/1/
kau masuki relungku
kau daki gigir bukit di punggungku
seperti memikul isi bumi dan isi langit
kau buat kasih
menjadi beban dalam pilu nasibku
Tapi aku tak akan jadi Baridin, kasihku
Karena engkau juga bukan Ratminah
Walau telah menyakitiku
Engkau hanya dirimu
:sebait mantra teluh
cahaya kilat yang menjejak
dalam kelam penuh gemuruh
meniupku
menipuku
mengikat nama di atas nama
yang terlarang di lidahku
Sebab bila aku paksa mengucapnya
sedih kembali tiba
kenangan akan gelombang pasang
makin menyintak isi dada
Aku memang terluka
Tapi hari ini kupaksa diriku
untuk tak ikut melepas mantra
Puasa sakit hatiku kututup sudah
Kuda-kuda kaca yang menunggangku
telah kuhalau
ke kawah – kawah darah
Aku tak meninggalkanmu di situ
Karena bukan aku yang membawamu
Aku tidak juga sedang berpamitan
untuk kembali menjemput janji-janji
pun tidak untuk surat-surat
yang ingin kutulis bagi diriku sendiri
Kita tak pernah bertemu!
Itulah yang terjadi
Dan aku tak mendengarmu pergi
Seperti pula engkau
tak mendengarku berjuang
memaafkan diriku sendiri
Atau saat susah payah aku ampuni
arca-arca batu yang membisu
di jalan-jalan asmaraku
yang tak suci
Hati tak seperti matahari
Tapi cukup terang untuk menuntunku
di lorong panjang kematian ini
/2/
Kuburku kelak
adalah tanah yang sejati
karena berani mengubur kisah-kisah api
Para penari disucikan
Kubah-kubah dibangun di sepanjang petilasan
Aroma kemenyan menebar harum
Lawang lawang memberi salam bagi mereka
yang datang memohon ampun
Tinta penyair menuju pulang
meniti huruf di sumsum tulang
Jiwa akan terus bernyanyi
Untuk mereka kelak yang tak sekali
akan menjengukku di sini
Sunyaragi, Februari 2006
*) Baridin Dan Suratminah adalah cerita rakyat popular di Cirebon yang dibawakan dalam pertunjukan Tarling. Karena Baridin hanya seorang pemuda miskin, orang tua Suratminah menolak pinangannya. Baridin memlih jalan pintas untuk mendapatkan Suratminah. Ia menggunakan mantra Jaran Guyang dan melakukan puasa empat puluh hari agar niatnya untuk menggaet Suratminah terkabul. Di akhir cerita, keduanya gila. Masyarakat percaya, kubur Baridin dan Suratminah ada di Gegesik, Cirebon.
**) Riki Dhamparan Putra, penyair musafir yang lahir di Padang, besar di Bali, sekarang di Jakarta. Buku puisinya “Percakapan Lilin” (2004) “Mencari Kubur Baridin” (2014), dan buku terbarunya, “Suaka-Suaka Kearifan, Esai Sastra, Budaya dan Politik” (2019). http://sastra-indonesia.com/2021/01/mencari-kubur-baridin-dan-suratminah/
Aucun commentaire:
Publier un commentaire