lundi 15 février 2021

TANGGUNG JAWAB SASTRAWAN DI SASTRA BALIK DESA

Adin
obyektif.com
 
Benarkah tanggung jawab menjadi sastrawan, penyair, lebih-lebih kaitannya dengan dunia kesusastraan, menjadi semata-mata tugas individu? Benarkah para “calon” sastrawan atau penyair harus mengurus dirinya sendiri, berikut karyanya tanpa peduli pada konteks kultural, apa ia tumbuh, dan sistem apa yang melingkupinya?
 
Pertanyaan-pertanyaan di ataslah yang mendominasi dalam berbagai diskusi yang digelar pada event “Sastra Balik Desa” baru-baru ini di Desa Gebyok, Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah, selama tiga hari. Komentar-komentar dari beberapa senior semakin mengukuhkan mitos itu, bahwa untuk menjadi sastrawan, Anda harus berdarah-darah sendirian, karena media hanya akan memuat karya yang dianggapnya layak.
 
Pada tataran ideal dan iklim yang baik, barangkali mitos-mitos di atas mendapatkan pembenarannya. Tetapi bagaiamana jika iklim tidak mendukung dan infrastruktur kesusastraan tidak berfungsi sebagaimana diharapkan? Mengutip Raudal Tanjung Banua, pembicara dalam salah satu sesi diskusi “Sastra Balik Desa”, sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak hanya kesusastraan, tetapi juga kesenian, selalu dinomorduakan dan menjadi anak yatim di berbagai kota di Indonesia.
 
Tetapi yang paling penting adalah bagaimana perasaan yatim itu menjadi milik kolektif sehingga tercipta iklim saling membantu, support, dan mengisi kekurangan. Jadi tidak hanya menuntut kualitas tetapi juga memperbaiki sistem pembelajaran yang ada. Kalau saya misalkan dengan tradisi zakat, ada sebagian dari hak untuk para pemula yang dibawa oleh sastrawan yang telah mapan.
 
“Menyitir Faisal Kamandobat yang mengungkapkan ide tentang etika. Jadi tidak hanya perilaku kesusastraan saja dan tuntutan mengenai perbaikan kualitas teks, tetapi juga diperhatikan etika dalam berkesusastraan,” imbuhnya.
 
Kesemua hal itulah yang kelak akan menentukan perkembangan kesusastraan di suatu kota. Mengingat proses regenerasi sastrawan muda di Bali sangat pesat patutlah kita iri hati. Tentunya bukan semata-mata karena bibit di sana baik, dan bibit di sini busuk, tetapi bukankah realitas adalah konstruksi sosial dan bukan semata terberi? Dan tentu saja menjadi tanggung jawab etik juga bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk turut serta membentuk iklim kondusif. Jadi tidak hanya mengaharap kerja keras dan berdarah-darah sementara pekerjanya sendiri tidak diperhatikan nasibnya, kesehatannya, kebutuhan psikisnya, begitulah kira-kira analoginya.
 
Acara “Sastra Balik Desa” ini memang secara tematik lebih dikhususkan pada pemertanyaan ulang terhadap infrastruktur kesusastraan di Indonesia dan terutama di daerah masing masing peserta. Berbagai peserta dari Jepara (Komunitas Samudra), Kudus (Pojok Sastra), Purwokerto (Nyaman dkk), Pekalongan (Rumah Imaji, Catur dkk), Solo (Pawon, Komunitas Lidah Buaya), Jogja (Rumah Lebah), Karanganyar (HPK).
 
Menyusul kemudian dari Bandung (ASAS, Mnemonic), Magelang (Komunitas Merapi), Salatiga, Rembang, (Sanggar Pesisir), Tangerang (KSI), Kulonprogo (Lumbung Aksara), Cilacap, Ungaran (KSI), Semarang(KIAS), Kendal(Maos Ajar), dan Pati (Sampak Gusuran), bertempat tinggal dan membaur bersama warga.
 
Barangkali interaksi yang terjalin tidak memungkinkan untuk dipetik hasilnya secara ekstrim. Misalnya warga yang tiba-tiba menulis karya sastra yang baik, atau mau membaca karya sastra. Tapi dari pertemuan singkat inilah, kelak akan berdampak psikologis terhadap anak-anak yang selama ini dilibatkan. Dari kebiasaan berinteraksi dengan dunia luar diharapkan ada iklim kebebasan yang tertanam sejak dini di benak mereka.
 
Tidak hanya kebebasan untuk berpendapat tetapi juga mengekspresikan diri dan hal itu berkait erat dengan identitas srawung yang dalam istilah warga artinya relasi yang terjadi secara kekeluargaan dan toleransi antar-sesama menjadi semangat dalam event sastra ini. Meskipun dalam beberapa hal barangkali terdapat compang-camping dalam kerja kepanitiaan.
 
Acara yang dimeriahkan pembacaan puisi dari para sastrawan mapan, dan pementasan teater, dibuka dengan arak-arakan anak-anak dan warga mengelilingi pedusunan Gebyok. Para peserta dari berbagai kota mengikuti prosesi ini dan dilanjutkan launching antologi Mencari Rumah yang diselenggarakan di pelataran rumah warga.
 
Hari selanjutnya, ada beberapa sesi diskusi dengan pembicara antara lain Yudiono KS, Iskandar, Budi Maryono, Yopi Setia Umbara, Wowok Hesti Prabowo, Aulia Muhammad. Malamnya, dilanjutkan pembacaan puisi dan pementasan teater Lingkar yang kebetulan tampil di Gebyok.
 
Hari terakhir, Gendot Wukir, Gema Yudha, Dian Hartati, Triyanto Triwikromo, Dwicipta, Faisal Kamandobat turut juga memeriahkan sesi diskusi. Kemudian malamnya dilanjutkan pembacaan puisi oleh Beno Siang Pamungkas, Timur Sinar Suprabana, Wijang Warek, Gunoto Saparie, Anis Sholeh Baasyin, tidak ketinggalan pula Komang Ira, Sunlie Thomas Alexander, Thendra, dan masih banyak lagi rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
 
Konsep acara semacam ini memang bukanlah yang pertama. Beberapa waktu lalu di Banten diadakan Ode Kampung yang menghasilkan manifesto bersama. Akan tetapi acara kali ini, yang salah satu tujuannya untuk mencari isu bersama ini, nampaknya kurang berhasil. Tetapi sebagai sebuah perhelatan kami kira cukup berhasil. Ukurannya, karena hampir tidak banyak yang menyimpang dari rundown semula. sekaligus bisa menjadi pintu bagi event-event serupa untuk tahun-tahun berikutnya.
 
Karena tidak menutup kemungkinan Semarang kelak juga mempunyai event sastra yang memang disokong tidak hanya segelintir orang, tetapi juga menjadi milik kolektif komunitas sastra di Jawa Tengah.
***
 
12 – 07 – 2011
 
Catatan: Tulisan ini diposting ulang, demi menyambut Sastra Balik Desa kedua yang semoga bisa terlaksana pada akhir tahun 2011. (Adin, Hysteria)
http://obyektif.com/sastrabudaya/read/tanggung_jawab_sastrawan_di_sastra_balik_desa__/
http://sastra-indonesia.com/2011/10/tanggung-jawab-sastrawan-di-sastra-balik-desa/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria