: Sebuah Catatan dari Penerjemah
Tiya Hapitiawati *
“Huch merupakan perempuan pertama dalam kesusastraan Jerman, bahkan yang pertama
di Eropa,” ujar Thomas Mann saat perayaan ulang tahun Ricarda Huch yang ke-60,
tepatnya tahun 1924. Terlepas dari perasaan sebal Ricarda Huch kala itu sebab
kawannya itu hanya menyebutnya dengan nama keluarga alih-alih nama lengkapnya,
kebesaran seorang Ricarda Huch memang tak bisa dielak. Memang selalu tak
sederhana saat bicara tentang peran, pencapaian, berikut apresiasi yang
diperoleh perempuan dalam kesusastraan, tak terkecuali dalam kesusastraan
Jerman. Soal ini, tampaknya mesti didiskusikan dalam ruang lain yang mungkin
akan makin tak sederhana. Lebih jauh dari itu, Ricarda Huch termasuk ke dalam
deretan penulis perempuan dalam kesusastraan Jerman yang karya-karyanya hampir
terlupakan, selain Gutti Alsen, Friederike Manner dan Auguste Hauschner.
Lahir 18 Juli 1864 di sebuah keluarga pebisnis di Braunschweig, Ricarda
Huch menjalani masa remaja yang ruwet gara-gara terjebak cinta segitiga antara
dirinya, kakak perempuan, dan sepupunya, ia memutuskan pindah merantau ke
Zürich, Swiss. Terlebih lagi, Jerman kala itu tak mengizinkan seorang perempuan
mengenyam bangku kuliah, sementara Swiss sudah sedikit lebih “maju” dengan tak
mempermasalahkan keperempuanannya. Di Universitas Zürich, ia mempelajari
sejarah, filologi dan filsasat, juga berkawan dengan perempuan tangguh lain
dari Polandia, yang kelak penjadi pemikir sosialis revolusioner, Rosa
Luxemburg.
Sebagai intelektual terkemuka Jerman, Ricarda Huch menjadi nominator Nobel
Sastra sebanyak tujuh kali. Karya-karyanya dikenal mengangkat tema-tema humanisme
di kalangan masyarakat kelas menengah dan gagasan-gagasan tentang kebebasan. Ia
termasuk salah satu penulis terpenting periode Jugendstil dalam kesusastraan
Jerman dan menjadi perempuan pertama yang menulis sejarah penyatuan Italia,
Risorgimento, di bawah kepemimpinan Giuseppe Garibaldi. Fakta ini membawa
keuntungan tersendiri baginya saat Jerman berada di bawah kekuasaan Hitler,
selain juga mantan suami pertamanya, Ceconi, berasal dari Itali. Ricarda Huch
jarang berhadapan dengan “marabahaya” saat Hitler berkuasa, meski pada akhirnya
karya-karyanya tetap tak diizinkan terbit di Jerman setelah terang-terangan
enggan mendukung fasisme Hitler. Ia juga menjadi sedikit dari tokoh intelektual
yang memilih untuk tidak eksil ke luar Jerman saat menjadi penentang fasisme
Hitler.
“Nasionalisme Jerman yang digaungkan oleh otoritas pemerintah saat ini
bukanlah nasionalisme yang kuanut,” demikian ujarnya suatu kali tentang
ultranasionalisme Hitler. Ia aktif menentang rezim Nazi dan sengaja keluar dari
Akademi Kesenian Prusia, organisasi para seniman Prusia yang di dalamnya
Ricarda Huch menjadi anggota pertama dan kehormatan. Keputusannya itu
membawanya pada karya-karyanya yang tak diizinkan lagi terbit di Jerman.
Puluhan tahun karya-karya Ricarda Huch seolah tenggelam dalam sejarah
negerinya, kini salah satu karya yang disebut-sebut sebagai novela terbaik dari
sang intelektual Jerman telah kembali diterbitkan: “Der Letzte Sommer”. Telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Prancis, novela yang pertama kali terbit
tahun 1910 ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul
“Musim Panas Penghabisan”. Novela epistolary politik bergenre thriller dan
berkisah tentang tokoh Gubernur Rasimkara yang mendapat ancaman teror dari
kelompok revolusioner Rusia. Seorang revolusioner diselundupkan ke rumah musim
panas keluarga Gubernur, mencari saat yang tepat untuk menghabisinya, namun
sialnya, salah satu anak perempuan gubernur malah jatuh cinta pada si penyusup
revolusioner.
Berbentuk surat, tak adanya dialog dan hanya berbentuk monolog menjadi
keunikan tersendiri dari novela ini. Proses penerjemahan memakan waktu kurang
lebih tiga bulan. Kesulitan-kesulitan ada pada beberapa kosakata yang hampir
tak pernah lagi digunakan dalam bahasa Jerman saat ini, selain juga tantangan
dalam menyesuaikan penggunaan bahasa remaja Jerman kala itu dalam bentuk surat.
Semoga, upaya penerjemahan karya Ricarda Huch yang diinisiasi Moooi Pustaka ini
menjadi awal yang baik untuk memperkenalkan karya-karya Ricarda Huch, juga karya-karya
para penulis besar berbahasa Jerman lain yang ikut tenggelam dalam alur sejarah
negeri mereka.
9 Jan 2021
*) Tiya Hapitiawati, penerjemah dari bahasa Jerman ke bahasa Indonesia.
Menyelesaikan pendidikan S1 Sastra Jerman dan S2 Ilmu Linguistik di Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Buku terjemahannya antara lain
novel “Lelaki Malang, Kenapa Lagi” karya Hans Fallada, novel “Kalut” karya
Stefan Zweig, dan novela “Musim Panas Penghabisan” karya Ricarda Huch. Semuanya
diterjemahkan langsung dari bahasa Jerman. Saat ini menerjemahkan untuk
Penerbit Moooi Pustaka, sebuah penerbit yang didirikan oleh penulis Eka
Kurniawan, dan khusus menerbitkan karya-karya sastra terjemahan langsung dari
bahasa aslinya.
S'abonner à :
Publier des commentaires (Atom)
A. Anzieb
A. Muttaqin
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
A.S. Laksana
Abdurrahman Wahid
Acep Zamzam Noor
Adhie M Massardi
Adin
Adrizas
Afrilia
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahmad Faishal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Jauhari
Ahmadun Yosi Herfanda
Aik R Hakim
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Albert Camus
Alex R. Nainggolan
Amanche Franck
Amien Kamil
Aming Aminoedhin
Ana Mustamin
Andra Nur Oktaviani
Andrenaline Katarsis
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Annisa Febiola
Anton Wahyudi
Aprinus Salam
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arif Yulianto
Arifi Saiman
Arswendo Atmowiloto
Arung Wardhana Ellhafifie
Aryo Bhawono
AS Dharta
Asarpin
Atok Witono
Awalludin GD Mualif
Ayesha
B Kunto Wibisono
Badaruddin Amir
Balada
Bambang Bujono
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bantar Sastra Bengawan
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Berita Foto
Bernadette Aderi
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Boy Mihaballo
Budaya
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
D. Zawawi Imron
Daisy Priyanti
Dareen Tatour
Daru Pamungkas
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dharmadi
Dhenok Kristianti
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dina Oktaviani
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
E. M. Cioran
Ebiet G. Ade
Eddi Koben
Edi AH Iyubenu
Edy A Effendi
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Permadi
Eko Prasetyo
Enda Menzies
Ernest Hemingway
Erwin Setia
Esai
Evan Gunanzar
F. Rahardi
Fadllu Ainul Izzi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fairuzul Mumtaz
Fajar Alayubi
Farah Noersativa
Faris Al Faisal
Fatah Yasin Noor
Fathoni Mahsun
Fathurrozak
Fauz Noor
Fauzi Sukri
Fazar Muhardi
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Franz Kafka
FX Rudy Gunawan
Gesang
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Guntur Budiawan
Gus Noy
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hamka
Hari Purwiati
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hasan Gauk
Hasnan Bachtiar
Henriette Marianne Katoppo
Herry Lamongan
HM. Nasruddin Anshoriy Ch
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S. Chudori
I Nyoman Darma Putra
Ida Fitri
Idrus
Ignas Kleden
Ilung S. Enha
Imam Muhayat
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indonesia O’Galelano
Indra Tjahyadi
Indria Pamuhapsari
Irwan Apriansyah Segara
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Zulkarnain
J Anto
Jadid Al Farisy
Jakob Oetama
Jalaluddin Rakhmat
Jamal T. Suryanata
James Joyce
Januardi Husin
Jemi Batin Tikal
Jo Batara Surya
Johan Fabricius
John H. McGlynn
John Halmahera
Jordaidan Rizsyah
Juan Kromen
Judyane Koz
Junaidi Khab
Jurnal Kebudayaan The Sandour
Jusuf AN
K.H. M. Najib Muhammad
Kadjie Mudzakir
Kahfie Nazaruddin
Kamran Dikarma
Kedung Darma Romansha
KH. Ahmad Musthofa Bisri
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anam
Khulda Rahmatia
Kiki Sulistyo
Komunitas Sastra Mangkubumen
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Kuswaidi Syafi’ie
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Leo Tolstoy
Linda Christanty
Linda Sarmili
Lutfi Mardiansyah
M Zaid Wahyudi
M. Adnan Amal
M’Shoe
Maghfur Munif
Mahamuda
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S. Mahayana
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Martin Aleida
Mashdar Zainal
Mashuri
Mbah Kalbakal
Melani Budianta
Mochtar Lubis
Moh. Dzunnurrain
Mohammad Bakir
Mohammad Kasim
Mohammad Tabrani
Muhammad Ali
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Mukhsin Amar
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Musafir Isfanhari
Mustain
Myra Sidharta
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naim
Nanda Alifya Rahmah
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Naufal Ridhwan Aly
Nawangsari
Nezar Patria
Niduparas Erlang
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nur Wahida Idris
Nurel Javissyarqi
Observasi
Ocehan
Pameran Lukisan
Panggung Teater
Pentigraf
Performance Art
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringgo HR
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Puthut EA
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prambudhi Dikimara
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Reko Alum
Remy Sylado
Resensi
Reza Aulia Fahmi
Ribut Wijoto
Rikardo Padlika Gumelar
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riska Nur Fitriyani
Rofiqi Hasan
Rokhim Sarkadek
Roland Barthes
Rony Agustinus
Rosdiansyah
Rozi Kembara
Rx King Motor
S Yoga
S. Arimba
S. Jai
Sabda Armandio
Sabine Mueller
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Samir Amin
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Selendang Sulaiman
Seno Gumira Ajidarma
Shinta Maharani
Sholihul Huda
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Sri Pudyastuti Baumeister
Sugito Ha Es
Sumani
Sumargono SN
Sunan Bonang
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Suripno
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Sutrisno Buyil
Syarif Hidayat Santoso
T Agus Khaidir
T.N Angkasa
T.S. Eliot
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater ESKA
Teater Pendopo nDalem Mangkubumen
Teater Tawon
Tedy Kartyadi
Teguh Winarsho AS
Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo
Tirto Suwondo
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toeti Heraty
Toto Sudarto Bachtiar
Tujuh Bukit Kapur
Udin Badruddin
Umbu Landu Paranggi
Undri
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Vitalia Tata
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Hidayat
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Jengki Sunarta
Welly Kuswanto
Wulansary
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yonathan Rahardjo
Yudha Kristiawan
Yudhistira ANM Massardi
Yukio Mishima
Yusri Fajar
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Zuhkhriyan Zakaria
Aucun commentaire:
Publier un commentaire