dimanche 14 février 2021

Memoar Seorang Pendekar Tua

Judul Buku : Nagabumi I; Jurus Tanpa Bentuk

Penulis : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan : November 2009
Tebal : x + 815 halaman
Peresensi : Akhmad Sekhu *
 
Apa yang dapat dilakukan seorang pendekar tua yang tahu ajalnya sudah dekat? Ia tak ingin mati sebelum dapat menuliskan memoar riwayat hidupnya, sebagai cara untuk membongkar rahasia sejarah. Demikian yang tersirat dari buku berjudul “Nagabumi I; Jurus Tanpa Bentuk” yang ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma.
 
Buku itu tentu bukan menceritakan jaman sekarang, tapi jaman dahulu kala yaitu sekitar tahun 871 di Pulau Jawa. Alhasil buku itu harus menyertakan banyak referensi, baik itu referensi buku-buku sejarah maupun website. Bahkan tidak tanggung-tanggung Seno terpaksa kudu menyertakan catatan kaki sekitar 45 halaman. Ini sungguh lain dari para pengarang cerita silat sebelumnya, sebutlah misalnya Kho Ping Ho, pengarang buku silat legendaris Indonesia yang sangat produktif. Ia tak pernah menyertakan catatan kaki sedikitpun, selain hanya cerita asli rekaannya saja.
 
Mengapa Seno demikian peduli dengan sejarah yang melatari ceritanya? Padahal ia dikenal sebagai sosok sastrawan pembangkang dengan imajinasinya yang sangat liar. Mungkin ia ingin menciptakan tren baru dengan gaya khasnya sebagai tukang cerita yang sangat kaya dengan referensi. Ini yang dinamakan sebagai karya kreatif karena menciptakan sesuatu yang baru. Tapi diam-diam kita mesti curiga, jangan-jangan Seno sedang mengandai-andai dirinya menjadi seorang pendekar. Sebagaimana dulu ia pernah seperti Old Shatterhand di rimba suku Apache, cerita karya pengarang Jerman Karl May, yang mengembara mencari pengalaman.
 
Menggapai Wibawa Naga
 
Dalam buku setebal 815 halaman, diceritakan tentang Pendekar Tanpa Nama yang telah mengundurkan diri dari dunia persilatan karena umurnya sudah 100 tahun. Pendekar tua itu sudah lupa, siapa saja lawan yang pernah terbunuh olehnya, dan barangkali kini murid atau kerabat lawan-lawannya datang menuntut pembalasan dendam. Bahkan negara menawarkan hadiah besar untuk kematiannya.
 
Pembahasan dari bab pertama, yaitu Jurus Tanpa Bentuk, dimulai dari cerita Pendekar Tanpa Nama mengundurkan diri dari dunia persilatan. Kemudian, dari situ ia flashback panjang ke masa silam, seperti tentang dirinya yang pernah membantai seratus lawan dalam semalam. Setelah itu, cerita berturut-turut, tentang ketika maut berkelebat di balik kelam, rumah ketiadaan, Naga Emas, melawan suara seruling, sampai pada cerita kunci penalaran dan Pendekar Aksara Berdarah.
 
Bab berikutnya, bab kedua, Anak Sepasang Naga, dimulai dari cerita sepasang Naga dari Celah Kledung, mengenai pendekar harus membela yang lemah dan tidak berdaya, tentang Kitab Ilmu Naga Kembar, sampai pertanyaan; apakah menulis itu? Selanjutnya, bab ketiga, Kematian dan Kesempurnaan, pada Sub bab Rehat dan Filsafat menyodorkan perenungan mendalam; jika ilmu silat dalam sastra hanya semu, bagaimana caranya menjadi filsafat? Ketajaman pedang kata-kata dalam dirimu, lebih tajamkah dari pedang pesilat?
 
Bab Keempat, Dua Pedang Menuliskan Kematian, yang dimulai dari pengandaian bagaikan ruang angkasa; tentang ilmu hitam dan ilmu putih; seperti Berciuman dan Bercinta; Mantara atawa Aksara Bercahaya, sampai tentang tulisan dan kejujuran. Terakhir, bab kelima, Pendekar Tujuh Lautan, dimulai dari cerita berlayar ke Samudradvipa, pembantaian di tengah lautan, Naga Laut dan Nagarjuna, Mantra Nagarjuna, Putri Asoka, sampai dengan cerita tentang seorang putri di atas kudanya, dan paling akhir kehormatan pada pembaca tentang memoar seorang pendekar tua.
 
Buku ini diniatkan oleh penulisnya sebagai sebuah cerita tempat orang-orang awam menghayati dunia persilatan sebagai dongeng, tentang para pendekar yang telah menjadi terasing dari kehidupan sehari-hari, karena tujuan hidupnya untuk menggapai wibawa naga. Apakah kita percaya begitu saja dengan paparannya ini? Referensi yang sangat banyak itu tampaknya tak cukup untuk dapat menjawabnya.
 
Mengusung Intrik Politik Kekuasaan
 
Kemudian dikatakan Nagabumi adalah drama di antara pendekar-pendekar, pertarungan jurus-jurus maut, yang diwarnai intrik politik kekuasaan, maupun pergulatan pikiran-pikiran besar, dari Nagasena sampai Nagarjuna, dengan selingan kisah asmara mendebarkan, dalam latar kebudayaan dunia abad VIII-IX. Nah, inilah yang menjadi poin penting buku ini, yaitu dengan mengusung intrik politik kekuasaan. Sebuah tema yang mengemuka begitu bebasnya sejak bergulirnya era reformasi dengan eforia kebebasan berpendapat tentang intrik politik kekuasaan.
 
Misalnya pada sub bab; Menggugat Pembebasan Tanah, diceritakan persaingan kekuasaan, yang memanfaatkan segala perbedaan, termasuk agama, yang justru menghendaki perpecahan tersebut. Dengan terdapatnya perpecahan, suatu bangsa menjadi rapuh, dan mereka yang berkepentingan dengan keadaan ini akan mudah merebut kekuasaan. (hal. 43-44)
 
Begitu juga pada bab berikutnya, Permainan Kekuasaan, bahwa manusia bertarung memperebutkan kekuasaan atas nama agama dan bukan sebaliknya. Agama apa pun tidak membenarkan pertarungan antar agama dan tidak akan pernah ada kecuali manusia yang begitu bodoh sehingga menafsirkan yang sebaliknya. (hal. 424)
 
Ada lagi yang tentu patut untuk pembaca ketahui, yaitu dibanding pemerintahan raja-raja sebelumnya, masa pemerintahan Rakai Kayuwangi kemudian akan kuketahui sebagai salah satu masa yang paling tenang, sehingga mengherankan juga sebenarnya, permainan kekuasaan macam apa yang membuat istana sampai mengeluarkan selebaran untuk memburu dan membunuhku. (hal. 756)
 
Demikian Pendekar Tanpa Nama selalu bertanya-tanya seperti itu yang mungkin jawabannya akan kita temukan pada buku Nagabumi berikutnya. Sebuah buku yang tentu relatif tebal, tapi tampaknya tak cukup menampung semua paparan flashback panjang memoar seorang pendekar tua.
***

*) Akhmad Sekhu lahir 27 Mei 1971 di Jatibogor, Suradadi, Tegal, Jateng. Tulisan-tulisannya; puisi, cerpen, novel, esai budaya, resensi buku, artikel arsitektur-kota, kupasan film, telaah televisi, biografi dan company profile. Mantan Ketua Umum Kelompok Sastra Mangkubumen (KSM), Ketua Divisi Penerbitan Himpunan Sastrawan Muda Indonesia (Hismi), Ketua Divisi Apresiasi Masyarakat Sastra Jakarta (MSJ), Koordinator Komunitas Penulis Senen Gelanggang Remaja Jakarta Pusat, kini tinggal di Jakarta & Tegal. Web: http://asekhu.wordpress.com/ Email: sekhu006@yahoo.com http://sastra-indonesia.com/2010/06/memoar-seorang-pendekar-tua/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria