jeudi 4 mars 2021

Ricarda Huch, Sastrawan Perempuan Jerman yang Karya-karyanya “Tenggelam” dalam Sejarah Negerinya

: Sebuah Catatan dari Penerjemah
 
Tiya Hapitiawati *
 
“Huch merupakan perempuan pertama dalam kesusastraan Jerman, bahkan yang pertama di Eropa,” ujar Thomas Mann saat perayaan ulang tahun Ricarda Huch yang ke-60, tepatnya tahun 1924. Terlepas dari perasaan sebal Ricarda Huch kala itu sebab kawannya itu hanya menyebutnya dengan nama keluarga alih-alih nama lengkapnya, kebesaran seorang Ricarda Huch memang tak bisa dielak. Memang selalu tak sederhana saat bicara tentang peran, pencapaian, berikut apresiasi yang diperoleh perempuan dalam kesusastraan, tak terkecuali dalam kesusastraan Jerman. Soal ini, tampaknya mesti didiskusikan dalam ruang lain yang mungkin akan makin tak sederhana. Lebih jauh dari itu, Ricarda Huch termasuk ke dalam deretan penulis perempuan dalam kesusastraan Jerman yang karya-karyanya hampir terlupakan, selain Gutti Alsen, Friederike Manner dan Auguste Hauschner.
 
Lahir 18 Juli 1864 di sebuah keluarga pebisnis di Braunschweig, Ricarda Huch menjalani masa remaja yang ruwet gara-gara terjebak cinta segitiga antara dirinya, kakak perempuan, dan sepupunya, ia memutuskan pindah merantau ke Zürich, Swiss. Terlebih lagi, Jerman kala itu tak mengizinkan seorang perempuan mengenyam bangku kuliah, sementara Swiss sudah sedikit lebih “maju” dengan tak mempermasalahkan keperempuanannya. Di Universitas Zürich, ia mempelajari sejarah, filologi dan filsasat, juga berkawan dengan perempuan tangguh lain dari Polandia, yang kelak penjadi pemikir sosialis revolusioner, Rosa Luxemburg.
 
Sebagai intelektual terkemuka Jerman, Ricarda Huch menjadi nominator Nobel Sastra sebanyak tujuh kali. Karya-karyanya dikenal mengangkat tema-tema humanisme di kalangan masyarakat kelas menengah dan gagasan-gagasan tentang kebebasan. Ia termasuk salah satu penulis terpenting periode Jugendstil dalam kesusastraan Jerman dan menjadi perempuan pertama yang menulis sejarah penyatuan Italia, Risorgimento, di bawah kepemimpinan Giuseppe Garibaldi. Fakta ini membawa keuntungan tersendiri baginya saat Jerman berada di bawah kekuasaan Hitler, selain juga mantan suami pertamanya, Ceconi, berasal dari Itali. Ricarda Huch jarang berhadapan dengan “marabahaya” saat Hitler berkuasa, meski pada akhirnya karya-karyanya tetap tak diizinkan terbit di Jerman setelah terang-terangan enggan mendukung fasisme Hitler. Ia juga menjadi sedikit dari tokoh intelektual yang memilih untuk tidak eksil ke luar Jerman saat menjadi penentang fasisme Hitler.
 
“Nasionalisme Jerman yang digaungkan oleh otoritas pemerintah saat ini bukanlah nasionalisme yang kuanut,” demikian ujarnya suatu kali tentang ultranasionalisme Hitler. Ia aktif menentang rezim Nazi dan sengaja keluar dari Akademi Kesenian Prusia, organisasi para seniman Prusia yang di dalamnya Ricarda Huch menjadi anggota pertama dan kehormatan. Keputusannya itu membawanya pada karya-karyanya yang tak diizinkan lagi terbit di Jerman.
 
Puluhan tahun karya-karya Ricarda Huch seolah tenggelam dalam sejarah negerinya, kini salah satu karya yang disebut-sebut sebagai novela terbaik dari sang intelektual Jerman telah kembali diterbitkan: “Der Letzte Sommer”. Telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Prancis, novela yang pertama kali terbit tahun 1910 ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Musim Panas Penghabisan”. Novela epistolary politik bergenre thriller dan berkisah tentang tokoh Gubernur Rasimkara yang mendapat ancaman teror dari kelompok revolusioner Rusia. Seorang revolusioner diselundupkan ke rumah musim panas keluarga Gubernur, mencari saat yang tepat untuk menghabisinya, namun sialnya, salah satu anak perempuan gubernur malah jatuh cinta pada si penyusup revolusioner.
 
