Rakai Lukman
Datangku dari lereng bukit, bukit kapur yang berhambur
dicengkram tangan-tangan pendusta
pelahap batu-batu dan debu-debu
pencabik cita moyang-moyang yang asyik-masyuk di kayang
anak-cucu terburai mimpi-mimpi di bangku sekolah
terseret adonan lumpur yang semburat dari lidah televisi
dilahap adidaya iklan, baligho baligho gagah di pertigaan desa
pojok pasar bersimbah sampah dan duka-duka
masjid-musholah mengantongi doa-doa yang berlumut.
kadaluarsa
Datangku dari tenggara bukit
bukit kapur yang dikepung tegalan dan sawah-sawah
yang menumbuh gedung dan pabrik-pabrik
padinya melenggang ke negeri atas angin
jagung berlayar ke laut yang pekat penuh karat
kacang tanah menuju dasar bumi digerus sungai bawah tanah
jangan kenti kacang panjang berpesiar ke samudera kenang
lupa jalan pulang.
Datangku dari pojok bukit
bukit kapur yang dijangkit rindu dendam
berselimut kabut serakah, berawan gundah gulana
kambing-kambing berwajah sendu
tak lagi menari di jalanan menuju bukit
melahap daun-daun sekedarnya
pagar-pagar tegal-sawah berganti batu bata dan kawat berduri
lenguh sapi-sapi lenyap dilahap cekam raung srekel
truk dan buldoser
kokok ayam subuh sirna dilipat radio dan televisi.
Datangku dari jendela bukit
berbaju keringat dan air mata
kusulam dari timang ibu dan senyum ramah ayah
pohon mangga ditebas angin kepicikan
jambu air berlarian di pinggir jalan raya
sembari merintih menanggung letih
jambu monyet melacur di pingiran kota-kota garang
pohon nangka tersungkur di kolong trotoar
pepaya-pepaya hanyut ditelan banjir bandang industri
bunga-bunga lemas diremas-remas
bunga plastik yang konon abadi.
Dukun, 01 November 2016
Datangku dari lereng bukit, bukit kapur yang berhambur
dicengkram tangan-tangan pendusta
pelahap batu-batu dan debu-debu
pencabik cita moyang-moyang yang asyik-masyuk di kayang
anak-cucu terburai mimpi-mimpi di bangku sekolah
terseret adonan lumpur yang semburat dari lidah televisi
dilahap adidaya iklan, baligho baligho gagah di pertigaan desa
pojok pasar bersimbah sampah dan duka-duka
masjid-musholah mengantongi doa-doa yang berlumut.
kadaluarsa
Datangku dari tenggara bukit
bukit kapur yang dikepung tegalan dan sawah-sawah
yang menumbuh gedung dan pabrik-pabrik
padinya melenggang ke negeri atas angin
jagung berlayar ke laut yang pekat penuh karat
kacang tanah menuju dasar bumi digerus sungai bawah tanah
jangan kenti kacang panjang berpesiar ke samudera kenang
lupa jalan pulang.
Datangku dari pojok bukit
bukit kapur yang dijangkit rindu dendam
berselimut kabut serakah, berawan gundah gulana
kambing-kambing berwajah sendu
tak lagi menari di jalanan menuju bukit
melahap daun-daun sekedarnya
pagar-pagar tegal-sawah berganti batu bata dan kawat berduri
lenguh sapi-sapi lenyap dilahap cekam raung srekel
truk dan buldoser
kokok ayam subuh sirna dilipat radio dan televisi.
Datangku dari jendela bukit
berbaju keringat dan air mata
kusulam dari timang ibu dan senyum ramah ayah
pohon mangga ditebas angin kepicikan
jambu air berlarian di pinggir jalan raya
sembari merintih menanggung letih
jambu monyet melacur di pingiran kota-kota garang
pohon nangka tersungkur di kolong trotoar
pepaya-pepaya hanyut ditelan banjir bandang industri
bunga-bunga lemas diremas-remas
bunga plastik yang konon abadi.
Dukun, 01 November 2016
Aucun commentaire:
Publier un commentaire