Bahasa Arab FAI UMM. http://sastra-indonesia.com/2021/01/jalan-sunyi-kritikus-sastra/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria