Rakai Lukman
A. LATAR BELAKANG
A. LATAR BELAKANG
Seni merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia sebagai makhluk yang penuh imajinasi. Banyak orang yang
mengatakan bahwa seni itu indah, tetapi akankah predikat indah yang dimiliki
seni akan dapat dipertahankan mengingat semakin berkurangnya minat para
generasi akan seni.
Dalam era modernisasi tak lepas dari pandangan yang
selalu tertuntut kepada kemajuan zaman, maka dalam event kali ini selalu
tertuntut kepada kaderisasi muda yang memiliki skill, kemauan serta mental
membawa khususnya kepada pelajar yang memiliki kemauan kuat untuk mencapai
cita-citanya namun semua ini tidak hanya mengenyam pendidikan di instusi
pendidikan yang terkenal, karena kecerdasan bukanlah suat faktor yang membawa
kepada kesuksesan tanpa diiringi oleh skill, keuletan, emosional, kemauan,
serta moral yang tinggi yang dikonfirmasikan dalam wujud untuk menunjang masa
depan atau masa yang akan datang yang bersifat progresif.
Tema Kearifan lokal menjadi materi dasar yang akan coba
digali dan diapresiasi,diantaranya adalah tradisi dan budaya masyarakat pesisir
pantura Gresik yang mendiami kawasan sekitar tujuh bukit kapur yang membentang
disepanjang pesisir pantura Gresik,yang banyak beredar cerita rakyat,adat
istiadat,kesenian tradisional.
Di antara cerita rakyat yang juga menjadi laku spiritual
masyarakat di sekitar perbukitan pantura Gresik adalah ritual perjalanan
mendaki ketujuh bukit dalam waktu satu malam yang diyakini mampu membawa
pelakunya pada tahap kesadaran yang tercerahkan (mendapatkan pencerahan)
tentang pemaknaan kehidupan,terkait hubungan antara manusia Sang pencipta dan
hubungan manusia dengan manusia dan alam semesta.
Ketujuh bukit tersebut memiliki keunikan dalam
penamaannya yang bila diurutkan berdasarkan letaknya yang berderet dari timur
ke barat maka seperti membentuk urutan fase kehidupan manusia,urutannya adalah
sebagai berikut : 1. Bukit Banyu Urip 2. Bukit Gosari 3. Bukit Larangan 4.
Bukit Sorowiti 5. Bukit Prupuh 6. Bukit Pundut 7. Bukit Putusan (Kukusan).
Banyaknya ragam kearifan lokal baik yang berupa legenda
cerita rakyat, keunikan nama dan situs sejarah diwilayah jajaran tujuh bukit
dipesisir pantura Gresik menjadi kekayaan luar biasa yang harus dirawat dan
dilestarikan. Oleh karena itu sangat diperlukan riset kecil-kecilan tentang ke
tujuh bukit tersebut.
B. TUJUH BUKIT DAN RUANG LINGKUPNYA
1. BUKIT PERTAMA:
BUKIT BANYU URIP
Bukit ini adalah bukit permulaan. Terletak di Desa
Banyuurip Kecamatan Ujung Pangkah Gresik. Di lereng bukit sebelah utaranya
terdapat desa Guawaru, Desa Bangsal, sebelah baratnya terdapat Desa Canggaan.
Masyarakat setempat bekerja sebagai petani, penambang batu, juga nelayan.
Kondisi alam yang sangat strategis digunakan sebagai pemukiman penduduk, juga
sebagai tempat mencari mata pencahariaan. Alam yang kaya raya, tersaji begitu
lengkap, tinggal penduduk desa mampu memanfaatnya dengan kreativitas kerja yang
produktif sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk setempat.
Bukit banyu urip tergolong karts muda sehingga bisa
dimanfaatkan sebagai bahan batu bata, bahan semen, dan batu gamping. Pada saat
peralatan masih tradisional mereka menggunakan alat-alat yang sederhana:
gergaji batu, linggis, pacul, palu besar (betel). Sehingga produksi yang
dihasilkan juga masih sederhana. Sedang di era modern saat ini alat-alat
industry modern sudah mulai merambah, seperti: Bego, srekel (Gergaji batu
mesin), buldosel, dll. Secara otomatis bukan hanya ekplorasi alam yang terjadi,
tetapi telah menjelma eksploitasi alam, sehingga percepatan penggambilan bahan
tambang galian C itu terjadi begitu massif. SDM manusianya masyarakat menjadi
manusia yang ambisius yang pengen cepat meningkatkan pendapatan tanpa
mempertimbangkankan kearifan alam dan kebutuhan anak-cucu kelak di kemudian
hari.
Di samping itu pertanian yang notabennya sebagai
penghasilan tambahan sebagai penyeimbang kebutuhan masyarakat selama musim
penghujan, masyarakat bisa bercocok tanam, di laut mereka bisa menjadi nelayan
dengan kekhasan kerang kopang.
Adapun legenda yang berkembang di masyarakat adalah kisah
Joko Slining, berikut kisah singkatnya:
Sahdan di suatu masa, ada seorang pendekar yang sakti
madraguna, bernama Jaka Slining yang tertarik dengan puteri seorang punggawa
desa. Yang mana sang putri tidak tertarik dengan cinta yang ditawarkan sang
pendekar. Putri itu bernama Dewi Kabunan, permohonan cinta itu akan dikabulkan
dengan syarat dibuatkan 41 sumber mata air dalam satu malam di atas bukit.
Kemudian Dewi Kabunan, mencoba menggagalkan, usaha Jaka Slining dalam
menyelesaikan 41 sumber itu. Dengan membuat ulah, memanggil bala bantuan dari
para pengikut ayahnya. Dengan memukul lesung dan membakar hutan, sehingga
memberi efek seolah-olah fajar telah tiba. Karena ulah itu, Jaka slining
menjadi murka.
2. BUKIT KEDUA: BUKIT GOSARI
Bukit Gosari ini bukit yang kedua, bukit ini memanjang ke
arah selatan. Di lereng bukit sebelah timur terletak desa Gosari, di sebelah
selatannya terletak desa Sekapuk, sebelah baratnya terletak desa canggaan. Di
sekitar lereng bukit timurnya berupa tegalan dan baratnya persawahan. Sungguh
anugerah yang mempesona. Kekayaan alam yang disajikan begitu lengkap. Dulu
begitu sederhana kehidupan masyarakatngya di dalam mengelolah alam, mereka
mengikuti kondisi musim, jikalau musim hujan mereka berladang di tegalan, menanam
padi di sawah dan berkebun, sedang musim kemarau meraka menambang batu.
Baru kemudian semua berubah sejak awal era 2000-an.
Masyarakat mulai mengenal dan menggunakan mesin industri. Sudah jarang
masyarakat yang bekerja sebagai petani dan peladang, mereka kebanyakan punya
kecenderungan melakukan ekploitasi alam, sehingga produktivitasnya meningkat.
Bahkan akhir-akhir ini banyak proyek pengurukan tanah-tanah pertambakan dan
reklamasi pantai di pesisir gresik. Untuk pendirian pabrik dan pergudangan.
Sehingga ekploitasi alam semakin tambah meningkat. Sehingga hampir sepertiga
bukit mulai habis.
Di sebelah utara bukit terdapat prasasti butulan di
lereng bukitnya terdapat dua sendang: sendang lanang dan sendang wadok. Di
timurnya bukit juga terdapat industry tembikar sejak zaman ratu sima. Tetapi
sekarang tinggal sisanya, sehingga tidak mengherankan kalau Gresik menjadi
pusat industry dan sempat memiliki pelabuhan besar. Dulunnya daerah ini dinamai
dengan nama Ambal. Tempat para bangsawan majapahit yang sudah purna tugas dan
mengasingkan diri, ditandai dengan
adanya sosok Rama Samadya, yang dulu sempat mendiami tempat ini bersama
para pengikutnya. Hal ini bisa dibuktikan dengan prasasti butulan. Yang
bunyinya:
Diwasani ngambal 1298
Duk winahon deniro san(g) rama Samadya
Makadi sirri buyut Arjah tali kursi
Raka durahana
Terjemahan: Pada
tahun 1298 Saka (1376 M) di Am, waktu itu didiami sang Rama Samadya, buyut
arjah talikur, yang tersingkirkan.
