Judul: Kuli Kontrak (Kumpulan cerita pendek)
Karya: Mochtar Lubis
Penerbit: Sinar Harapan
Tahun: 1982, 164 Halaman
Peresensi: Bambang Bujono
museum.or.id, 16 Mei 2019
Contoh cerita-cerita pendek yang lebih condong pada isi, terutama yang
punya sentuhan sosial. Mochtar bukan jagoan bahasa, toh ceritanya yang
karikartural bisa pula menarik.
Cerita pendek Mochtar Lubis adalah cerita pendek yang praktis. Ia tidak
suka berbelit-belit. Ia pun lebih cenderung meringkas suasana: gambaran lokasi,
profil tokoh cerita, cukup disebutkan yang penting saja.
Lampu-lampu di beranda dan di kamar
depan telah dipadamkan. Ayah sedang menulis di kamar kantornya. Dan kami
anak-anak berkumpul di kamar tidur…….. (kuli kontrak). Kita tak tahu bagaimana kondisi rumah itu, di mana letak
kamar kantor dan kamar tidur.
Nasib Lima Kuli Kontrak
Maka yang kemudian bisa mengikat pembaca adalah isi kisah. Bagaimana nasib
lima kuli kontrak yang melarikan diri, betulkah traktor akan benar-benar
merobohkan rumah Ismail, bisakah warna merah-putih rambut si Jamal kembali
menjadi warna rambut biasa.
Selebihnya adalah kalimat-kalimat lancar, ungkapan-ungkapan umum dan dialog
yang tanpa warna. Hampr sulit dibedakan apakah seorang tokoh yang bicara sedang
marah, membujuk atau sekedar ngomong.
Kemarahan seorang nyonya Hartowidagdo yang menjawab dengan kata ‘tidak’,
baru diketahui pembaca dari keterangan ini: ….Sahutnya,
dan dalam tekanan suaranya seakan dia melawan.
Karena bobot cerita tergantung isinya, agak sulit dipahami bahwa tema-tema
yang biasa saja, tidak unik, ternyata bisa menggerakkan Mochtar untuk menulis.
Soal kecemburuan dalam rumah tangga, soal orang-orang jujur yang bernasib
malang, atau kelompok masyarakat yang masih mempercayai takhyul, misalnya.
Benar tema-tema itu relevan. Hanya, penceritaannya yang lurus tanpa nuansa
sering terasa sebagai hasil simplifikasi masalah. Alternatif lain, cerita menjadi
karikatural.
Dan untunglah bila yang terakhir itu yang terjadi. ‘Cemburu’, misalnya,
yang menceritakan seorang istri yang tiba-tiba mencurigai suaminya mempunyai
simpanan, boleh menjadi contoh.Sang suami diceritakan kini sering rapat dan
dinas di luar, dan Mochtar Lubis lantas menyuruh si istri mengikuti ke mana
suami pergi.
Terjadilah kelucuan-kelucuan: si istri ikut sidang, pertemuan,
pesta……sampai akhirnya muak sendiri dan “membebaskan” sang suami. Dan justru di
saat itulah sang suami mengantar pulang seorang bawahannya, perempuan tentu
saja, dan baru kembali ke hotel pukul tiga dini hari.
Nasionalisme Nomor Satu
Tapi yang paling berhasil agaknya ‘nasionalis nomor satu’, cerita terakhir.
Tidak saja karikatur kuat di sini, tapi pun kepadatan kisah terjaga hingga
akhir. Jamal, yang bertekad menjadi nasionalis tulen, ternyata berhasil- dan
dewa-dewa memberinya anugerah: rambutnya yang sudah beruban berubah menjadi
merah dan putih. Kebanggan yang muncul
pada awalnya akhirnya berubah menjadi kesulitan, tentu saja.
Jamal lantas berusaha tidak menjadi nasionalis. Caranya: pokoknya melakukan
hal-hal yang jahat, termasuk korupsi dan tindak asusila. Tapi meski jamal
selalu meningkatkan penyelewengan –sampa-sampai menipu rakyat sebagai seorang
presiden –warna rambutnya tetap ganjil. Ia tetap nasionalis nomor satu.
Kumpulan ini menyuguhkan karangan Mochtar Lubis yang ditulisnya di
tahun-tahun 1950-an dan beberapa di awal zaman Orde Baru. Bahkan empat cerita
telah pernah masuk dalam kumpulan cerita pendeknya, Perempuan (1956).
Mochtar Lubis adalah pengarang novel yang bagus, Jalan Tak ada ujung
(1952), dan juga Harimau! Harimau! (1975). Cerita-cerita pendeknya, Jalan Tak
Ada Ujung terasa lebih pekat, memberi suasana dengan tokoh-tokoh yang hidup dan
manusiawi.