Berbentuk surat, tak adanya dialog dan hanya berbentuk monolog menjadi keunikan tersendiri dari novela ini. Proses penerjemahan memakan waktu kurang lebih tiga bulan. Kesulitan-kesulitan ada pada beberapa kosakata yang hampir tak pernah lagi digunakan dalam bahasa Jerman saat ini, selain juga tantangan dalam menyesuaikan penggunaan bahasa remaja Jerman kala itu dalam bentuk surat. Semoga, upaya penerjemahan karya Ricarda Huch yang diinisiasi Moooi Pustaka ini menjadi awal yang baik untuk memperkenalkan karya-karya Ricarda Huch, juga karya-karya para penulis besar berbahasa Jerman lain yang ikut tenggelam dalam alur sejarah negeri mereka.
 
9 Jan 2021
 
*) Tiya Hapitiawati, penerjemah dari bahasa Jerman ke bahasa Indonesia. Menyelesaikan pendidikan S1 Sastra Jerman dan S2 Ilmu Linguistik di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Buku terjemahannya antara lain novel “Lelaki Malang, Kenapa Lagi” karya Hans Fallada, novel “Kalut” karya Stefan Zweig, dan novela “Musim Panas Penghabisan” karya Ricarda Huch. Semuanya diterjemahkan langsung dari bahasa Jerman. Saat ini menerjemahkan untuk Penerbit Moooi Pustaka, sebuah penerbit yang didirikan oleh penulis Eka Kurniawan, dan khusus menerbitkan karya-karya sastra terjemahan langsung dari bahasa aslinya.

http://sastra-indonesia.com/2021/02/ricarda-huch-sastrawan-perempuan-jerman-yang-karya-karyanya-tenggelam-dalam-sejarah-negerinya/

Aucun commentaire:

Publier un commentaire

A. Anzieb A. Muttaqin A. Syauqi Sumbawi A.P. Edi Atmaja A.S. Laksana Abdurrahman Wahid Acep Zamzam Noor Adhie M Massardi Adin Adrizas Afrilia Afrizal Malna Afrizal Qosim Aguk Irawan MN Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R. Sarjono Agus R. Subagyo Agus Sulton Agus Sunyoto Ahmad Faishal Ahmad Farid Yahya Ahmad Fatoni Ahmad Jauhari Ahmadun Yosi Herfanda Aik R Hakim Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Albert Camus Alex R. Nainggolan Amanche Franck Amien Kamil Aming Aminoedhin Ana Mustamin Andra Nur Oktaviani Andrenaline Katarsis Anindita S. Thayf Anjrah Lelono Broto Annisa Febiola Anton Wahyudi Aprinus Salam Arafat Nur Arie MP Tamba Arif Yulianto Arifi Saiman Arswendo Atmowiloto Arung Wardhana Ellhafifie Aryo Bhawono AS Dharta Asarpin Atok Witono Awalludin GD Mualif Ayesha B Kunto Wibisono Badaruddin Amir Balada Bambang Bujono Bamby Cahyadi Bandung Mawardi Bantar Sastra Bengawan Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Berita Foto Bernadette Aderi Bernando J. Sujibto Binhad Nurrohmat Boy Mihaballo Budaya Budi Darma Bustan Basir Maras Catatan Cerbung Cerpen Chairil Anwar D. Zawawi Imron Daisy Priyanti Dareen Tatour Daru Pamungkas Dedy Tri Riyadi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dharmadi Dhenok Kristianti Dian Sukarno Didin Tulus Dina Oktaviani Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dwi Fitria Dwi Klik Santosa E. M. Cioran Ebiet G. Ade Eddi Koben Edi AH Iyubenu Edy A Effendi Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Permadi Eko Prasetyo Enda Menzies Ernest Hemingway Erwin Setia Esai Evan Gunanzar F. Rahardi Fadllu Ainul Izzi Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Fairuzul Mumtaz Fajar Alayubi Farah Noersativa Faris Al Faisal Fatah Yasin Noor Fathoni Mahsun Fathurrozak Fauz Noor Fauzi Sukri Fazar Muhardi Feby Indirani Felix K. Nesi Franz Kafka FX Rudy Gunawan Gesang Gola Gong Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Guntur Budiawan Gus Noy Gusti Eka H.B. Jassin Hamka Hari Purwiati Haris del Hakim Hartono Harimurti Hasan Gauk Hasnan Bachtiar Henriette Marianne Katoppo Herry Lamongan HM. Nasruddin Anshoriy Ch Holy Adib Hudan Hidayat Humam S. Chudori I Nyoman Darma Putra Ida Fitri Idrus Ignas Kleden Ilung S. Enha Imam Muhayat Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Indonesia O’Galelano Indra Tjahyadi Indria Pamuhapsari Irwan Apriansyah Segara Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Zulkarnain J Anto Jadid Al Farisy Jakob Oetama Jalaluddin Rakhmat Jamal T. Suryanata James Joyce Januardi Husin Jemi Batin Tikal Jo Batara Surya Johan Fabricius John H. McGlynn John Halmahera Jordaidan Rizsyah Juan Kromen Judyane Koz Junaidi Khab Jurnal Kebudayaan The Sandour Jusuf AN K.H. M. Najib Muhammad Kadjie Mudzakir Kahfie Nazaruddin Kamran Dikarma Kedung Darma Romansha KH. Ahmad Musthofa Bisri Khansa Arifah Adila Khoirul Anam Khulda Rahmatia Kiki Sulistyo Komunitas Sastra Mangkubumen Komunitas-komunitas Teater di Lamongan Kurniawan Kurniawan Junaedhie Kuswaidi Syafi’ie Lagu Laksmi Shitaresmi Latief S. Nugraha Leila S. Chudori Lely Yuana Leo Tolstoy Linda Christanty Linda Sarmili Lutfi Mardiansyah M Zaid Wahyudi M. Adnan Amal M’Shoe Maghfur Munif Mahamuda Mahmud Jauhari Ali Mahwi Air Tawar Maman S. Mahayana Maratushsholihah Mardi Luhung Marhalim Zaini Maria Magdalena Bhoernomo Mariana Amiruddin Mario F. Lawi Maroeli Simbolon Martin Aleida Mashdar Zainal Mashuri Mbah Kalbakal Melani Budianta Mochtar Lubis Moh. Dzunnurrain Mohammad Bakir Mohammad Kasim Mohammad Tabrani Muhammad Ali Muhammad Idrus Djoge Muhammad Muhibbuddin Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhidin M. Dahlan Mukhsin Amar Mulyo Sunyoto Munawir Aziz Musafir Isfanhari Mustain Myra Sidharta N. Syamsuddin CH. Haesy Naim Nanda Alifya Rahmah Nara Ahirullah Naskah Teater Naufal Ridhwan Aly Nawangsari Nezar Patria Niduparas Erlang Nikita Mirzani Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nur Wahida Idris Nurel Javissyarqi Observasi Ocehan Pameran Lukisan Panggung Teater Pentigraf Performance Art Pondok Pesantren Al-Madienah Pramoedya Ananta Toer Pramono Pringgo HR Prosa Pudyo Saptono Puisi Pustaka Ilalang PUstaka puJAngga Puthut EA Putu Wijaya R. Toto Sugiharto Raedu Basha Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Prambudhi Dikimara Ratih Kumala Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Reko Alum Remy Sylado Resensi Reza Aulia Fahmi Ribut Wijoto Rikardo Padlika Gumelar Riki Dhamparan Putra Risang Anom Pujayanto Riska Nur Fitriyani Rofiqi Hasan Rokhim Sarkadek Roland Barthes Rony Agustinus Rosdiansyah Rozi Kembara Rx King Motor S Yoga S. Arimba S. Jai Sabda Armandio Sabine Mueller Sabine Müller Sabrank Suparno Saiful Amin Ghofur Sajak Samir Amin Samsudin Adlawi Samsul Anam Sapardi Djoko Damono Sasti Gotama Satmoko Budi Santoso Saut Situmorang Sejarah Selendang Sulaiman Seno Gumira Ajidarma Shinta Maharani Sholihul Huda Sidik Nugroho Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sitok Srengenge Siwi Dwi Saputro Sofyan RH. Zaid Sohifur Ridho’i Soni Farid Maulana Sosiawan Leak Sri Pudyastuti Baumeister Sugito Ha Es Sumani Sumargono SN Sunan Bonang Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Suripno Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Sutrisno Buyil Syarif Hidayat Santoso T Agus Khaidir T.N Angkasa T.S. Eliot Tatan Daniel Taufik Ikram Jamil Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teater ESKA Teater Pendopo nDalem Mangkubumen Teater Tawon Tedy Kartyadi Teguh Winarsho AS Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo Tirto Suwondo Tito Sianipar Tiya Hapitiawati Tjahjono Widijanto Tjoet Nyak Dhien Toeti Heraty Toto Sudarto Bachtiar Tujuh Bukit Kapur Udin Badruddin Umbu Landu Paranggi Undri Uwell's King Shop Uwell's Setiawan Vitalia Tata W Haryanto W.S. Rendra Wahyu Hidayat Wahyudi Akmaliah Muhammad Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Jengki Sunarta Welly Kuswanto Wulansary Yasunari Kawabata Yeni Mulyani Yetti A. KA Yohanes Sehandi Yonathan Rahardjo Yudha Kristiawan Yudhistira ANM Massardi Yukio Mishima Yusri Fajar Zakky Zulhazmi Zawawi Se Zehan Zareez Zuhdi Swt Zuhkhriyan Zakaria