Diperkirakan prasasti ini peninggalan pada abad 12 silam
pada zaman kejayaan majapahit. Dinamakan prasasti butulan dikarenakan prasasti
ini ditulis di dinding gua yang (butul) tembus, dengan menggunakan aksara jawa
kuno. Prasasti itu ditulis oleh salah satu murid san Rama Samadya. Kerajaan
majapahit pada saat itu masih dipimpin oleh raja Hayamwuruk, Sri Radjanagara
tahun 1272-1311 Saka atau 1359-1389 Masehi. Hingga dimungkinkan paska perang
Bubat dan meninggalnya mahapatih Gajah Mada atau muksa. Saat itu kursi
kedudukannya jadi rebutan, san Rama Samadya harus menyingkir karena dikalahkan
oleh Gajah Enggon, yang dinobatkan sebagai pengganti Gajah Mada.
Di bawah lereng bukit terdapat dua sendang, airnya
jernih, yang diyakini sebagai tempat pemandiaan san Rama Samadya bersama
murid-murid dan pengikutnya. Sedang yang pertama dinamai sendang lanang, yang
kedua dinama sendang wadon. Selain itu ada temuan lain, berupa keramik dinasti
Song abad 12 s/d 13, dinasti Yuan abad 13-14, dinasti Qing Ming abad 15-18.
Dari masa Singosari dan Majapahit, Ambal pada abad 12-14 menjadi pusat tembikar
yang menyuplai ke seluruh nusantara bahkan luar nagari. Sehingga daerah ini
merupakan daerah yang penting, dengan ditandai bahwa tempat ini ditinggali oleh
pembesar majapahit. Industry tembikar ini sudah menggunakan teknologi pembuatan
tembikar yang halus dengan menggunakan pembakaran sampai 1000 derajat celcius.
Di sebelah selatan bukit terdapat sendang katok, yang
biasanya dibuat memandikan sapi para penggembala. Juga sapi para pengangkut
batu yang menggunakan cikar, dan sapinya sering dimandikan di situ. Juga ada
sebuah mitos yang berkembang di masyarat sekitar bukit, bahwa bukit itu
mengandung emas sak kebo (Emas Sebesar kerbau). Juga ada mitos bahwa sendang
gosari dijaga oleh ular naga, yang diikuti pasukanya berwujud ikan lele putih.
3. BUKIT KETIGA: BUKIT LARANGAN
Bukit larangan ini, terletak di dusun Larangan desa
Prupuh kecamatan Panceng. Terletak di sebelah baratnya bukit banyurip dan
gosari. Yang mana dari arah kedua bukit itu dipisahkan persawahan kemudian
jaten (hutan Jati). Dari atas b ukit ini ketika pandangan mata ke arah timur,
maka terlihat dua bukui, banyurip dan gosari, yang mana bentuk kedua bukit ini
seolah serupa gerbang atau gapura. Masyarakat setempat memiliki mata
pencaharian petani tegalan dan peternak raja kaya (sapi, kambing, dll), juga
unggas. Dulu kehidupan mereka masih sederhana, sebelum jalanan di paving. Di
dusun ini seperti jauh penggaruh modernisasi sebelum tahun 2000an.
Ditambah lagi tahun 2005, mulai ada salah satu cv yang
punya izin tambang, yang mana eksplorasi alam sebatas kebutuhan saja dulunya
sudah cukup. Kini telah menjelma eksplotasi alam. Kontur tanahnya yang mudah
longsor, berbeda dengan kedua bukit sebelumnya, yang tergolong karts muda, yang
bisa dijadikan batu bata. Memang, bisnis penggurukan tanah, telah merambah,
bukit yang dulu dilarang ditambang, sekarang pun ikut jadi korban. Demi sebuah
pengurakan tambak, dan pesisir pantai serta perumahan, yang kini meraja lela di
wilayah gresik utara.
Bukit larangan masih jarang dikunjungi, dikarenakan banyak
kisah mistis di dalamnya. Jika naik ke atas sebelah utara bisa melihat laut
utara yang membentang indah. Di atas bukit larangan terdapat, makam sesepuh
dusun, mbah Syafi’I, di sebelah baratnya makam, ada cekungan air serupa sumur,
dengan kedalaman tiga meter, yang cukup menampung air hujan. Di sekitar tempat
ini masih rindang, ada pohon kecacel dan beringin, serta deretan pohon jati. Di
sebelah utara atas bukit larangan bisa melihat pemandangan, panorama laut utara
Gresik.
4. BUKIT KEEMPAT: BUKIT SUROWITI
Bukit ini terletak di desa surowiti kecamatan Panceng
Gresik. Dari arah bukit larangan kea rah selatan, melewati beberapa pohon jati,
pasar sapi, yang biasanya buka setiap hari selasa. Desa surowiti sudah terkenal
dengan kemistisanya. Di atas bukit ini terdapat Dusun yang bernama dusun
surowiti. Di atas sana ada perkampungan kecil yang dihuni kurang lebih seratus
rumah tangga dengan luas kurang lebih lima hentar. Dengan ketinggian 260 m di
atas permukaan laut. Juga terdapat petilasan pertapaan Sunan Kalijaga dan Makam
Empu Supa Madrangi, alias Pangeran Sidayu, yaitu empu linuwi pada zaman
majapahit. Karya besar beliau berupa keris sengkalet. Di dekat makam empu supa,
terdapat gua macam, yang konon sebagai macam peliharaan Ki Singo Wongso (cikal
bakal orang Surowiti).
Di atas bukit itu juga terdapat makam Ki Bagus mataram,
seorang puggawa kerajaan majapahit yang terkenal kaya raya. Kemudian
meninggalkan harta kekayaannya dan pergi berguru pada Sunan Kalijaga. Orang
yang datang berziarah ke tempat ini kebanyakan mencari rizki dan kekayaan. Di
tempat ini juga terdapat tempat petilasan tapa Nguweng Sunan Kalijaga, orang
datang ke tempat ini untuk mencari berkah, berupa pangkat, derajat dan jabatan.
Juga terdapat gua Langseh, terdapat dua ruangan atas dan
bawah. Ruangan atas sebagai ada batu seperti bulatan besar, yang konon
digunakan sebagai petilasan sarasehan walisongo. Dibagian bawah sebagai tempat
pertapaan Sunan Kalijaga. Di atasnya terdapat tanah datar, digunakan sebagai
tempat latihan kanuragan. Di dalam ruangan gua terdapat di bawahnya terdapat
tandon kecil, yang dulunya sebagai tempat wudlu.
Di kaki bukit sebelah selatan terdapat kalibuntung,
menurut cerita tutur kali buntung ini anak suangai bengawan solo. Di sebelah
selatan sendang ini terdapat pring silir, yang konon menurut masyarakat
setempat adalah tongkat sunan boning yang ditancapkan, di sebelah sunan
kalijaga saat bertapa di pinggir kali. Yang mana menurut masyarakat Surawiti,
pringnya bisa dibuat memagari rumah secara gaib.
Di utara Surawiti ada Desa Selodingin, di desa ini
terdapat musholah yang belakangnya ada sendang. Di sana juga terdapat makam
seorang siden, yang konon dulunya jatuh cinta pada sunan Kalijaga, tapi
ditolak. Sehingga sebuah peristiwa naas menimpanya, sinden yang bernama roro
mendut ini dibegal oleh kawanan perampok, yang kemudian dikuburkan pengikutnya,
menjadi tiga bagian. Makamnya masih ada sampai sekarang. Ke arah baratnya lagi
terdapat bukit yang ke lima bukit prupuh.
5. BUKIT KELIMA: BUKIT PRUPUH
Bukit prupuh ini terletak di Desa Prupuh kecamatan
Panceng Gresik, bukitnya tidak terlalu tinggi. Di bukit ini terdapat beberapa
lempengan batu andesit, yangn usia kira-kira sejak 850. Yang sekarang sudah
ditata seperti meja dan kursi serupa zaman batu. Di atas bukit prupuh terdapat
makam mbah Klemok, yang konon sebagian orang mencari pesugihan di sini. Di
t.sebelah utaranya terdapat makam sayyid abdurahman. Keduanya merupakan sesepuh
desa prupuh. Sedang di kaki bukit terdapat mata air duyung, yang di sebelah
sumber mata airnya terdapat serupa tapak kaki kuda. Batu tempat keluarnya air
ini usianya sudah tua, bila dilihat lebih dalam lagi kemungkinan sekitarnya
bisa ditemukan stalagmite. Di sendang ini sekarang dijadikan tandon kebutuhan
air bersih masyarakat setempat. Di samping sendang ada tempat pengelolahan air.
6. BUKIT KEENAM: BUKIT PUNDUT
Bukit ini terletak di kearah selatan bukit prupuh,
kira-kitra 3 km, lalu belok ke arah barat, lokasinya sedikit menjorok ke dalam.
Terletak di desa pantenan. Desa yang dulunya di sebelah utara bukit, setelah
melakukan bedol desa. Desanya dipindah ke selatan bukit. Di puncaknya terdapat
batu berundak, jenis batu andesit, yang diperkirannya sejak zaman 850 M. dari
sisa bukit ini ada kaki bukit bisa melihat kelima bukit sebelumnya. Bukit pundut
sudah seperti sisa-sisa galian, batuan kapurnya hampir habis, dari yang bisa
kita lihat, bisa dikatakan dulu sering digunakan dinamit untuk meledakan
bukit.
Desa pantenan sering ditemukan keeping emas dan koin
emas. Ke selatan lagi terdapat desa ketanen. Kondisi bukit ini sekarang sudah
berantakan, korban ekplotasi alam, bongkahan batu besar-besar tercecer tidar
beraturan, hanya sedikit sisa yang bisa dipergunakan masyarat sebagai area
tambang batu kapur. Kearah timur laut terdapat desa banyutengah.
7. BUKIT KETUJUH: BUKIT KUKUSAN (PUTUSAN)
Bukit yang ketujuh berupa bukit kukusan. Sebuah bukit
yang terletak di desa Banyu tengah. Bukit kukusan ini kalau dilihat dari bukit
gosari, nampak serupa sebuah kukusan. Akan tetapi sekarang sudah tidak
berbentuk, bentuknya sudah acak-acakan. Hanya-sisa-sisa batu besar yang tidak
bisa dimanfaatkan. di kaki bukitnya di pancangkan dua tower besar. Dari atas
bukit ini sudah tidak bisa lagi melihat bukit-bukit yang lain.
Dulu di atasnya ada makam keramat, tapi sekarang sudah
lenyap. Menurut nelayan setempat, dinamai bukit bali, tempat kembali,
masyarakat setempat bekerja sebagai penambang batu kapur dan petani. Sejak
kemasukan pabrik, sekarang bukit kukusan itu hampir habis, datar dan sebelahnya
dijadikan tempat eksploitasi bukit besar-besaran.
C. PENAFSIRAN
(INTERPRESTASI)
Bila dimaknai
secara bebas maka akan berurutan sebagai berikut:
1. Bukit Banyuurip (Air Kehidupan atau Sperma).
2. Bukit Gosari (lazim dikenal dengan nama Nogosari/jajan
pasar yang digunakan untuk selamatan dimasa kanak-kanak ).
3. Bukit Larangan (pemberlakuan tentang larangan dan
kewajiban/masa baligh).
4. Bukit Sorowiti (Susah untuk memulai/masa dewasa).
5. Bukit Prupuh (Sepuh atau masa Tua).
6. Bukit Pundut (diambil,kembali/masa Kematian).
7. Bukit Putusan atau Kukusan (Keputusan tuhan akan hasil
amal perbuatan manusia).
Berdasarkan urutan
diatas maka jajaran formasi ketujuh bukit seperti urutan fase kehidupan manusia
yang dimulai dari sperma,masa kelahiran dan kanak-kanak,masa baligh,masa
dewasa,masa tua,masa kematian dan masa menerimah keputusan tuhan akan semua apa
yang dilakukan selama hidupnya.