Adapun cerpen-cerpennya, yang dulunya dimuat diberbagai majalah (kisah,
siasat baru), mungkin juga sangat relevan dengan zamannya – sebagaimana
cerita-cerita pendek Iwan Simatupang di surat kabar Warta Harian dulu.
Bedanyaa dengan Iwan, Mochtar Lubis
tidak mengesankan seorang tukang cerita yang tangkas. Dan, seperti juga
sejumlah besar, “cerita pendek berbahasa lancar” di majalah Horison misalnya,
kapan saja “isi yang penting” tidak terdapat, ia memang mudah terlupakan.
***
http://sastra-indonesia.com/2021/05/cerita-pendek-yang-praktis/
S'abonner à :
Publier des commentaires (Atom)
A. Anzieb
A. Muttaqin
A. Syauqi Sumbawi
A.P. Edi Atmaja
A.S. Laksana
Abdurrahman Wahid
Acep Zamzam Noor
Adhie M Massardi
Adin
Adrizas
Afrilia
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Aguk Irawan MN
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R. Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus Sulton
Agus Sunyoto
Ahmad Faishal
Ahmad Farid Yahya
Ahmad Fatoni
Ahmad Jauhari
Ahmadun Yosi Herfanda
Aik R Hakim
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Albert Camus
Alex R. Nainggolan
Amanche Franck
Amien Kamil
Aming Aminoedhin
Ana Mustamin
Andra Nur Oktaviani
Andrenaline Katarsis
Anindita S. Thayf
Anjrah Lelono Broto
Annisa Febiola
Anton Wahyudi
Aprinus Salam
Arafat Nur
Arie MP Tamba
Arif Yulianto
Arifi Saiman
Arswendo Atmowiloto
Arung Wardhana Ellhafifie
Aryo Bhawono
AS Dharta
Asarpin
Atok Witono
Awalludin GD Mualif
Ayesha
B Kunto Wibisono
Badaruddin Amir
Balada
Bambang Bujono
Bamby Cahyadi
Bandung Mawardi
Bantar Sastra Bengawan
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Berita Foto
Bernadette Aderi
Bernando J. Sujibto
Binhad Nurrohmat
Boy Mihaballo
Budaya
Budi Darma
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerbung
Cerpen
Chairil Anwar
D. Zawawi Imron
Daisy Priyanti
Dareen Tatour
Daru Pamungkas
Dedy Tri Riyadi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dharmadi
Dhenok Kristianti
Dian Sukarno
Didin Tulus
Dina Oktaviani
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dwi Fitria
Dwi Klik Santosa
E. M. Cioran
Ebiet G. Ade
Eddi Koben
Edi AH Iyubenu
Edy A Effendi
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Permadi
Eko Prasetyo
Enda Menzies
Ernest Hemingway
Erwin Setia
Esai
Evan Gunanzar
F. Rahardi
Fadllu Ainul Izzi
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Fairuzul Mumtaz
Fajar Alayubi
Farah Noersativa
Faris Al Faisal
Fatah Yasin Noor
Fathoni Mahsun
Fathurrozak
Fauz Noor
Fauzi Sukri
Fazar Muhardi
Feby Indirani
Felix K. Nesi
Franz Kafka
FX Rudy Gunawan
Gesang
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Guntur Budiawan
Gus Noy
Gusti Eka
H.B. Jassin
Hamka
Hari Purwiati
Haris del Hakim
Hartono Harimurti
Hasan Gauk
Hasnan Bachtiar
Henriette Marianne Katoppo
Herry Lamongan
HM. Nasruddin Anshoriy Ch
Holy Adib
Hudan Hidayat
Humam S. Chudori
I Nyoman Darma Putra
Ida Fitri
Idrus
Ignas Kleden
Ilung S. Enha
Imam Muhayat
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Indonesia O’Galelano
Indra Tjahyadi
Indria Pamuhapsari
Irwan Apriansyah Segara
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Zulkarnain
J Anto
Jadid Al Farisy
Jakob Oetama
Jalaluddin Rakhmat
Jamal T. Suryanata
James Joyce
Januardi Husin
Jemi Batin Tikal
Jo Batara Surya
Johan Fabricius
John H. McGlynn
John Halmahera
Jordaidan Rizsyah
Juan Kromen
Judyane Koz
Junaidi Khab
Jurnal Kebudayaan The Sandour
Jusuf AN
K.H. M. Najib Muhammad
Kadjie Mudzakir
Kahfie Nazaruddin
Kamran Dikarma
Kedung Darma Romansha
KH. Ahmad Musthofa Bisri
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anam
Khulda Rahmatia
Kiki Sulistyo
Komunitas Sastra Mangkubumen
Komunitas-komunitas Teater di Lamongan
Kurniawan
Kurniawan Junaedhie
Kuswaidi Syafi’ie
Lagu
Laksmi Shitaresmi
Latief S. Nugraha
Leila S. Chudori
Lely Yuana
Leo Tolstoy
Linda Christanty
Linda Sarmili
Lutfi Mardiansyah
M Zaid Wahyudi
M. Adnan Amal
M’Shoe
Maghfur Munif
Mahamuda
Mahmud Jauhari Ali
Mahwi Air Tawar
Maman S. Mahayana
Maratushsholihah
Mardi Luhung
Marhalim Zaini
Maria Magdalena Bhoernomo
Mariana Amiruddin
Mario F. Lawi
Maroeli Simbolon
Martin Aleida
Mashdar Zainal
Mashuri
Mbah Kalbakal
Melani Budianta
Mochtar Lubis
Moh. Dzunnurrain
Mohammad Bakir
Mohammad Kasim
Mohammad Tabrani
Muhammad Ali
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhidin M. Dahlan
Mukhsin Amar
Mulyo Sunyoto
Munawir Aziz
Musafir Isfanhari
Mustain
Myra Sidharta
N. Syamsuddin CH. Haesy
Naim
Nanda Alifya Rahmah
Nara Ahirullah
Naskah Teater
Naufal Ridhwan Aly
Nawangsari
Nezar Patria
Niduparas Erlang
Nikita Mirzani
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nur Wahida Idris
Nurel Javissyarqi
Observasi
Ocehan
Pameran Lukisan
Panggung Teater
Pentigraf
Performance Art
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pramoedya Ananta Toer
Pramono
Pringgo HR
Prosa
Pudyo Saptono
Puisi
Pustaka Ilalang
PUstaka puJAngga
Puthut EA
Putu Wijaya
R. Toto Sugiharto
Raedu Basha
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Prambudhi Dikimara
Ratih Kumala
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Reko Alum
Remy Sylado
Resensi
Reza Aulia Fahmi
Ribut Wijoto
Rikardo Padlika Gumelar
Riki Dhamparan Putra
Risang Anom Pujayanto
Riska Nur Fitriyani
Rofiqi Hasan
Rokhim Sarkadek
Roland Barthes
Rony Agustinus
Rosdiansyah
Rozi Kembara
Rx King Motor
S Yoga
S. Arimba
S. Jai
Sabda Armandio
Sabine Mueller
Sabine Müller
Sabrank Suparno
Saiful Amin Ghofur
Sajak
Samir Amin
Samsudin Adlawi
Samsul Anam
Sapardi Djoko Damono
Sasti Gotama
Satmoko Budi Santoso
Saut Situmorang
Sejarah
Selendang Sulaiman
Seno Gumira Ajidarma
Shinta Maharani
Sholihul Huda
Sidik Nugroho
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sitok Srengenge
Siwi Dwi Saputro
Sofyan RH. Zaid
Sohifur Ridho’i
Soni Farid Maulana
Sosiawan Leak
Sri Pudyastuti Baumeister
Sugito Ha Es
Sumani
Sumargono SN
Sunan Bonang
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Suripno
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Sutrisno Buyil
Syarif Hidayat Santoso
T Agus Khaidir
T.N Angkasa
T.S. Eliot
Tatan Daniel
Taufik Ikram Jamil
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teater ESKA
Teater Pendopo nDalem Mangkubumen
Teater Tawon
Tedy Kartyadi
Teguh Winarsho AS
Teks Lagu Keroncong Bengawan Solo
Tirto Suwondo
Tito Sianipar
Tiya Hapitiawati
Tjahjono Widijanto
Tjoet Nyak Dhien
Toeti Heraty
Toto Sudarto Bachtiar
Tujuh Bukit Kapur
Udin Badruddin
Umbu Landu Paranggi
Undri
Uwell's King Shop
Uwell's Setiawan
Vitalia Tata
W Haryanto
W.S. Rendra
Wahyu Hidayat
Wahyudi Akmaliah Muhammad
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Jengki Sunarta
Welly Kuswanto
Wulansary
Yasunari Kawabata
Yeni Mulyani
Yetti A. KA
Yohanes Sehandi
Yonathan Rahardjo
Yudha Kristiawan
Yudhistira ANM Massardi
Yukio Mishima
Yusri Fajar
Zakky Zulhazmi
Zawawi Se
Zehan Zareez
Zuhdi Swt
Zuhkhriyan Zakaria
Aucun commentaire:
Publier un commentaire