Judul : Sepenggal Perjalanan Hidup Santri
Penulis : Prof Dr Syihabuddin Qalyubi, Lc, MAg
Penerbit : IDEA Press Yogyakarta
Tebal : 416 halaman
Ukuran : 14,8 x 21 cm
Cetakan : September 2020
ISBN : 978-623-7085-66-9
Peresensi : Fauz Noor
kapol.id, 21 Sep 2020
seperti akar
engkau memahami cinta
tidak melalui kata-kata
tetapi pada keheningan
yang bertenaga
(Rozi Kembara)
Di beberapa agama pohon menjadi simbol spiritual. Dalam Islam, kita
mengenal shidrah (pohon) almuntaha. Dalam Kristiani, pohon cemara. Mereka yang
menganut Budha, mengenal simbol pohon Bodhi. Bahkan dalam beberapa kebudayaan
pun, simbol pohon kerap menjadi acuan, sebagai misal “pohon beringin” yang
menyimbolkan persatuan Indonesia.
Pohon adalah makhluk yang tak punya horizontal, derapnya adalah vertikal,
lakunya menuju ketinggian. Ruangnya istiqomah dalam batas tertentu, lalu
bergerak menuju ketinggian. Seolah, ia hendak menuju langit, lalu menyapa Dia
yang berada di “tempat” Maha Tinggi.
Setiap pohon pasti punya akar. Apapun pohon itu. Tak semua pohon punya
buah. Tak semua pohon punya bunga. Bukankah primadona dalam pohon Jati adalah
batangnya? Bukankah daun yang kaya klorofil yang kita butuhkan dalam pohon
Kangkung? Setiap pohon punya wilayah kemanfaatannya masing-masing. Tetapi,
setiap pohon mesti punya “bakal”, dan ketika waktu menyertainya dalam ritme
tertentu, segera menjadi akar. Dan akar adalah keheningan yang bertenaga.
Akar dari pribadi Bapak Syihabuddin Qalyubi adalah santri. Ia seorang
santri. Sekalipun pikuk dunia telah memberikan kehormatan-kehormatan menterang
sehingga namanya menjadi Prof. Dr. KH. Syihabuddin Qalyubi, Lc., M.Ag, beliau menulis
judul bukunya ini: Sepenggal Perjalanan Hidup Santri. Ia bangga menjadi santri.
Ia tak lupa akar.
Santri adalah akar. Saya teringat Acep Zamzam Noor, menurutnya “sastra
santri” tak harus karya dari seseorang yang pernah tinggal di pesantren, tetapi
karya yang secara subtansi membawa nilai-nilai santri. Bukankah sekarang juga
banyak “santri tanpa kobong”? Seperti santri-santri yang setia mengikuti
pengajian Ihya’ yang diampu oleh KH. Ulil Abshar Abdala. Bagi saya, dewasa ini
kita harus melihat santri sebagai nilai, dan bukan sebagai identitas. Dan tentu
kita semua mengelus dada, ketika identitas santri, tak jarang identitas
pesantren, lalu “dijual” dalam perhelatan politik, hanya demi keuntungan
pragmatis. Santri adalah akar, keheningan yang bertenaga.
Prof. Syihab, tentu bukan “santri tanpa kobong”. Ia benar-benar nyantri.
Dalam perjalanan heningnya, Prof. Syihab pernah tinggal di Pesantren Fauzan,
belajar kepada KH. Ahmad Tajuddin (kakek saya). Ia menamatkan pendidikan guru
agama di PGAN Sukamanah, berbarengan itu, nyantri di Pesantren Sukahideng.
Melanjutkan studi ke IAIN Sunan Kalijaga, dan nyantri di Pesantren Krapyak
dibawah asuhan KH. Ali Maksum. Bukan tanpa alasan, karena kecerdasannya, ia pun
menikahi putri KH. A. Wahab Muhsin (allahu yarham) sesepuh pondok Pesantren
Sukahideng – Hj. Ai Titim Chotimah, S.Ag. Dan karena himmah belajarnya begitu
tinggi, ia sampai menimba ilmu di al-Azhar Kairo. Menyelesaikan strata tiga,
sampai akhirnya menyandang Guru Besar. Sungguh, keheningan yang bertenaga.
Akar itu tumbuh. Seiring tempaan waktu. Terpaan badai. Guncangan topan. Ia
terus tumbuh. Batangnya semakin kokoh. Kuat dan liat. Ia pun telah haturkan
buah. Ratusan artikel koran telah ia tulis, sebagaimana sebagiannya bisa kita
baca dalam buku ini. Puluhan jurnal ilmiah telah ia terakan bagi dunia
akademis, sebagiannya juga bisa kita nikmati dalam buku ini. Ia memahami cinta
tidak melalui kata-kata. Ia pribadi yang tak banyak omong. Karena semakin
banyak omong akan semakin banyak hal yang harus dipertanggungjawabkan kelak. Ia
pribadi yang asyik bercinta dengan kerja.
Dalam usia 68 tahun, ia meluncurkan buku. Berisi beberapa tulisan
kesan-kesan dari rekannya, sejawatnya, murid-muridnya, bahkan anaknya. Dari
buku ini kita akan belajar bahwa keheningan yang bertenenaga tak akan
menghasilkan yang sia-sia, tapi jutru akan membuat pukau manusia.
Selamat ulang tahun, Prof. Barakallah. Sehat senantiasa. Semoga.
***
mardi 20 avril 2021
S'abonner à :
Publier des commentaires (Atom)
A. Anzieb
A. Muttaqin
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
A.S. Laksana
Abdurrahman Wahid
Acep Zamzam Noor
Adhie M Massardi
Adin
Adrizas
Afrilia
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahmad Faishal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Jauhari
Ahmadun Yosi Herfanda
Aik R Hakim
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Albert Camus
Alex R. Nainggolan
Amanche Franck
Amien Kamil
Aming Aminoedhin
Ana Mustamin
Andra Nur Oktaviani
Andrenaline Katarsis
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Annisa Febiola
Anton Wahyudi
Aprinus Salam
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arif Yulianto
Arifi Saiman
Arswendo Atmowiloto
Arung Wardhana Ellhafifie
Aryo Bhawono
AS Dharta
Asarpin
Atok Witono
Awalludin GD Mualif
Ayesha
B Kunto Wibisono
Badaruddin Amir
Balada
Bambang Bujono
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bantar Sastra Bengawan
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Berita Foto
Bernadette Aderi
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Boy Mihaballo
Budaya
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
D. Zawawi Imron
Daisy Priyanti
Dareen Tatour
Daru Pamungkas
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dharmadi
Dhenok Kristianti
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dina Oktaviani
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
E. M. Cioran
Ebiet G. Ade
Eddi Koben
Edi AH Iyubenu
Edy A Effendi
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Permadi
Eko Prasetyo
Enda Menzies
Ernest Hemingway
Erwin Setia
Esai
Evan Gunanzar
F. Rahardi
Fadllu Ainul Izzi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fairuzul Mumtaz
Fajar Alayubi
Farah Noersativa
Faris Al Faisal
Fatah Yasin Noor
Fathoni Mahsun
Fathurrozak
Fauz Noor
Fauzi Sukri
Fazar Muhardi
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Franz Kafka
FX Rudy Gunawan
Gesang
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Guntur Budiawan
Gus Noy
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hamka
Hari Purwiati
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hasan Gauk
Hasnan Bachtiar
Henriette Marianne Katoppo
Herry Lamongan
HM. Nasruddin Anshoriy Ch
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S. Chudori
I Nyoman Darma Putra
Ida Fitri
Idrus
Ignas Kleden
Ilung S. Enha
Imam Muhayat
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indonesia O’Galelano
Indra Tjahyadi
Indria Pamuhapsari
Irwan Apriansyah Segara
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Zulkarnain
J Anto
Jadid Al Farisy
Jakob Oetama
Jalaluddin Rakhmat
Jamal T. Suryanata
James Joyce
Januardi Husin
Jemi Batin Tikal
Jo Batara Surya
Johan Fabricius
John H. McGlynn
John Halmahera
Jordaidan Rizsyah
Juan Kromen
Judyane Koz
Junaidi Khab
Jurnal Kebudayaan The Sandour
Jusuf AN
K.H. M. Najib Muhammad
Kadjie Mudzakir
Kahfie Nazaruddin
Kamran Dikarma
Kedung Darma Romansha
KH. Ahmad Musthofa Bisri
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anam
Khulda Rahmatia
Kiki Sulistyo
Komunitas Sastra Mangkubumen
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Kuswaidi Syafi’ie
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Leo Tolstoy
Linda Christanty
Linda Sarmili
Lutfi Mardiansyah
M Zaid Wahyudi
M. Adnan Amal
M’Shoe
Maghfur Munif
Mahamuda
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S. Mahayana
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Martin Aleida
Mashdar Zainal
Mashuri
Mbah Kalbakal
Melani Budianta
Mochtar Lubis
Moh. Dzunnurrain
Mohammad Bakir
Mohammad Kasim
Mohammad Tabrani
Muhammad Ali
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Mukhsin Amar
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Musafir Isfanhari
Mustain
Myra Sidharta
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naim
Nanda Alifya Rahmah
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Naufal Ridhwan Aly
Nawangsari
Nezar Patria
Niduparas Erlang
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nur Wahida Idris
Nurel Javissyarqi
Observasi
Ocehan
Pameran Lukisan
Panggung Teater
Pentigraf
Performance Art
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringgo HR
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Puthut EA
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prambudhi Dikimara
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Reko Alum
Remy Sylado
Resensi
Reza Aulia Fahmi
Ribut Wijoto
Rikardo Padlika Gumelar
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riska Nur Fitriyani
Rofiqi Hasan
Rokhim Sarkadek
Roland Barthes
Rony Agustinus
Rosdiansyah
Rozi Kembara
Rx King Motor
S Yoga
S. Arimba
S. Jai
Sabda Armandio
Sabine Mueller
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Samir Amin
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Selendang Sulaiman
Seno Gumira Ajidarma
Shinta Maharani
Sholihul Huda
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Sri Pudyastuti Baumeister
Sugito Ha Es
Sumani
Sumargono SN
Sunan Bonang
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Suripno
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Sutrisno Buyil
Syarif Hidayat Santoso
T Agus Khaidir
T.N Angkasa
T.S. Eliot
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater ESKA
Teater Pendopo nDalem Mangkubumen
Teater Tawon
Tedy Kartyadi
Teguh Winarsho AS
Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo
Tirto Suwondo
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toeti Heraty
Toto Sudarto Bachtiar
Tujuh Bukit Kapur
Udin Badruddin
Umbu Landu Paranggi
Undri
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Vitalia Tata
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Hidayat
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Jengki Sunarta
Welly Kuswanto
Wulansary
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yonathan Rahardjo
Yudha Kristiawan
Yudhistira ANM Massardi
Yukio Mishima
Yusri Fajar
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Zuhkhriyan Zakaria
Aucun commentaire:
Publier un commentaire