Bukit-bukit yang
terletak di wilayah gresik utara, khususnya wilayah kec, Ujung pangkah dan
panceng, letak ketujuh bukitnya membentuk rasi bintang gubuk penceng. Di dalam
tujuh bukit tersebut bisa ditafsirkan dengan tipologi tiga alam: a. Alam Purwa
(kandungan), yakni Alam kandungan dan perjanjian suci. b. Alam Madya (Dunia),
yakni alam fana, alam mencari saku kehidupan kelak. Maksudnya, wong urep ono papeleng:
ileng leluhure, ileng dirine, ileng pepadane, lan ileng gustine. c. Alam Purna
(Kasadan Jati), yakni: barzah, kebangkitan, mahsar, mizan dan keputusan serta
kembali ke asal mula.
Di samping itu,
masing-masing bukit memiliki pemaknaan:
1. Bukit Banyurip,
sebagai perlambang mijil (masa benih); berikut isi tembang mijil “poma kaki
dipun ileng, ing pitutur ingong, sira ugo satriya arane, kudu anteng jatmika
ing budi, ruruh sarta wasis, samubarangipun”.
2. Bukit Gosari,
sebagai perlambang kinanti (anak-anak), sebagai pengharapan, berikut isi
tembang: “anoman malumpat sampun, prapteng witing nagasari, mulat mangandap
katingal, wanodya yu kuru aking, gelung rusak wor lan kisma, kang iga-iga
kaeksi”.
3. Bukit Larangan,
perlambang sinom, tamyis-baliq (bedake bener salah). Isine tembang sinom: “nulada
laku utama, tumrape wong tanah jawi, wong agung ing ngeksi ganda, panembahan
senopati, kepati amarsudi, sudane hawa lan nepsu, pinepsu tapa brata, tanapi
ing siyang ratri, amamangun karyenak tyasing sesame”.
4. Bukit Surawiti,
perlambang asmaradana (cinta keduniawian), isine tembang: “gegaraning wong
akrami, dudu bandha dudu rupa, among ati pawitane, luput pisan kena pisan,
lamun gampang luwih gampang, lamun angel angel kalangkung, tan kena tinumbans
arta.
5. Bukit prupuh,
perlambang Gambuh (dewasa/matang), berikut isine tembang: “sekar gambuh ing
catur, kang cinatur polah kang kalantur, tanpa tutur katula katali, kadaluarsa
kapatuh, kapatuh pan dadi awon”
6. Bukit pundut,
perlambang megatruh, “kabeh iku mung menungso kang pinunjul, marga duwe lahir
bathin, jruning urip iku mau, isi ati kelawan budi, iku pirantine wong”.
7. Bukit kukusan,
perlambang pocung (putusan), unine tembang: “ngelmu iku kelakone nganti laku,
lekase lawan kas, tegese kas ngantosani, setya budaya pangekese dur angkara”.
Risalah tujuh bukit
adalah fase perjalanan hidup manusia. Dari kandungan sampai akhir dimana dan
kemana dia kembali. Bukit-bukit ini juga sebagai penanda nelayan untuk pulang,
sebuah mercusuar alami yang dianugerahkan sang Maha pencipta pada mahluknya.
Risalah tujuh bukit sebuah berita dan cerita kehidupan yang membeku di tubuh
bumi, yang dipancangkan sebagai paku bumi.
Adapun kini
bukit-bukit itu hampir habis ditelan keserakahan manusia. Sebuah alur kehidupan
modern yang tak lagi mempertimbangan kondisi dan kearifan alam. Kehidupan yang
mengedepankan kemewahan hari ini, tidak lagi punya pertimbangan akan warisan
yang ditinggalkan buat anak-cucu, sungguh naïf, bukan?!
***
Lampiran I. ANAK
BAJANG MENGGIRING ANGIN
Anak bajang
menggiring angin
Naik kuda sapi liar
ke padang bunga
Menggembalakan
kerbau raksasa
Lidi jantan
sebatang disapukan ke jagat raya
Dikurasnya samudera
dengan tempurung bocor di tangannya
Digelaran sayap
garudayaksa
Naik anak bajang ke
bukit handracanra
Janur gebang
berayun-ayun
Anak bajang
berarak-arakan
Dalam iring-iringan
panjang
Para pencagakan dan
kemamamng
Di belakang riang
memangjang
Barisan waru
dhoyong dan singa barong
Dhenokongkrong dan
dadhungwinong
Berkebit-kebit
diekor anak-anak carubawor
Paru petang bulan
purnama
Lelap tidur anak
bajang
Dekat perapian
kunda kencana
Dibelai gading
gajah meta
Dan bisa permata
nagaraja
Dengan tikar daur
runya
Dari negeri atas
angin
Berhembus nafas
naga Giyani dan mintuna
Meniupkan samirana
dukula
Anak bajang terbang
Hingga ke puncak
mandira
Menari-nari bersama
kukila
Di bawah perempuan
menangis
Melahirkan pedang
dari luka-luka kedukaan
Sedih anak bajang
bertanya
Bunda kenapa?
Kau robek kainmuj
dengan darah
Sedang hendak
merayap aku
Di antara
bukit-bukitmu?
Gelap pun gulita
Dengan empat nafsu
cahaya
Anak bajang
menyalakan dian teja darpasura
Bumi berguncang
Dahana menyala
Jaladri pecah
Prahara
melimbah-limbah
Anak bajang dikejar
dua manusia
Senjatanya pedang
emas
Payung kencana
Mengnhadang di sana
raksasa
Mulutnya berlumuran
darah ikan berbisa
Anak
bajangmeronta-ronta
Menolak susu wanita
Yang menutup payung
hitamnya
Gemuruh malam
kumbang
Ular jantan di
kiblatan
dipeluk petang
jalanan catur denda
anak bajang lari
menubruk surya
langit mendung
hujan bintang
matahari padam
senyum bulan muram
kusuma terbang
merebut singgahsana awan
bidadari turun
telanjang
dimadu-madu buah
dadanya
menyusu anak bajang
sekeras duka-dukanya
tangis dan sorak
gambiralaya
lahir di
saptapratala
dunia tua berusia
bayi muda
(Sindhunata, 1983)
.
LAMPIRAN II. Mantra
Pemanggil Angin
Cempe, cempe!
Undangno barat
gedhe
Tak upahi dudo tape
Mantra Aji Bolo
Sewu
Aku titise resi
bagaspati, dayaku candra
Birawa dayaku naga
saputir, iduhku wisa
Sarpa kencana
pangucapku gelap wasesa
Mula sira ingsun
amatek ajiku bala sewu
Kang tapa ing gua
garbane bagaspati,
Sakabehi khodam
widadara lan wildadari
Malaikat, jin,
setan, prapayangan wes luluh sari atunggal
Sake mungsu ing
ngarep, mburi, kiwa, tengen
Kiblat papat pada kamigilan
Kepraban ajiku bala
sewu kabeh manut luluh
Lan tan kena owah
soko sire plan kekuatane aji bolo sewu
Yo ingsun titisane
resi bagaspati
Mantra Pemanggil
Hujan
Niat ingsun matek
ajiku si Guntur mawur
Kapethik jantraning
rina sirullah kodratullah
Kapethik jantrane
wengi tekakno udan kapisan lepana jagatullah
Mendung abang pada
teka, mendhung ireng pada seba
Mendung putih
gemulung dadi pitung samudera, sakno ing
Nabi Khidir kang
mengkoni toya tak jaluk katiyasanmu
Bres teles-teles
saking kersani Allah.
Yahu Yaa Allah,
Yahu yaa Allah, Yahu yaa Allah
Noktah Risalah
Tujuh Bukit
Bukit-bukit itu
sasmita
Risalah rasi
bintang
kandungan ibu, paku
bumi
dihempas badai
Bukit satu persatu
gugur
Terpencar
acak-acakan
Berhamburan bagai
kapas
Diterbangkan
kebringasan
Diterjang angkara
murka
Tendon hayat pun
jadi mayat
Tujuh bukit
tercerai berai
Ke mana arah pulang
Jika mencusuar itu
tumbang!
(Risalah Tujuh
Bukit, 2018)
Pitutur Tapak Kaki
Tujuh Bukit
“Ngelmu alif tumeko
samudrane rasa”
“Nyawijine rasa
tumindake budhi pakerti”
“kaluhurane urip
pamuncake kaluhuran”
“Man shabaro
zhafira”
***
Aucun commentaire:
Publier un commentaire