vendredi 16 juillet 2021

Pesona Strategi Literer Agus Noor

Satmoko Budi Santoso *
jawapos.com
 
CERPENIS Agus Noor kembali menerbitkan kumpulan cerpen. Tajuknya cukup menggugah: Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia. Kejutan apakah yang terjadi di dalamnya?
 
Agus Noor masih menunjukkan kepiawaian sebagai pencerita di dalam sejumlah cerpennya kali ini. Rupanya, sebagian merupakan perwujudan konseptualisasi ”cerpen mini” sebagaimana kredo yang pernah dilansir Agus di sebuah media massa. ”Cerpen mini”? Ya, cerpen yang menurut Agus sanggup meringkus sejumlah peristiwa dalam satu narasi pendek.
 
Strategi literer yang dikembangkan dalam kumpulan cerpennya kali ini juga masih cukup setia pada kisah seputar cinta dan konsistensi menggumuli berbagai persoalan sosial-kemasyarakatan. Yang menarik adalah cara ungkap terhadap berbagai hal tersebut. Agus membungkusnya dengan nuansa surealis, absurd, dan jenaka.
 
Lihatlah, misalnya, pada cerpen bertajuk Perihal Orang Miskin yang Bahagia (hlm 153-166), yang juga pernah dimuat di Jawa Pos. Dalam cerpen tersebut, Agus memainkan imaji bahwa orang miskin bisa saja tetap merasa bahagia dengan kemiskinannya. Bahkan, dalam sejumlah hal, dia malah bisa mengeksploitasi kemiskinan tersebut menjadi menguntungkan dalam konteks perjalanan nasib ke depan. Digambarkan oleh Agus bahwa orang miskin ternyata malah bisa berobat dengan nyaman, cukup menunjukkan kartu tanda pengenal yang merupakan penegas status sosialnya sebagai orang miskin.
 
Cara pandang penceritaan semacam itu tentu saja menjadi bernilai relevan, mempunyai nilai kontekstualisasi dengan kondisi masyarakat kita kini. Betapa banyak kamuflase atas nasib yang menimpa dan berusaha ditutupi dengan cara pemanfaatan penderitaan itu sendiri demi target sejumlah kemudahan dan pemakluman. Kekuatan literer semacam itu terletak pada teknik penceritaan yang memuat kedalaman kenaifan dengan bumbu kejenakaan yang sublim.
 
Membaca karya-karya Agus, tentu yang terutama didapat adalah soal kecerdikan pengolahan tema keseharian. Hubungan frasa per frasa, antarkalimat yang dibangun, hampir selalu ”menohok”, penuh upaya eksperimentasi gagasan. Dengan cara seperti itu, tema tertentu yang digarap, seperti tentang kematian, tampak begitu menggelitik dibaca karena sodoran sudut pandang alternatif yang diberikan teks tersebut.
 
Hal itu tampak pada cerpen yang bertajuk Variasi bagi Kematian yang Seksi yang terbagi menjadi dua subjudul, yakni Variasi Kematian Pertama dan Variasi Kematian Kedua. Kedua subjudul itu menceritakan perihal betapa misterius datangnya kematian, dengan kemungkinan adanya percakapan antara diri yang akan atau sudah mati dengan kontras tokoh di luar dirinya. Kisah tersebut dibangun dengan alur absurdis, meskipun tetap menyisakan kejelasan pada bagian ending (akhir cerita). Misalnya, ternyata, pada subjudul pertama, kematian itu sudah terjadi pada pukul 09.00. Lantas pada subjudul kedua, kematian itu datang sebelum sang tokoh bercerita kepada orang lain. Padahal, si tokoh tersebut ingin sekali menceritakan.
 
Contoh atas dua cerpen Agus di atas, saya anggap sebagai bagian cukup penting untuk menandai ”puncak-puncak” capaian estetik kehadiran kumpulan cerpen ini. Dari dua cerpen tersebut, bisa disidik bahwa Agus sangat tahu pilihan sudut pandang penceritaan yang mengundang rasa penasaran. Aspek fiksionalitas yang dibangun Agus pun merupakan fiksionalitas yang merangsang nalar menjadi selalu kritis. Hampir tidak ada kesan ketergesa-gesaan atau kedodoran dalam menggarap alur. Itulah yang membuat Agus tampak selalu mempunyai ”napas panjang” dalam mengatur ritme penceritaan.
 
Meminjam rumusan sastrawan Bakdi Soemanto, hal itu merujuk pada penghadiran cerpen-cerpen yang engaging. Yakni, sodoran kata-kata dalam alur penceritaan yang dibangun selalu mengundang pesona. Bahkan, jika dicermati secara jeli, bangunan kata yang dipilih Agus merupakan diksi selektif, dengan kecenderungan susunan frasa yang mengarah pada penulisan ”tertib sajak”. Seperti yang terkesan sangat kuat dan menonjol pada cerpen Perihal Orang Miskin yang Bahagia tersebut.
 
Apakah kemudian apa yang dicapai Agus adalah otentik? Saya kira, itu masalah lain. Itu pulalah yang sesungguhnya menarik dibedah lebih jauh. Jika itu terjadi pada saya, ternyata sebagai reseptor, saya cukup susah membebaskan teks cerpen Agus dalam kemandirian, tanpa anasir intertekstualitas atau keterpengaruhan yang kuat atas teks lain di luar bangunan teks Agus sendiri. Meski, di dalam ranah kajian sastra, adanya fenomena intertekstualitas merupakan kewajaran.
 
Memang, hanya satu cerpen Agus yang mempunyai indikasi kuat terinspirasi cara penyair Joko Pinurbo membangun narasi cerita dalam sajak. Yakni, cerpen Perihal Orang Miskin itu.
 
Pada cerpen lain, seperti Kartu Pos dari Surga, Permen, 20 Keping Puzzle Cerita dan Episode, Agus berhasil membebaskan diri dari rujukan teks Joko Pinurbo yang rupanya memang sengaja menjadi acuan. Otentisitas yang ditemani bayangan intertekstualitas itu tentu saja mengkhawatirkan. Semestinya, kemungkinan intertekstualitas yang cenderung verbal semacam itu tak lagi menjerat. Dapat dilepaskan secara baik-baik. Bagaimana?
***
 
Judul Buku: Sepotong Bibir Paling Indah di Dunia
Pengarang: Agus Noor
Penerbit: Bentang Jogjakarta
Cetakan: Pertama, Februari 2010
Tebal Buku: 166 halaman

*) Pencinta sastra. Tinggal di Jogjakarta. http://sastra-indonesia.com/2010/03/pesona-strategi-literer-agus-noor/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria