Sosiawan Leak
Dari lokalisasi, kampung kelahiranku berjarak tak lebih 1 km. Ke arah berlawanan (barat), kurang dari 500 m ada pasar besi rongsokan. Hanya beberapa langkah ke selatan membentang tanggul (penghadang banjir kali) yang saban hari berfungsi sebagai TPA selain wc umum terbuka. Di utara, melintang jalur bus ke luar kota.
Rumah warga riyel berdempetan. Kebanyakan dikontrak para pekerja serabutan. Pentolan gali paling ditakuti sekota mukim di loji mewah tepat di tengah-tengah. Ia yang bertabiat Robin Hood, di masa jayanya hampir seminggu sekali menggelar arena judi ayam yang mengundang botoh dari berbagai kota.
Di masa kecilku, satu-satunya masjid selalu ada jamaahnya. Meski tak sampai tumpah di jalan, saat jumatan para makmum kerap meluber ke halaman berpohon kelengkeng yang selalu gagal berbunga.
Paling gayeng di malam minggu! Sebab selalu ada 4 geng pemabuk menghibur diri di tiap perempatan dan bibir gang. Masing-masing diguyubi kekhasan anggotanya. Ada kelompok buruh rendah penyuka kerja keras, ada para remaja putus sekolah, ada pula gerombolan para jawara dari dalam dan luar kampung. Pun ada komunitas pemabuk sejati yang intens minum ciu setiap hari.
Saban malam hari raya, serampung senja masing-masing geng mengirim utusan untuk menghimpun dana bagi "ritual" mereka hingga salat ied tiba.
Sebelum bertandang ke rumah warga yang dipandang berada serta para juragan besi yang kaya, guna melancarkan aksinya mereka terlebih dahulu menenggak modal "air api" sekadarnya. Istilahnya "kemu ciu". Berharap bau alkohol rumahan produk desa tetangga itu mampu mengkontaminasi abab (seiring merahnya mata) saat mereka berteriak di depan rumah target kompasan, "Paaak... Fitrah, Pak! Fitraaah..!"
Usai lolos tes sebagai mahasiswa anyaran, aku sempat berpikir barangkali kampungku bisa berubah dengan dakwah agama. Tapi, serampung wisuda aku kerap menemu fakta, bahwa mabuk agama bisa lebih berbahaya. Belajar sebentar, "kemu ayat" ala kadarnya, telah cukup sebagai bekal mengintimidasi siapapun yang berkeyakinan beda. Termasuk bagi yang seagama namun beda gurunya.
Kemu ciu paling-paling meresahkan orang sekampung. Kemu agama bisa-bisa bikin ketar-ketir warga senegara.
Sejak itu aku tak suka kemu!
***
Keterangan:
riyel= berdesakan
kemu= berkumur
abab= napas
(Foto by @ditagraphy)
http://sastra-indonesia.com/2021/02/monolog-sosiawan-leak-kemu-ciu/
Aucun commentaire:
Publier un commentaire